Ruang rawat yang semestinya tenang, kini menjadi gaduh. Gadis di atas ranjang rumah sakit itu histeris, meraung, dan melempar apa pun di sekitarnya. Ia tidak dapat menerima semua yang diceritakan sang ayah. Kekecewaan mendalam dirasakan Manda saat mengetahui bila ayahnya sempat berbuat tidak senonoh dengan wanita lain, bahkan beberapa hari sebelum pernikahan kedua orang tuanya.
"Manda, tenang, Nak." Regan berusaha merengkuh sang putri, tetapi Manda terus mendorongnya untuk menjauh.
"Lepas! Aku nggak mau sama Ayah! Lepas!" teriak Manda kembali memberontak, tanpa peduli perih di punggung tangannya akibat jarum infus yang tak lagi berada di tempatnya.
Regan yang melihat darah menetes semakin banyak dari tangan anaknya dibuat panik. Tak ingin semua semakin kacau, ia terpaksa membawa Manda dalam peluknya secara paksa. Tak lagi melepaskan putrinya meski tubuhnya harus mendapatkan pukulan bertubi-tubi, hingga terdorong beberapa kali.
"Ayah minta maaf. Tolong maafkan Ayah, Nak." Regan berucap dengan suara bergetar yang terdengar jelas, tak kuasa menahan air matanya. Merasa benar-benar gagal menjadi seorang ayah.
"Ayah memang mencintai orang lain sebelum menikahi ibumu. Tapi, Ayah sama sekali tidak pernah berniat menyakiti ibumu. Sekalipun kami dijodohkan waktu itu, Ayah selalu berusaha untuk mencintai, dan jadi suami yang baik untuknya, terlebih dengan adanya kamu," ucap Regan yang terus-menerus mengusap punggung Manda hingga lebih tenang. "Maafkan Ayah, Nak."
Perlahan ruangan itu menjadi lebih hening dari sebelumnya, hanya tersisa suara isak-isakan dari Manda yang mulai lemas, tetapi terlihat nyaman dalam pelukan ayahnya. Manda tidak lagi memberontak, tenaganya seakan habis setelah berteriak dan menangis sejak tadi. Ia kini hanya dapat diam dan mendengar segala kalimat ayahnya yang terdengar parau.
Kata maaf yang terus terucap membuatnya merasa muak, tetapi ia tidak mampu menyalahkan sang ayah. Semua memang kesalahan ayahnya sebagai laki-laki, tetapi Manda pun paham bila Regan saat itu tak dapat mengendalikan diri sepenuhnya. Ia tahu ayahnya sebaik apa selama ini, dan mungkin bila saja pria itu menyadari dan tahu kesalahannya sejak awal, maka bisa jadi dirinya tidak akan menjadi putri dari seorang Regan. Sebab, Regan pasti akan lebih memilih wanita yang dicintainya, terlebih setelah mengetahui perbuatannya.
Manda kembali menjatuhkan air matanya. Ia kini tidak lagi berusaha mengusir ayahnya. Perlahan kedua lengannya pun terangkat dan mulai melingkar di tubuh kekar sang ayah. Ia tidak memiliki pilihan, meski berat terpaksa menerima apa yang terjadi saat ini.
"Ayah tidak akan meninggalkan aku, kan, setelah tahu punya anak dari perempuan yang pernah Ayah cintai?"
Regan sontak menggeleng dengan cepat, melepaskan pelukan Manda, dan menatap wajah putrinya. "Tidak akan, kamu anak Ayah. Anak dari perempuan yang Ayah juga cintai," ucapnya sambil mengusap rambut Manda.
Ia kemudian berbalik mencari keberadaan putranya yang sejak tadi hanya diam menyaksikan semuanya. Asta berdiri di belakangnya dengan raut wajah yang membuat Regan merasa semakin sesak. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang.
"Sini, Nak."
Asta tak serta-merta mematuhi Regan. Ia masih bertahan di posisinya, menatap sang ayah dan Manda yang terlihat begitu terluka. Melihat betapa terpukul dan kacaunya mereka membuatnya perasaannya berantakan. Ia telah menorehkan luka yang begitu dalam pada adiknya. Seandainya, ia bisa menjaga ibunya untuk waktu yang lama, tentu Asta tidak akan melakukan hal ini. Mengacaukan keluarga Regan yang penuh kasih sayang demi mendapatkan pertanggungjawaban.
"Asta, sini, Nak. Pelan-pelan adekmu pasti akan terima," ucap Regan begitu lembut.
Asta pun perlahan memupus jarak dari ayah dan adiknya, berdiri tepat di samping Regan. "Mamaku mungkin perempuan yang ia cintai. Tapi, itu sebelum dia mencintai ibumu sepenuh hati," ucap Asta pada akhirnya dengan sedikit tercekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA
Художественная прозаBerbekal tekad dan secuil harapan, ia mulai mencari dan menelusuri jejak keberadaan orang yang harus bertanggung jawab atas hidupnya. Namun, di saat ia berpikir telah mencapai akhir dari pencariannya. Sebuah kenyataan justru berhasil memadamkan asan...