Asta kembali berdesah guna mengenyahkan sesak yang mengimpit dada. Perbincangan dengan Ziel semakin membuat perasaannya berantakan, sebab Ziel tak dapat memberikan solusi. Dokter itu berkata, sulit untuk mendapatkan apa yang Asta mau, sekalipun bisa, akan memakan waktu.
Langkah pelan itu pada akhirnya terhenti, Asta duduk pada kursi kosong di sisi koridor yang cukup ramai lalu lalang. Ia mengepalkan tangan kuat-kuat sembari mencengkeram celana panjang abu-abu demi menenangkan diri atas segala hal yang terjadi.
Ia paham bila apa yang diinginkan tidaklah mudah untuk didapatkan. Sebab, Ziel pasti telah melakukan itu dari dulu seandainya bisa. Jangankan menyebutkan nama orang yang bertanggung jawab atas hidupnya, Mama bahkan hingga detik ini tak pernah menyebutkan namanya. Segala hal tentang masa lalu yang dimiliki seakan-akan hilang begitu saja.
Untuk kesekian kalinya Asta kembali berdesah dan mengusap wajah dengan kasar. Perhatiannya pun ia alihkan pada taman rumah sakit yang mulai ramai. Meski sadar dan paham bila mencari tahu tentang masa lalu Mama sangat sulit, tetapi ia tidak dapat menyerah. Asta merasa tidak bisa hanya diam dan menunggu lebih lama. Ia takut kehabisan waktu dan meninggalkan mamanya sendiri dengan kondisi seperti ini. Lantas apa yang harus ia lakukan?
"Asta!"
Asta yang sempat tenggelam dengan pikiran kusutnya sontak terkesiap. Ia pun menoleh dan mendapati mamanya bersama perawat yang biasa mendampingi. Tidak ada ekspresi berarti dari wanita itu, tatapannya kosong seperti biasa.
"Mama, ...."
Asta menarik kedua sudut bibirnya, meraih tangan mamanya yang kaku di atas pangkuan untuk digenggam. Tidak ada penolakan, dan hal itu tentu membuat perasaan Asta merasa lebih baik dari sebelumnya. Meski tak ada senyum dan sapaan hangat, tetapi Asta senang melihat kondisinya sekarang.
Asta pun beranjak dari duduknya, mengambil alih pegangan kursi roda dari Nura dan melangkah menuju ruang rawat Mama. Tidak ada percakapan berarti antara ia dan Nura yang berjalan di sampingnya. Keduanya sama-sama bungkam hingga beberapa langkah berlalu, sampai pada akhirnya kalimat wanita yang terikat hubungan spesial dengan Ziel itu bersuara.
"Kalimat 'semua akan indah pada waktunya', itu menjengkelkan, bukan? Orang-orang dengan mudah mengatakan hal itu, tanpa mereka tahu bila batas kesabaran tiap manusia berbeda-beda. Mungkin ada yang dengan ikhlas dan tangguh untuk menunggu, tetapi kebanyakan akan frustasi di tengah-tengah penantian hingga menyerah menanti waktu itu tiba."
Asta tersenyum menanggapi kalimat Nura. Ia tidak terkejut tentang bagaimana dan mengapa perempuan itu tau permasalahannya. Kedekatannya dengan Ziel pasti memudahkan Nura untuk tahu apa yang baru saja terjadi. Asta bahkan dapat menebak bila Ziel telah mengutus Nura untuk memberikan ketenangan yang tak mampu Ziel lakukan tadi.
"Mereka yang menyerah pasti memiliki alasan kuat, bukan hanya karena lelah untuk menunggu waktu itu tiba."
"Lalu, apa alasanmu?" Nura menatap Asta yang turut menghentikan langkahnya.
Asta mengeratkan genggamannya pada pegangan kursi roda mamanya. Tatapan keduanya beradu di tengah-tengah koridor, tanpa peduli beberapa orang yang berlalu lalang di sekitar. Semuanya berlangsung beberapa detik sampai Asta dengan cepat kembali menatap ke depan sebelum Nura berhasil merobohkan pertahanannya.
"Aku hanya berpikir, sekarang ingin menemukan orang yang bertanggung jawab terhadap kami, dibandingkan harus menunggu lebih lama," jawab Asta dengan tenang lalu kembali melanjutkan langkahnya.
"Lalu setelah menemukannya, apa yang akan kamu lakukan? Bagaimana bila ia mengelak dan menolak mempertanggungjawabkan perbuatannya?"
Kaki yang baru saja berayun kembali terhenti, Asta menatap Nura dan menyangkan keakraban di antara mereka. Ziel mungkin akan dengan mudah ia kecoh, tetapi tidak dengan Nura. Wanita itu sangat piawai untuk mencari tahu dan mengorek apa yang ada dalam pikiranya. Namun, untungnya hingga detik ini Asta masih dapat menyembunyikan segala emosinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA
General FictionBerbekal tekad dan secuil harapan, ia mulai mencari dan menelusuri jejak keberadaan orang yang harus bertanggung jawab atas hidupnya. Namun, di saat ia berpikir telah mencapai akhir dari pencariannya. Sebuah kenyataan justru berhasil memadamkan asan...