"Gue masih enggak bisa berpikiran jernih abis dengerin dia ngomong gitu, Zi. Like ... tuh cewek seolah-olah lagi negasin kalau di sini, hubungan Alina sama Alfa lagi terancam."
Zania memperhatikan setiap kata yang keluar dari bibir Arin seraya sibuk menyuap es krim matcha ke mulutnya. Suasana Sweetest di siang hari itu lumayan ramai. Dan keduanya beruntung sebab masih mendapat tempat duduk.
"Terus kita mesti gimana?"
"Ngasih tau Alina?"
"Oke. Lo yang ngomong."
Arin mendelik kesal kemudian. "Kok gue?"
"Gue nggak tega."
"Lo pikir gue tega?"
Kedua perempuan itu bersitatap tegang setelahnya. Seolah-olah di antara mereka tidak ada yang ingin mengalah dan memberi tahu kejadian kemarin pada Alina. Setelah sekembalinya sosok Alfa dan Alina, obrolan tidak enak antara kubu Arin dan kubu Berlina itu juga terhenti.
Arin dan teman-temannya masuk ke studio karena film akan dimulai. Sedangkan Alfa dan teman-temannya baru akan memesan tiket film yang berbeda. Dan ucapan Berlina itu, tidak diketahui Alina. Zania dan Arin seolah-olah saling sepakat menutupinya untuk sementara kemarin.
Namun, hari ini keduanya memutuskan untuk bertemu. Zania yang memilih tempat, dan menyebabkan Arin harus berhadapan dengan makanan yang paling dihindari. Beruntung, Zania masih mempunyai hati sehingga membawakan perempuan itu paper cup berisi hot coffe hazelnut yang di mana tadi dia sempat meminta izin pada pihak kedai es krimnya sendiri.
"Terus kita harus apa, Zi? Nggak mungkin banget kita diem aja, 'kan?"
Zania menggeleng pelan. "Kita nggak bisa asal nuduh juga, sih. Stay cation yang diomongin sama si Berlina itu kemarin infonya nggak jelas. Seolah-olah dia lagi negasin kalau cuma berdua aja sama si Alfa. Dan siapa yang tau kalau sebenernya dia cuma nge-remake dikit kejadian faktanya. Yang artinya Alfa bukan cuma ngajakin dia, tapi ngajakin circle seperbimbingannya juga."
"Iya juga. Bisa aja tuh cewek suka sama Alfa dan ngomong kayak kemarin biar Alina terpancing. Terus mereka berantem. Hal yang sangat ingin tuh cewek mau. Ck, lagu lama."
Zania menjentikkan jarinya. "Itu yang gue maksud, Rin. Nggak mungkin banget Alfa ngajakin cewek stay cation sendirian yang bukan apa-apanya. Kayak, gue nggak percaya aja, sih."
"Tapi kita harus tetep jaga-jaga juga, Zi. Who knows, 'kan? Kita nggak pernah tau isi hati manusia."
"Iya, tau. Yang terpenting sekarang dan untuk ke depannya, Alina baik-baik aja."
Mengangguk adalah tanggapan Arin. Setelah menghabiskan minuman masing-masing, keduanya keluar dari kedai es krim. Cuaca di luar sana mendung, dan seperti sebentar lagi ingin menurunkan airnya. Arin yang melihat itu segera saja memesan taksi online, sebab dia ingin pulang saja.
"Lo mau balik, nggak? Ikut di gue aja."
Menggeleng jawaban Zania saat Arin mengutarakan pertanyaan tersebut. "Gue mau ke swalayan dulu. Beli beberapa bahan buat di rumah."
"Titipan nyokap?" tebak Arin langsung.
"Iya."
Lantas, setelah beberapa saat kemudian, taksi yang dipesan Arin sudah datang. Zania melambaikan tangannya seiring kendaraan tersebut menjauh membawa raga sang sahabat. Bersamaan itu, titik-titik kecil air hujan mulai berjatuhan.
Zania buru-buru melangkahkan kakinya menyusuri trotoar. Tidak jauh dari Sweetest, ada swalayan yang berdiri. Niatnya, dia ingin ke sana saja dengan berjalan kaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake Our Ineffable [Completed]
Romance"Lo mau move on, 'kan? Ya udah, tanggepin semua yang lagi deketin lo." "Nggak mau." "Nggak mau apa?" "Move on." "ZI!" ____ Zania merasa perjalanan hidupnya tidak ada yang sesuai dengan rencana. Gagal masuk Fakultas Psikologi. Gagal mendapatkan beasi...