4

433 44 3
                                    

"Kakakmu memang gila!" Bas membanting tas isi belanja bulanan di depan Ta. Ta terhenyak, lalu menggeleng-gelengkan kepala.

"Mungkin efek terlalu lama menduda," Ta justru ikut mencibir kakaknya sendiri.

"Kurasa begitu. Aku juga sependapat. Aaargh, harga diriku hancur. Kenapa dia tidak memberiku hukuman yang berkelas?" Bas berguling-guling di lantai. Ta hanya meliriknya.

"Lihat saja tingkahmu. Apa pantas diberi hukuman berkelas?" Ta mencemooh. Membuat Bas makin kesal.

"Kau tau, jika hukumanku tak segera dicabut, 3 bulan kemudian aku yang akan gila. Kenapa Venice hanya mengenal bebek di dalam hidupnya? Aaaargh," Bas semakin mendramatisir keadaan. Image cool pada dirinya hancur tak bersisa.

"Hahahaha, hei! Dia keponakan kesayanganku!" Ta justru tertawa terbahak-bahak melihat reaksi berlebihan Bas.

"Bagaimana cara kalian membesarkannya selama ini? Kenapa dia seperti itu?" Bas masih berteriak tak terkendali.

"Ckckckck, jika kakakku mendengar kau mengatakan ini, hukumanmu jelas akan ditambah," Ta berhenti tertawa dan mulai kesal. "Dan ingat, dia keponakan kesayanganku," ucapnya sambil memukul kepala Bas.

"Iya, aku tahu. Maksudku bukan begitu," Bas sedikit menyesal. Dia sadar ucapannya terdengar kasar. Apalagi, dia tahu benar apa yang terjadi di kehidupan Bible, Ta, dan Venice. Tak seharusnya dia berkata seperti itu. "Sorry."

"Hn...," Ta mengangguk. Dia tak benar-benar akan marah pada Bas. "Aku tahu kau tak bermaksud begitu."

Bas mulai tenang. Tak lagi berlebihan. Lagipula, itu sama sekali bukan karakternya. Dia hanya menjadi berlebihan karna tak terbiasa menghadapi Venice. Seharian ini, dia hanya begitu lelah dengan hukuman menyebalkan dari Bible.

"Hanya 3 bulan. Itu tidak akan buruk. Nanti kau juga terbiasa," Ta berniat membesarkan hati Bas. Namun, justru itu mengingatkan Bas bahwa dia masih harus melaluinya 3 bulan ke depan. Sedangkan, baru sehari saja dia merasa sudah tak sanggup.

"Kau sendiri bagaimana? Hukuman apa yang kau terima?" Bas mendekat. Ingin mendengar jelas apa hukuman Ta dari Bible. "Aku tidak akan rela jika Bible menoleransimu. Bagaimana pun, kau tetaplah dalang di balik semuanya."

"Hah...," Ta mendesah lelah. "Phi Bib akan mencari tutor Fisika untukku," wajah Ta berubah menjadi memprihatinkan.

"Ha?" Bas tak percaya dengan apa yang dia dengar.

"Phi Bib paling tau cara menyiksa orang lain," Ta terdengar putus asa.

"Tapi, bukankah kakakmu tak pernah memaksamu untuk bisa di bidang yang memang tak kau kuasai? Bukankah dia selama ini membebaskanmu untuk menekuni apa saja bidang yang kau suka? Toh, nilaimu di pelajaran lain tak buruk," Bas masih tak percaya dengan apa yang dia dengar.

"Hn..., itu benar. Hah, dia memang sengaja melakukannya. Dia bilang itu hukuman yang pantas untukku," Ta mengingat kembali bagaimana kakaknya memberi hukuman itu bahkan tanpa marah-marah. Hanya nada ringan dan lembut seperti biasa, tapi tak terbantahkan.

"Lalu, apa itu hanya akan menjadi sebuah privat saja? Kalau begitu, itu bukan hukuman yang berarti," Bas akhirnya berpikir ini tetap tidak adil.

"Tentu saja tidak. Phi Bib menetapkan standar minimal nilai fisika-ku. Jika dalam dalam 3 bulan nilaiku tidak memenuhi standar minimalnya, maka hukumanku akan ditambah lagi 3 bulan," kini Ta sama putus asanya dengan Bas.

"Hagagagagag, nah itu baru adil," dan akhirnya Bas bisa tertawa lepas. Kini Ta yang ingin berguling-guling di lantai. "Hanya 3 bulan. Itu tidak akan buruk. Nanti kau juga terbiasa," tawa Bas makin keras.

.

.

.

"Daddy... Daddy...," Bible menoleh ke arah suara yang datang dari depan pintu. Membukanya dan menemukan sosok mungil berdiri di sana dengan boneka kuning di pelukannya.

"Apa sayang?" tangannya mengurai lembut rambut hitam yang mulai nampak panjang.

"Gambar bebek," si mungil menunjuk-nunjuk bonekanya.

"Venice sayang, Daddy kerja dulu ya. Sepuluh menit saja. Memang uncle Bas di mana?" Bible memindahkan tangannya dari rambut ke pipi chubby si mungil yang bernama Venice itu. Mengusap-usapnya lembut.

"Gambar bebek," Venice menggeleng-gelengkan kepalanya. Wajahnya cemberut. Dia merajuk.

Bible tahu, ini tidak akan berhasil. Venice akan terus merengek sampai keinginannya terpenuhi. Salahnya memang, terlalu memanjakannya.

Kedua tangannya terangkat untuk menggendong si mungil Venice. Membawanya masuk dan mendudukannya di ranjang.

"Oke. Tunggu di sini dengan tenang. Daddy gambar dulu bebeknya," akhirnya Bible hanya akan menyerah.

Satu-satunya yang tak bisa dia tolak permintaannya.

.

.

.

###

"Bagaimana bokongmu?" setelah melontarkan pertanyaan itu, Apo mendapat tepukan hangat dari Build tepat di bibirnya. "Aku hanya mengkhawatirmu."

"Bisakah ucapanmu seperti kaum terpelajar?" Build siap memukul lagi.

"Memangnya bagaimana ucapan kaum terpelajar? Manis seperti janji mantan?" Apo justru mengejek. Build benar-benar melayangkan satu pukulan ke bagian belakang kepalanya.

"Berisik!" Build paling malas menanggapi kelakuan sahabat karibnya itu.

"Serius, kau sudah baik-baik saja?" kali ini Apo menunjukkan wajah khawatir yang dibuat seberlebihan mungkin. Membuat Build benar-benar kesal.

"Baik. Baik sekali, Apo-ku sayang. Memang apa yang bisa terjadi padaku? Having sex takkan membuatku mati," Build menjawab dengan geram.

"Ckckckck, jaga ucapanmu! Bicaralah seperti kaum terpelajar," Apo membalas. Build hampir memukulnya lagi, tapi tangan Apo lebih cekatan kali ini. Dia berhasil menghalau tangan Build yang siap melayang.

"Berhentilah bercanda. Kau tidak kuliah? Atau kerja sana! Aku bosan melihatmu," Build mengubah topik pembicaraan.

"Hey! Ini kamarku juga. Kau tidak berhak mengusirku. Kuliahku ganti jam tayang. Saat ini Mr. Mile sedang di ambang kematian," jawab Apo asal.

"Jaga ucapanmu. Kau ini benar-benar!" Build sudah tidak tahu lagi bagaimana cara menghadapi Apo yang suka bicara sembarangan.

"Wkwkwk, kenapa? Dia bilang dia sakit. Bukankah itu artinya dia di ambang kematian? Hah, dia memang sudah waktunya bertegur sapa dengan malaikat maut. Tak banyak yang mengharapkan kehidupannya di dunia ini," Apo terus saja bicara semaunya. Build sudah terlalu paham karakter Apo, tapi tetap saja dia merasa kesal tiap kali mendengar Apo berbicara seperti itu.

"Hanya karna dia memberimu nilai jelek hingga kau harus mengulang, kau sampai begitu bencinya," Build mencibir.

"Mahasiswa kesayangan dan Asdos kebanggaan sepertimu tidak akan mengerti," Apo justru semakin mengolok-olok Build.

"Yah. Kita memang berada di level yang berbeda," Build justru tersenyum menyebalkan. Kali ini Apo yang ingin memukulnya.

Ddrtt... ddrtt....

Satu pesan masuk ke ponsel Build.

From: Jeff

Butuh uang tidak? Ada lowongan tutor fisika. Mau?

.

.

.

TBC

Is It Ok?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang