Serli mencengkram erat baju tidur yang ia kenakan sedari tadi saat menyajikan makanan di meja makan. Banyak kata hinaan pada makanan Serli dari teman-teman Sinar. Bahkan teman-teman Sinar juga tidak segan-segan mengutarakan penilaiannya terhadap Serli. Ditambah lagi Sinar terus menatapnya dengan mata menghunus seperti bersiap ingin memakan Serli hidup-hidup karena membuat dirinya malu di depan teman-teman arisannya.
"Kamu pungut menantu dari mana sih Nar? Gak pandai masak, gak pandai dandan, pendidikan dibawah banget, gak berkelas banget tau, ih!" Lontaran kalimat merendahkan Serli itu keluar dari mulut wanita paruh baya yang memakai perhiasan berlebihan.
"Tau si Sinar. Udah tahu Elang itu lebih cocok sama wanita yang sederajat di atasnya, yang modelan menantu kamu ini cocoknya dijadiin pembantu!" Sahut wanita paruh baya yang memegang kipas bercorak terlalu mencolok.
"What? Pembantu? Masak ajak gak pandai, nih makanan asin semua. Malu-maluin aja!" Sentak wanita paruh baya yang menggunakan baju kurang bahan di tubuhnya. Dari pandangan Serli sepertinya wanita ini keturunan Tionghoa.
"Cabenya asin, ayamnya belum matang, sayurnya terlalu lunak, ikannya gosong. Gak ada yang bisa dimakan Sinar. You want we hungry?" Tanya wanita paruh baya yang setelannya masih wajar. Dan menurut Serli ketua geng arisan Sinar adalah wanita ini. Auranya juga begitu mahal.
Sinar melirik Serli dengan lirikan sinisnya. "Gue minta maaf. Lain kali gue yang masak."
"Apa gunanya kalimat itu Sinar? Rice already jadi bubur. Huft ini terakhir kalinya gue dateng ke rumah lo." Setelahnya seluruh teman arisan Sinar bergegas berdiri dan hendak keluar dari area meja makan.
Serli menunduk merasa bersalah karena sudah mengecewakan Sinar. "Maaf--" Belum sempat Serli menyelesaikan kalimat permintaan maaf. Sinar lebih dulu membuang muka dan pergi dari dapur.
Serli melirik meja makan yang masih dipenuhi dengan lauk pauk yang susah payah Serli siapkan. Serli sadar jika makanan yang ia buat benar-benar tidak cocok dengan lidah mereka. Tapi bisakah mereka memakannya saja? Hanya beberapa yang tidak patut dimakan. Mubazir jika dibuang.
Serli duduk di atas kursi meja makan matanya menyapu seluruh hasil kerja kerasnya. "Ini mau diapain?" Tanya Serli pada dirinya sendiri. Tidak mungkin Serli bisa menghabiskan semua ini sendiri. Terlebih makanan ini juga tidak bisa Serli berikan pada orang-orang yang membutuhkan. Karena tidak enak jika mereka memakan makanan gagal yang dibuat Serli.
"Steven pulang...."
Serli menoleh pada sumber suara yang hendak masuk ke dalam kamar. "Steven." Panggil Serli, namun Steven langsung menutup pintu kamar. Serli kembali menghela napas gusar. Sepertinya Steven kecapean dan tidak ingin diganggu. "Maaf God. Serli buang sebagian besar ya? Sebagiannya Serli bakal makan walau asin."
§§§
Elang mengunci kamarnya rapat-rapat saat sudah melihat Serli tidur di luar kamar dialaskan dengan tikar. Elang tidak peduli dari mana wanita miskin itu mendapatkan tikar buluk itu. Terpenting wanita itu tahu jika ia hanya bisa tidur di luar layaknya seorang pengemis.
Elang menjatuhkan tubuhnya di atas kasur empuk berukuran sedang. Pria itu melihat langit-langit dengan seksama. Pikiran Elang berputar pada kejadian tadi saat di Stasiun. Dimana Teo dijemput oleh sang istri, dibawakan bekal makan sore, dan dihadiahi kecupan lembut di kening.
Elang merasakan ada rasa iri yang menggerogoti hatinya. Dimana Teo mendapatkan wanita ideal yang Teo inginkan. Sementara Elang mendapatkan wanita yang begitu jauh dari tipe idealnya.
Elang menghela napas gusar. Percuma jika dipikirkan sampai ayam jantan bertelurpun Elang tidak akan bisa mendapatkan wanita idealnya, jika masih terikat hubungan pernikahan dengan Serli.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT IS LOVE? (END)
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA!] ⚠️TIDAK MENERIMA PLAGIAT BERBAGAI BENTUK APAPUN. INI MURNI KARYA SAYA⚠️ Pemaksaan pernikahan yang dilakukan dua keluarga, tidak ada angin atau hujan kedua anak pertama di dua keluarga itu di paksa untuk menikah. Berbagai penol...