20

440 55 3
                                    

"Saya... saya tutor Ta. Iya, saya tutor Ta," Build berusaha sekuat tenaga untuk tidak terlihat gugup. Namun, suaranya gagal menyembunyikan itu.

"Owh, begitu. Kalau begitu perkenalkan, namaku Jane. Ibu dari Venice," Jane tersenyum ramah sambil mengulurkan tangan kanannya untuk menjabat Build. Build membalas jabatan itu setelah meletakkan pesanan di meja. Tangannya basah oleh keringat. Juga sedikit bergetar tanpa sebab.

"Iya, saya tau. Hai. Ehm... senang bertemu Anda," ucap Build berusaha membalas keramahan Jane.

"Aww, kau tau? Maksudmu, kau mengenalku?" kali ini Jane menatap Build dengan serius. Mengingat-ingat apakah mereka pernah bertemu sebelumnya.

"Ti...tidak. Tidak. Saya hanya tau dari Khun Bible. Iya, hanya sekedar tau," Build menjawab cepat.

"Bible? Dia memberitaumu? Tentangku?" Jane makin mempertajam tatapannya. Membuat Build sadar bahwa dia salah bicara.

"Ya. Ehm... ya," Build tak tau harus bicara apa lagi. Makin banyak dia bicara, dia takut makin membuat ini menjadi sulit. Dia hanya ingin segera kembali ke tempatnya saja. Meninggalkan Jane yang penuh tanya dan Venice yang kini menatapnya masih penuh dendam. Ah, dia lupa telah menyakiti hati si mungil pada pertemuan terakhir mereka.

"Jadi... kalian sedekat apa?" pertanyaan selanjutnya terdengar mengambang. Build terhenyak mendengarnya.

"Tidak. Tidak begitu. Khun Bible bosku karna dia kakak dari Ta, kan?" Build membuat gerakan silang dengan kedua tangannya. Tau bahwa pikiran Jane mulai jauh.

"Bible tidak akan menceritakan tentangku begitu saja pada seseorang yang tidak dekat dengannya," kali ini Build kehilangan kata-kata. Otak pintarnya berputar keras untuk menemukan alasan yang tepat untuk segera menyudahi percakapan ini. Dia tidak seharusnya terlibat dalam suasana canggung ini.

"Tidak begitu. Maksud saya.... Tidak dekat. Saat itu Khun Bible hanya cerita biasa saja. Hanya berbincang basa basi saja," Build sudah akan mengakhirinya dengan pekerjaan sebagai alasannya. Namun, Jane tidak membuat ini menjadi mudah.

"Benarkah?" tanya itu cukup mengintimidasi Build. "Bible yang kukenal tidak akan membicarakan hal semacam itu untuk sekedar basa basi."

"Maaf, saya harus kembali bekerja. Selamat menikmati makanannya," Build tak tahan. Bukan tugasnya untuk membuat wanita itu tidak salah paham. Toh, dia tidak bohong saat mengatakan bahwa dia tau tentang wanita itu dari Bible. Selebihnya, harusnya tidak menjadi urusannya, kan?

"Tunggu! Ehm, siapa namamu tadi?" Jane benar-benar tidak melepaskannya dengan mudah. Build sudah siap berbalik saat Jane memastikan namanya.

"Biu. Saya Biu," Build tidak ingin memikirkan dampak apa yang akan dia hadapi jika menyebut namanya.

"Biu. Nama yang lucu," Jane tersenyum. Tak terbaca oleh Build arti senyum itu. Di sisi lain, si kecil Venice mulai mencomot pisang coklat di piring kecil. Masih dengan lirikan matanya yang tak bersahabat.

"Saya permisi," Build menundukan kepala dan siap beranjak.

"Oh ya, karna Bible sudah memberitahumu, jadi kau sudah tau kan kalau aku mantan istrinya?"

.

.

.

###

"Ble, mantan istrimu membawa Venice keluar. Aku sudah melarangnya, tapi dia justru mengancamku," Bas berlari panik saat melihat Bible masuk dari pintu utama. Bas sedang dalam tugasnya menjaga Venice saat Jane datang dan ingin membawa putranya. Bas tidak bisa menahannya karna Venice memang ingin ikut dengan wanita yang melahirkannya itu. Dan lagi, Bas memang tak punya hak apapun untuk melarang Jane membawa putra kandungnya sendiri.

"Jangan berlebihan. Venice hanya pergi dengan ibunya. Bukan orang lain," seperti yang sudah Bas duga, reaksi Bible akan mengecewakannya.

"Kau memenangkan hak asuh bukan tanpa alasan, Ble!" Bas terbawa emosi. Tiap kali dia masuk dalam ranah konflik pribadi sahabat sekaligus bosnya itu, Bas akan menjadi lebih emosional.

"Jane memberikan hak asuh itu padaku. Jangan bicara seolah kami berperang untuk memperebutkan Venice. Jane berhak bertemu putranya, begitu pun Venice. Dia berhak bertemu ibunya," Bible masih berusaha tenang meski ada sedikit percikan dalam raut wajah kerasnya.

"Terserah. Tak ada gunanya aku bicara dengan orang keras kepala sepertimu," Bas lebih memilih menyerah. Dia tau, betapun dia berusaha, dia tak kan bisa mengubah sudut pandang Bible tentang wanita itu.

.

.

.

Usai Bas pergi, Bible mengamati layar ponselnya. Tak ada satu pun pesan atau panggilan dari mantan istrinya. Akhir-akhir ini, Jane menemui bahkan membawa Venice tanpa izinnya. Biasanya, wanita yang pernah hidup bersamanya itu akan memberi kabar apa pun sebelum menemui putranya.

"Apa yang sedang kau rencanakan, Jane?"

###

Jam menunjukkan pukul 8 malam saat Apo baru saja pulang dari kerja paruh waktunya. Build sudah di rumah lebih dulu. Saat ini Build sedang berkutat dengan laptop milik Apo untuk menyelesaikan projek bersama dosennya.

"Aagh, badanku pegal sekali," Apo berguling di ranjangnya masih dengan sepatu di kakinya. Build hanya meliriknya sekilas, lalu kembali fokus pada layar laptop. Tugasnya harus selesai malam ini juga, sebelum hari berganti. Dia tak ada waktu untuk mengomel pada Apo.

"Biu, aku lapar," Apo mencebik, meski Build tak kan melihat ekspresi itu.

"Masih ada telur di kulkas," jawab Build singkat. Apo melihat ke arah dapur. Tubuhnya yang lelah membuatnya enggan beranjak.

"Aku malas memasak. Tubuhku lemas sekali. Seharian ini aku bekerja terlalu keras. Untuk berdiri saja, sepertinya kakiku tidak sanggup," Apo terus merengek hingga memaksa Build untuk beranjak dari kursinya. Dengan langkah kaki yang dijejakkan ke lantai penuh kesal, Build menuju ke dapur. Mengambil teflon, menuang sedikit minyak, memecah telur di atasnya, lalu memicingkan mata ke arah tumpukan daging di ranjang itu.

"Aww, Biubiu adalah yang terbaik. Kau memang orang yang paling mencintaiku di dunia ini."

.

.

.

TBC

Is It Ok?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang