30 - Bahagia dan Luka

45 6 1
                                    

Asta yang tengah bersandar pada ranjang yang sedikit dinaikkan itu menatap bingung keadaan orang-orang di depannya. Ia mengerutkan kening melihat aktivitas tak lazim dalam ruang rawat yang semestinya tenang. Orang-orang tampak begitu sibuk keluar-masuk, dan menata sekitar setelah sebuah karpet digelar di tengah-tengah ruangan.

Tempat itu menjadi semakin ramai akan kehadiran beberapa pria dewasa tak dikenalnya yang mengenakan jas rapi,  juga saat ada beberapa orang  yang sempat singgah untuk mencari tahu apa yang terjadi. Beberapa orang kemananan serta perawat, bahkan sampai turun untuk menjaga keadaan tetap kondusif.

Asta menatap keramaian ruangannya dengan kening menukik tajam, bingung dengan situasi sekarang. Ia yang baru bangun beberapa saat lalu sangat terkejut dan bingung melihat orang-orang di ruangannya begitu sibuk, tak lama setelahnya beberapa pria dewasa berpakaian rapi datang.

Ruangannya pun menjadi lebih luas dari sebelumnya, beberapa ranjang kosong digeser entah ke mana, hingga hanya ranjangnya juga milik dua pasien lainnya. Ia sungguh tak mengerti tentang apa yang terjadi selama dirinya terlelap. Asta bahkan tak mengingat apa yang terjadi setelah merasakan sesak dan sakit kepala yang begitu menyiksa, usai perbincangan dengan orang tuanya yang membuatnya merasa bersalah.

"Yut, ada apa, sih?" tanya Asta dengan suara seraknya.

Ia sungguh kebingungan dengan keadaan saat ini. Selain itu, sejak tadi ia tidak melihat keberadaan keluarganya. Hanya ada Yuta yang menemaninya sejak tadi. Namun, alih-alih menjawab, Yuta justru beranjak darinya.

Pemuda itu menghampiri salah satu dari pria dewasa berpakaian rapi yang datang menghampiri mereka. Yuta menjulurkan tangannya, tampak senang menyambut kedatangan orang itu. Asta semakin mengerutkan kening di tempatnya bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi saat ini.

"Jadi ini, ya, yang namanya Asta?" tanya pria bertubuh bertubuh gempal yang kini telah berada di samping Asta.

Senyum dan nada suara yang ramah membuatnya cukup merasa nyaman, tetapi semakin menambah kebingungan Asta saat ini. Bertanya-tanya tentang siapa orang itu, alasan kehadiran mereka, hingga alasan mengapa ia dikenal oleh pria asing itu.

"Iya, Pak. Kondisinya tidak memungkinkan untuk keluar. Jadi, Om Regan dan keluarga lainnya sepakat untuk mengadakan prosesi akad nikahnya di sini.  Alhamdulillah, pihak rumah sakit juga, Bapak mengizinkan. Padahal, Om Regan menghubunginya tadi dadakan banget, kan. Terima kasih sudah bersedia untuk datang," ucap Yuta dengan begitu sopan. benar-benar berterimakasih atas kesediaan orang itu beserta para timnya untuk datang.

"Alhamdulillah, kami paham situasinya setelah Pak Regan menjelaskannya tadi. Kami sama sekali tidak keberatan untuk itu," balas pria tersebut sambil menepuk pundak Yuta.

Asta yang sejak tadi hanya mendengarkan perbincangan tersebut, tanpa ada niat untuk ikut bergabung. Pada akhirnya, Asta pun mengerti alasan  dari semua ini. Tentang siapa orang-orang itu, juga alasan kehadiran mereka saat ini.

"Yut, ...." Asta memanggil dengan lirih, suaranya tercekat karena sesak yang sejak semalam menyiksanya. Ia bahkan sampai harus memakai selang oksigen sejak beberapa waktu lalu.

Yuta menoleh setelah melihat pria tadi telah duduk nyaman pada karpet yang disediakan. Ia mengulas senyum, mengusap rambut Asta dengan begitu lembut, berhati-hati bila akan menyakiti adiknya itu. Ia sadar adiknya butuh penjelasan atas situasi yang terjadi sejak tadi, tetapi Yuta belum sempat untuk mengatakan apa-apa.

Ia terlalu sibuk mengawasi orang-orang di sekitar, menjalin komunikasi dengan beberapa orang melalui ponselnya, hingga tak sempat menjelaskan apa pun pada Asta.

"Sebentar lagi, Om Regan sama Mamamu akan nikah. Mereka saat ini lagi bersiap-siap di ruangan sebelah," ucap Yuta sambil merapikan kardigan yang dikenakan Asta.

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang