xi. him say sorry

109 4 0
                                    

"Pak! Berangkat dulu, ya?" Zania dengan penampilan berupa sweater putih dipadukan baggy pants hitam sudah siap. Dia menyodorkan tangannya pada Rahadi—Bapaknya—yang sedang duduk di teras rumah.

"Inget, ya, Mbak, peraturannya ..."

Zania mengangguk seraya tersenyum. "Pulang jam sepuluh, kalau lewat mending nginep di rumah Arin aja. No drink, apalagi sampe mabuk. Dan nggak boleh dijemput cowok."

Bapak tersenyum puas mendengarnya. Pria paruh baya itu kemudian mengulurkan tangannya dan langsung diciumi Zania.

"Kamu ke sana naik ojol, ya?"

"Iya. Ini udah pesen, kok. Kayaknya bentar lagi nyampe."

"Tau gitu mending Bapak yang anterin tadi."

Zania terkekeh dan menggeleng. "Bapak tuh baru nyampe rumah lho. Lagian mau siap-siap buat barbeque-an juga, 'kan?"

"Bapak tuh pengen lengkap, Mbak. Tapi mau gimana ... nggak fair aja kalau tahun ini Bapak ngelarang kamu keluar lagi. Apalagi Arin yang minta izin langsung."

Zania lagi-lagi hanya tersenyum. Malam nanti adalah pergantian tahun baru, dan sesuai rencananya dengan yang lain, mereka akan mengadakan sebuah party kecil-kecilan di rumah Arin. Dan untuk mendapat izin, Zania harus meminta tolong pada Arin. Beruntungnya, tahun ini Zania mendapat izin itu.

Tak lama kemudian, ada klakson motor yang berbunyi dari luar pagar. Zania buru-buru menghampiri setelah sebelumnya kembali pamit lagi pada Bapak. Di luar pagar, sudah ada sebuah motor matic putih dengan seorang ojek dengan jaket hijau khasnya.

"Mbak Zania Aluna, 'kan?" tanya ojek tersebut dan langsung diangguki Zania. Dia kemudian diberi helm.

"Mau kemana, Zania?"

Pergerakan memasang helm Zania terhenti ketika mendengar suara berat itu dari jarak yang lumayan dekat. Suara yang amat dikenalinya. Dia kemudian menoleh, dan tertegun sebentar ketika menemukan sosok Auriga bersama motornya.

"Eh? Auriga? Ngapain di sini?" Bukannya menjawab, Zania malah bertanya balik.

"Aku mau ke rumah Kak Sab. Pas lewat, ngeliat kamu di sini. Mau kemana? Bukannya udah sore banget, ya, kalau mau main? Dan lagi di luar tuh lagi macet parah. You know ...."

"Mau ke rumahnya Arin. Bakalan tahun baruan di sana."

Kening Auriga mengernyit. Sekilas pemuda itu melirik ke arah dalam pagar rumah. "Diizinin?"

"Untungnya."

"Oh, oke."

Lalu, obrolan itu terhenti ketika Auriga pamit duluan dan melanjutkan laju motornya. Zania hanya menatap pemandangan itu dengan getir. Tidak ada ucapan berupa 'have fun', 'selamat tahun baru', 'be careful', dan lain sebagainya. Zania terlalu berharap Auriga bisa bersikap sebegitu manisnya.

"Mbak?" Pengendara ojek itu membuyarkan lamunan Zania.

"Eh, iya. Sori, Mas."

"Ini rutenya sesuai lokasi, 'kan, ya?"

"Iya, Mas. Tapi kayaknya bakalan lama nyampenya, ya? Katanya macet parah."

"Tenang. Saya tau jalan pintas ke lokasi yang Mbak tuju."

Zania hanya tersenyum kecil sebelum naik ke boncengan. Setelah dirasa aman, pengendara ojek itu pun mulai mengendarai motornya meninggalkan komplek perumahan Zania.

_____

Auriga Arskala
Pulang jam berapa?

Mistake Our Ineffable [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang