Chapter 10

2.5K 162 30
                                    

Happy reading ⊂⁠(⁠◉⁠‿⁠◉⁠)⁠つ






Eren mengunci pintu kamarnya. Merutuki kebodohannya sendiri bahkan beberapakali dirinya memukul kepalanya.

" Sial, sial. Aku seharusnya tidak menciumnya. Bodoh Eren kau bodoh! " geramnya

Ia menarik-narik pakaiannya saat rasa gerah menyerbunya. Ingatannya kembali memutar dengan jelas ekspresi wajah Levi yang begitu berantakan. Sangat imut hingga Eren tak tahan. Ia menggeram rendah, mencoba menekan keinginannya untuk kembali ke kamar Levi dan menyerangnya lagi.

Eren mengacak-acak surai panjangnya. Sejak kapan dirinya memiliki pemikiran mesum seperti ini?! Eren merasa frustasi, ia melepaskan semua pakaiannya dan pergi ke kamar mandi. Berharap air hangat bisa menenangkan pikirannya.

Cukup menenangkan pikirannya dari hawa nafsu sesaatnya. Lelaki berambut brunette itu merasa kalut kala teringat ia tadi meninggalkan Levi sendirian di lantai. Ia khawatir kalau Levi ketiduran di lantai yang dingin.

Akhirnya, Eren memutuskan pergi ke kamar Levi. Pintunya belum terkunci, firasatnya berkata kalau sang empu tertidur. Dan benar saja, Eren menemukan Levi masih terbaring di atas lantai. Tertidur begitu pulas.

Eren menutup mulutnya, rona merah muda muncul di pipinya.

' Apa ciumanku tadi terlalu berlebihan...' pikirnya

Tubuh mungil Levi mendarat pelan di atas kasur. Hari sudah sore, seharusnya sebentar lagi waktunya makan malam. Namun, Eren tak tega membangunkannya. Jadi ia membiarkan Levi melanjutkan tidur lelapnya.

Sebelum pergi Eren menyelimuti tubuhnya dan mengelap saliva bekas ciuman mereka yang tertinggal di dagu si raven. Usapannya terhenti tepat di bibir ranum dan kenyal itu, hanya melihatnya saja sudah membuat jantung Eren berdebar tak karuan.

' Tidak, tidak, Levi dan aku adalah saudara. Aku sudah berjanji tidak akan menyukainya.' ucapnya dalam hati

Takut keadaan semakin buruk. Si brunette bergegas keluar dari kamar Levi. Kemudian turun ke lantai bawah untuk menemui ibunya yang tengah menyiapkan makan malam nanti. Eren duduk di kursi, matanya menyorot ke punggung belakang ibunya.

" Apa ada sesuatu di punggung ibu? "

Eren tersadar dari lamunannya, " Ah tidak aku hanya melamun."

" Pasti ada sesuatu hingga membuatmu melamun. Katakan saja pada ibu."

Menghela nafas panjang Eren mulai menjelaskan masalahnya kepada ibunya. Bukan tentang dirinya dan Levi akan tetapi tentang adegan ciuman yang  terpaksa ia lakukan.

" Yasudah turuti saja kemauan mereka."

" Bukankah ibu sebelumnya tidak setuju? "

Carla mematikan kompornya lalu membalikkan badannya menatap putranya.

" Yaah mau bagaimana lagi, itulah resiko menjadi seorang aktor. Kau dituntut agar bisa bersikap profesional."

Eren diam. Terlihat sedang memikirkan perkataan ibunya itu, memang benar dirinya harus bersikap profesional. Jika tidak maka gelar aktor mungkin tak layak untuknya. Mengingat disetiap film yang ia tonton, adegan ciuman adalah hal yang paling umum terjadi.

" Baiklah aku akan melakukannya."

Drap

Drap

Bunyi langkah kaki terdengar berasal dari tangga. Tanpa melihat pun, mereka berdua sudah tahu siapa pemilik langkah tersebut. Carla tertawa lebar melihat Levi yang mengintip Eren dari balik tembok, ia tidak tahu apa yang membuat Levi menjadi malu-malu kucing seperti itu.

Need You Badly [EreRi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang