24

709 58 19
                                    

Keadaan menjadi canggung saat Bas datang bersama dua cangkir teh hangat. Menyuguhkan di meja, Bas mempersilakan kedua tamunya. Bas melirik mata Build yang sembab, juga wajah khawatir sahabat sekaligus bosnya yang tak kunjung memudar. Kemudian, berdeham sejenak untuk sedikit mencairkan suasana.

"Minum dulu. Agar badan kalian hangat," ujar Bass.

Bible mengangkat cangkir lebih dulu, namun diserahkan pada Build. Build menerimanya masih dengan kecanggungan yang sama.

"Hati-hati, masih panas," Bas bergidik mendengar suara lembut Bible. Bukan pertama kali Bas mendengarnya. Pada dasarnya, suara Bible memang cenderung terdengar lembut. Namun, lembut yang kali ini berbeda.

Mereka berbincang singkat. Tentang penyerangan yang terjadi pada Build juga tentang rencana Bas dan Bible untuk menyelidikinya. Awalnya, Build keberatan. Dia benar-benar tak ingin melibatkan orang lain dalam masalahnya. Namun, lagi-lagi Bas dengan bangga mengatakan bahwa dia memang suka ikut campur dalam urusan orang lain.

.

.

.

Setelah menghabiskan teh hangat yang disuguhkan oleh Bas, Bible dan Build berpamitan. Sebenarnya, Bas sudah menawari mereka untuk menginap saja karna waktu sudah lewat tengah malam. Namun, Build menolaknya. Begitu pun Bible. Dia sudah menawari Build untuk menginap di rumahnya. Akan tetapi, lagi-lagi Build menolaknya.

Saat ini, pikiran Build sedang berkecamuk. Penyerangan tiba-tiba yang dia alami, mau tidak mau membawa banyak kekhawatiran dalam benak Build. Apakah neneknya baik-baik saja? Lalu, bagaimana dengan Apo? Apakah Apo mendapat penyerangan yang sama? Atas dasar itu Build bersikeras ingin pulang. Setidaknya, dia harus memastikan bahwa roommate-nya dalam keadaan baik-baik saja. Lalu, dia juga harus segera menghubungi neneknya. Sebelum tau siapa pelakunya, Build hanya bisa memikirkan bahwa mereka adalah suruhan rentenir. Wajar saja, selama ini Build tak pernah merasa memiliki musuh. Jangankan musuh, berinteraksi dengan orang lain saja jarang sekali dia lakukan.

Tak satu pun dari Bible maupun Bas yang bisa mengalahkan keras kepalanya Build. Meski keduanya meyakinkan bahwa mereka akan mengawasi teman dan keluarganya, Build tetap bersikeras untuk pulang. Di sisi lain, Bible tidak bisa membiarkan Build pulang begitu saja. Membiarkan Build tanpa pengawasan setelah kejadian yang hampir merenggut nyawanya, itu hal yang mustahil bisa Bible lakukan. Berbagai cara Bible lakukan untuk membujuk Build, tetapi laki-laki itu benar-benar tak terkalahkan. Akhirnya, dengan terpaksa, Bible harus mengantar Build pulang.

Selama perjalanan, keduanya saling terdiam. Larut dalam pikiran masing-masing. Build dengan Apo dan neneknya, Bible dengan agenda kekhawatiranya. Dalam kepalanya, Bible mulai merangkai segala macam skenario untuk bisa menjaga Build tanpa Build harus merasa tak nyaman. Seseorang seperti Build, tidak akan menerima hal semacam itu dengan mudah. Harga diri laki-laki itu sangat tinggi. Terlalu tinggi. Bible tak yakin dapat meluluhkannya dengan mudah.

"Soal ponselmu ..., maaf," ucapan Build terdengar lirih di tengah malam menjelang pagi yang sepi itu. "Aku janji akan menggantinya."

"Jangan dipikirkan. Aku akan belikan yang baru," Bible menjawab cepat. Lupa bahwa laki-laki di sampingnya itu mudah sekali tersinggung akan hal-hal semacam itu.

"Tidak! Ponselku sudah kembali. Dan aku tetap akan mengembalikan ponselmu," Bible hampir saja membenturkan kepalanya pada kemudi mobil. Lagi-lagi dia salah bicara. Mungkin, bicara dengan Build memang sesulit itu.

"Hn...," Bible tak ada pilihan lain. Dia hanya mengiyakan cepat. Tak ingin membuat Build makin kesal dengannya.

.

.

.

Fajar hampir muncul saat mereka berhenti di depan gerbang tempat tinggal Build. Itu adalah rumah susun. Ada sekitar 9 lantai. Bukan rumah susun mewah ataupun kumuh. Hanya rumah susun biasa di pinggiran kota.

Is It Ok?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang