Zania keluar dari ruang prodi ketika waktu telah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Yang artinya, dia menghabiskan waktu selama kurang lebih tiga puluh menit di dalam sana. Duduk di kursi yang disediakan di depan ruang prodi, Zania memasang sepatu ketsnya.
Aktivitas itu selesai dalam beberapa detik. Zania dengan totebag yang dicangklongkan di bahu serta map plastik berisi beberapa rangkap revisian draft di tangan kiri, segera bangkit dari sana. Berniat meninggalkan tempat.
Sepanjang menyusuri koridor, gadis tersebut diam-diam melengkungkan senyum. Baru saja Pak Burhan—Dosen pembimbing duanya—menandatangani pengesahan draft setelah lusa kemarin dia juga berhasil mendapat ACC dari pembimbing pertama. Sekarang, Zania bisa lanjut ke tahap penelitian. Sidang terasa di depan mata, dan dia meyakinkan diri bahwa lulus tiga koma lima tahun bisa diembannya jika tak ada kendala lain.
Zania berniat langsung ke ruang fakultas untuk membawa surat pengesahan draftnya. Di sana akan diproses untuk ditanda tangani dekan. Baru saja gadis tersebut ingin memasuki ruangan fakultas, getaran di ponselnya berbunyi panjang. Tanda ada telepon. Namun, bukan waktu yang tepat untuk mengangkatnya sekarang.
Jadi, Zania memilih abai dan melanjutkan langkah. Dia hanya menyimpan surat pengesahan draft tersebut sebelum berlalu dari sana. Pegawainya hanya mengatakan akan selesai dalam beberapa hari. Untuk memantaunya, Zania dipinta untuk rutin mengunjungi web fakultas.
Zania baru mengecek ponsel ketika dia berhasil keluar dari gedung. Dia mengernyitkan kening ketika mendapati ada dua missed call dari Aksa, serta satu buah pesan.
Aksa Bumantara
Dimana? Gue di kampus lo nih, bareng AlinaZania Aluna
Lah, ngapain lo?Aksa Bumantara
Menikmati waktu pengangguran sebelum masuk kerjaDi kantin FH ini apa ya? Pokoknya yg deket lapangan futsal yang outdoor
Zania Aluna
OtwMemasukkan kembali ponsel pada totebag, Zania segera berjalan menuju tempat yang ditunjukkan Aksa. Gadis itu tidak habis pikir, pemuda itu bahkan mempunyai waktu untuk jalan-jalan ke kampusnya.
"Wah, mirip pengangguran banget," gumamnya tanpa sadar.
Letak kantin FH tidak jauh dari gedung FIP. Hanya terhalang oleh satu gedung yang masih milik Fakultas Ilmu Pendidikan dan lapangan futsal. Zania hanya perlu berjalan beberapa menit.
Pagi menjelang siang, kantin FH tidaklah terlalu ramai. Zania bisa langsung menemukan presensi Aksa dan Alina yang ternyata keduanya memilih bangku pojok. Dengan gesit, gadis yang hari ini memilih outfit yang—lagi-lagi—berupa gaun setumit berwarna moka berjalan ke arah kedua temannya. Rambut model half-bunnya yang diikat menggunakan pita tampak manis hari ini. Dan itu juga yang sempat membuat beberapa pasang mata menoleh ke arahnya. Yang Zania pikir itu hanya tatapan keheranan karena mungkin melihat mahasiswa fakultas lain bertandang ke wilayahnya. Sebab jujur saja, outfit anak FIP dan FH sangatlah berbeda.
"Kalian makan di kantin FH tuh motivasinya apa, ya?" Itu pertanyaan yang langsung dilontarkan Zania ketika dia berhasil duduk di hadapan kedua temannya.
Alina menyengir seraya menyeruput minuman rasa taronya. "Mie pangsit di sini enak," jawabnya seraya menunjuk mangkuk putih yang telah kosong. Itu pasti mangkuk mi pangsit.
"Terus, lo di sini ngapain?" Sekarang pertanyaan ditujukan pada Aksa. Pemuda itu tersenyum. "Kan, tadi udah dibilang, mau menikmati waktu pengangguran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake Our Ineffable [Completed]
Romance"Lo mau move on, 'kan? Ya udah, tanggepin semua yang lagi deketin lo." "Nggak mau." "Nggak mau apa?" "Move on." "ZI!" ____ Zania merasa perjalanan hidupnya tidak ada yang sesuai dengan rencana. Gagal masuk Fakultas Psikologi. Gagal mendapatkan beasi...