08 - Kenapa harus iri?

59 7 1
                                    

Jemari panjang nan kurus itu masih setia mengusap lembut rambut wanita terkasihnya. Asta sama sekali tak merasa lelah, meski telah melakukannya hampir satu jam. Tatapannya tak pernah lepas dari wajah Mama yang kini telah lelap.

Beberapa waktu lalu, wanita yang sampai saat ini Asta pun tak tahu namanya telah mengamuk. Ia menjadi histeris, mengacak-acak rambutnya, bahkan berusaha menyakiti diri sendiri, setelah Asta menyampaikan akan menemui Karina Andriana.

Asta tak tahu apa penyebab pastinya, hingga Mama bereaksi demikian. Namun, ia sangat yakin bila menemui Karina akan membantunya menemukan petunjuk tentang masa lalu sang mama. Ia percaya, ada hubungan di antara mereka yang akhirnya membuat Mama seperti ini.

"Ma, aku pasti akan mencari tahu semuanya. Tentang siapa Mama, seperti apa Mama, dan siapa orang yang tega bikin Mama seperti ini," ucapnya sembari terus mengusap rambut mamanya.

Melihat wanita yang disayanginya begitu rapuh dan hancur seperti ini, membuat Asta merasa terluka. Bertahun-tahun ia menjadi saksi atas betapa kerasnya kehidupan wanita yang telah melahirkannya itu. Asta bahkan harus memahami keadaan mamanya di saat ia masih belum mengerti apa-apa.

Walaupun samar, Asta masih mengingat bila Mamanya pernah merawatnya penuh kasih, berjuang mati-matian untuk memberikannya hidup yang layak. Sampai akhirnya, Mama mulai berubah dari hari ke hari.

Mama menjadi lebih sering menghindarinya, menangis, berteriak histeris, hingga kadang melukai dirinya sendiri.  Asta bahkan kerap kali dibuat kebingungan saat Mama berbicara dengan kalimat yang tak ia pahami. Seakan-akan mengobrol dengan orang lain, tetapi nyatanya tak ada siapa pun selain dirinya.

Semakin lama, Mama semakin kehilangan kendali atas dirinya. Tak ada lagi suara lembutnya, senyum indah yang Asta sukai tak pernah lagi tersungging, bahkan sorot mata Mama pun semakin tak dapat ia pahami. Terkadang, Mama menangis, tertawa, dan mengamuk secara tiba-tiba. Tak jarang pula Asta menjadi korban bila Mama benar-benar kehilangan kewarasannya.

Sama seperti saat ini. Asta lagi-lagi harus menahan sakit akibat amukan Mama. Pemuda beralis tebal tebal itu meringis saat nyeri pada pundaknya kembali terasa. Tadi, Mama tanpa sengaja mendorongnya begitu keras hingga terbentur tembok, mengakibatkan pundak kirinya sedikit cedera.

"Sini, biar Om obati."

Asta tersentak, menoleh pada pria yang memasuki ruangan ibunya. Ia lantas menarik kedua sudut bibirnya, membiarkan Ziel duduk di sampingnya dan mulai mengobati pundaknya.

"Mamamu sudah tidur dengan nyenyak, kamu bisa berhenti mengusapnya. Istirahatlah."

"Nggak apa-apa, Om. Tangan kananku baik-baik saja," balas Asta yang kembali memandangi wajah Mama yang begitu ayu.

"Kira-kira, seperti apa kehidupan yang Mama jalani sebelum hidupnya hancur seperti ini?"

Asta bertanya tanpa mengalihkan pandangannya, tetapi Ziel paham bila itu tertuju untuknya. Ia lantas menghela napas panjang. Merapikan kembali obat dan peralatannya usai mengobati pundak Asta. Sebenarnya, ia pun cukup penasaran tentang masa lalu wanita itu. Namun, hingga detik ini ia tak dapat mendapatkan petunjuk apa pun.

Bertahun-tahun pula wanita itu telah menjalani pengobatan di rumah sakit ini. Berbagai upaya pengobatan pun telah diberikan, tetapi tak begitu berarti. Seperti ada sesuatu yang membuat wanita itu lebih sulit untuk pulih, dibandingkan pasien dengan keadaan yang sama.

"Semoga akan ada titik terang setelah kamu bertemu dengan Karina," ucap Ziel menatap Asta begitu dalam. Cukup iba melihat betapa kerasnya hidup yang dijalani anak itu.

Asta mengangguk, mengaminkan dalam hati doa Ziel. Berharap Karina Andriana dapat memberikan jawaban atas semua keingintahuannya. Sungguh, ia berharap banyak kepada penulis ternama itu.

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang