Ada spanduk besar dengan tulisan 'Welcome to Dies Natalies & Bazar at Gardacipta High School' saat motor Auriga melewati pintu gerbang. Setelah sebelumnya menyerahkan dua tiket pada seorang siswa yang berjaga di sana. Suasana sekolah yang mereka datangi tampak ramai sekali.
Setelah berada di parkiran dan mesin motor mati, Zania turun dari boncengan seraya menyerahkan helm pada Auriga. Perempuan itu mengitari sekelilingnya dengan pandangan tidak terbaca. Semua terlalu tiba-tiba.
Saat baru saja dia ingin masuk ke mobil Aksa tadi, muncul sebuah pesan dari Auriga. Yang inti isinya adalah, ingin mengajak Zania berkunjung ke suatu tempat. Dan seperti biasanya, Zania tidak akan bisa menolak.
"Kita ... mau ngapain di sini?" Akhirnya satu pertanyaan Zania loloskan. Meski pemandangan sibuk di depannya telah tersuguh, tapi dia tetap ingin mendengar jawaban Auriga.
"Selain karena aku punya dua tiket untuk ke sini, kamu pasti suka kalau aku ajakin."
Zania mendengkus sesaat. "Kamu tuh lama-lama geer-nya makin parah."
"Lho? Emang kamu beneran nggak suka aku ajakin?"
"Pertanyaan menjebak. Jadi aku menolak untuk menjawab."
Auriga tertawa kecil, lantas mengedikkan bahunya. "Ayo, keliling dulu. Lihat-lihat suasana tempat yang pernah aku pake buat belajar."
Zania hanya mengangguk sebagai tanggapan. Gardacipta High School memang sekolah alumni Auriga. Dan hari ini sedang merayakan sebuah pentas seni dan bazar. Zania hanya mengerti bagian bahwa acara mereka tergolong agak besar, sebab sampai menjual tiket ke alumni.
Di lapangan utama telah disulap menjadi spot paling ramai. Di bagian ujung ada sebuah panggung yang ukurannya tak terlalu kecil, dan juga besar, didirikan di sana. Lalu, di bagian kiri-kanan lapangan, berdiri puluhan stan dari berbagai kelas dan ekstrakurikuler sekolah tersebut. Ada juga stan dari para sponsor.
"Guest start-nya Nadin Amizah. Makanya aku ajakin kamu."
Zania mengerjapkan matanya sebentar setelah kalimat itu lolos dari bibir Auriga. Dia lantas memperhatikan banner besar yang dipasang di depan panggung. Ada foto Nadin Amizah di sana bersama para guest lain yang Zania tidak kenali.
"Wah, keren. Aku dulu pas sekolah guest-nya Budi Doremi aja udah teriak kesenengan."
"Di sini emang gitu. Selalu ngundang yang emang jadi request terbanyak di kalangan murid. Tahun lalu, kalau nggak salah ngundang Fiersa Besari. Pas aku masih sekolah bahkan pernah datengin Tulus."
Zania hanya bisa bergumam takjub. Saat ini mereka sedang ada di depan lapangan, berbaur dengan para penonton lain yang kebanyakan adalah siswa. Di depan sana sedang ada pertunjukkan drama dari salah satu kelas.
"Nadin Amizahnya tampil satu jam lagi. Mau keliling di dalem dulu, nggak?"
"Emang boleh?"
"Siapa yang bilang nggak boleh?"
Zania hanya menggeleng, lantas tersenyum. Lantas, keduanya beriringan melangkah menuju salah satu gedung kelas. Seperti sudah bisa ditebak, area sana lebih sepi. Hanya ada segelintir siswa yang sedang berjalan dengan kesibukannya sendiri.
"Kamu dulu ada di kelas apa?" tanya Zania ketika mereka sedang menyusuri lorong kelas 12.
Auriga berhenti, lantas menunjuk sebuah papan kecil yang bertengger di atas pintu di depannya. Zania mengikuti arah telunjuk tersebut, dan bergumam tanpa sadar. "Kelas 12 IPA 4."
"Aku jadi pengen nanya ini setelah liat langsung kalau kamu dulunya alumni saintek."
Auriga menoleh. "Nanya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake Our Ineffable [Completed]
Romance"Lo mau move on, 'kan? Ya udah, tanggepin semua yang lagi deketin lo." "Nggak mau." "Nggak mau apa?" "Move on." "ZI!" ____ Zania merasa perjalanan hidupnya tidak ada yang sesuai dengan rencana. Gagal masuk Fakultas Psikologi. Gagal mendapatkan beasi...