29 - Kenyataan

34 6 2
                                    

Pemuda pucat itu menatap langit-langit ruangan yang ia tempati tanpa semangat. Pikirannya kacau dan teramat berantakan, sampai-sampai terkadang ia kebingungan sendiri. Tak ada kalimat apa pun yang terucap dari bibir pucatnya sejak terbangun dari beberapa saat lalu. Asta masih bungkam hingga Manda yang berada di sampingnya tak menyadari bila dirinya telah terbangun sejak tadi.

Asta memejam sesaat, berusaha untuk tenang dan memahami semuanya. Entah berapa lama ia tak sadarkan diri, tetapi melihat langit mulai gelap dari celah jendela, membuatnya sadar bila begitu banyak waktu yang telah berlalu. Hari ini, semestinya menjadi hari bahagia untuk keluarganya. Namun, ia justru terkapar tak berdaya di ruangan ini bersama Manda yang terlihat sangat lelah.

Ia memejam, tak pernah menginginkan hal seperti ini. Asta ingin menyaksikan Regan mengucapkan ijab kabul, dan melihat kebahagiaan ibunya. Pemuda itu ingin melihat betapa cantik sang Mama di hari pernikahannya. Sayangnya, Asta harus melewatkan momen itu.

Kendati sangat kecewa karena tidak dapat menyaksikan prosesi pernikahan orang tuanya. Asta tetap merasa bersyukur karena acara itu tidak sepenuhnya batal, ketiadaan Regan dan Rein di sini cukup menjelaskan bila tetap melakukan rencana indah itu dengan baik. Saat ini, sang ayah mungkin telah berhasil mengucapkan ijab kabul dan sah menjadi suami-istri.

Asta mengulas senyum tipis, membayangkan betapa bahagia kedua orang tuanya saat ini. Rasanya, ia sudah tidak sabar untuk menyambut kedatangan mereka dan mengucapkan selamat pada pengantin baru itu. 

Sayangnya, itu semua hanya sebatas angan-angan. Bayangan kedua orang tuanya yang datang dengan penuh senyuman sirna begitu saja. Asta yang sebelumnya tenggelam oleh pikirannya, dibuat terkejut melihat Mama memasuki ruang rawatnya dengan penampilan yang teramat kacau. Air mata tampak jelas mengalir membasahi pipinya. Kantong mata yang membengkak terlihat begitu buruk, membuat sang mama sangat menyedihkan saat ini..

Asta menggigit bibir bawahnya, meremas selimutnya begitu kuat saat Rein histeris memanggil namanya dan langsung memeluk begitu erat. Tangisan mamanya yang begitu keras membuat Asta semakin kebingungan dan resah di tempatnya, tak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.

Anak tunggal dari Reinita Angraeni itu lantas mengalihkan pandangannya pada sang ayah. Pria itu terlihat sama kacaunya, rambut yang biasa tertata rapi kini berantakan membuat Asta semakin kebingungan. Asta bertanya-tanya dalam hati, berupaya menemukan alasan dari kesedihan orang tuanya. Hingga akhirnya, Asta paham dengan apa yang terjadi.

Menyadari tempat di mana dirinya berada, Asta mulai memahami semuanya. Hal-hal buruk yang ia duga selama ini, pada akhirnya benar-benar terjadi. Tampaknya, semua dugaan Asta benar. Bila perkiraannya tidak salah, maka saat ini dirinya sudah sekarat dan tidak akan hidup lebih lama lagi.

Sudah cukup lama Asta menduga semua ini akan terjadi. Semenjak pingsan saat di perjalanan pulang sekolah, Asta sudah menebak bila ada yang salah dengan tubuhnya. Dokter di klinik kala itu sangat menyarankannya untuk melakukan pemeriksaan di rumah sakit besar, tetapi Asta tak melakukannya.

Sepanjang jalan di hari itu, Asta terus memikirkan berbagai kemungkinan yang menjadi alasan dokter di klinik menyarakan hal itu. Hingga dirinya menarik kesimpulan bila ia mengidap penyakit serius. Asta beranggapan demikian bukan tanpa alasan, sebab jauh-jauh hari sebelum pingsan dirinya memang sudah merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya.

Alasan itu pula yang mendasari Asta bersikeras untuk segera menemukan ayah kandungnya, sosok yang seharunya bertanggungjawab atas hidup Asta dan mamanya. Ia benar-benar ingin menemukannya, karena takut bila umurnya begitu singkat. Asta ingin pria itu bertanggungjawab terhadap mamanya, di saat dirinya tidak dapat mendampinginya di masa depan.

"Rein, tenang."

Suara berat Regan yang bergetar akhirnya memecah tangisan riuh isak tangis dalam ruangan tersebut. Ia menarik Rein dari Asta, tak ingin pelukan erat itu justru malah semakin menyakiti putranya.

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang