19

353 44 0
                                    

Apo baru saja menyuap nasi di sendoknya saat Buid masuk ke kamar mereka dengan mata yang sembab. Akhir-akhir ini suasana hati roommate-nya itu benar-benar terlihat buruk. Namun, Build yang dulu dia kenal tak pernah menunjukkan keputusasaan sedalam ini.

"Apa lagi yang terjadi?" Apo kehilangan selera makannya. Dilihatnya Build hanya menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaannya.

Meletakkan tas ranselnya, Build langsung merebahkan diri ke ranjang. Menutup wajahnya dengan bantal. Apo hanya melihatnya dengan prihatin.

Kapan hidup mereka akan membaik?

"Ada sup iga di kulkas. Dari Phi Tong. Hangatkan saja kalau nanti mau makan," Apo kembali fokus ke makanannya sendiri. Setidakselera apa pun, Apo butuh energi untuk menghadapi kehidupan yang berat ini.

.

.

.

"Kau berangkat ke kafe jam berapa?" Apo sudah rapi dan bersiap untuk kembali memeras keringatnya. Sebaliknya, Build masih belum bergerak dari ranjang.

"Jam berapa sekarang?" Build akhirnya bersuara. Samar-samar, Apo mendengar ada serak di sana.

"Masih ada 30 menit sebelum kau terlambat," Apo menjawab sambil mengamati gerak jarum jam di pergelangan tangan kanannya.

"Sial! Kenapa tidak bilang dari tadi!" Build melompat dari ranjang. Bergegas ke kamar mandi. Apo hanya menanggapinya dengan tawa getir.

Yah, setidaknya mereka masih mampu untuk menertawakan nasib mereka sendiri.

###

"Hai, Biu," seorang laki-laki rupawan dengan gitar kayu di tangannya melambaikan tangan pada Build yang baru saja masuk dari pintu depa  kafe.

"Hai, Jeff," jawabnya tak bersemangat.

"Kenapa kusut begitu? Tak ada uang lagi?" mungkin, garis kemiskinan Apo dan Build sudah diketahui oleh hampir seluruh orang di dunia. Salah satu yang paling paham adalah laki-laki berambut gondrong itu. Dia adalah pemasok loker paling update untuk Apo dan Build. Utamanya Build. Saat ini, Apo cukup memilki pekerjaan tetap yang hasilnya lumayan. Jadi, Jeff, nama laki-laki itu, lebih banyak menghubungi Build terkait sumber cuan.

"Hn...," Build hanya tersenyum singkat. Seolah mengejek dirinya sendiri. Jeff menghampirinya ke ruang ganti. Build sedang bersiap dengan seragamnya. Jeff mengamatinya. Bersandar pada loker, Jeff melihat setiap gerak-gerik Build saat berganti kemeja dan rompi khas kafe itu. "Jika aku orang lain, aku pasti akan menyebutmu mesum karna melihatku begitu," Build mencoba melempar lelucon. Jeff sempat terkikik.

"Siapa suruh berganti pakaian di sini. Jelas-jelas ada toilet di ujung sana," Jeff menimpali guyonan yang akrab di antara mereka. Build hanya melihatnya dengan pandangan sinis yang dibuat-buat.

"Jeff, bisa carikan aku pekerjaan lain yang gajinya setara gajiku sebagai tutor di tempat Bible?" Build sudah memikirkannya. Dia benar-benar canggung. Setiap kali datang ke sana, dia benar-benar tak bisa menampikkan hubungan kusut di antara dia dan Bible. Baru kali ini Build gagal menjaga profesionalisme-nya.

"Hm? Apa ada masalah?" kerutan di dahi Jeff mulai berbaris. Sarat akan pertanyaan yang mulai bermunculan di benaknya. Jarang-jarang Build begini. Jika sudah sampai seperti itu, berarti bukan masalah sederhana yang terjadi.

"Tidak. Hanya...," Build tidak bisa meneruskannya. Lebih tepatnya, tidak ingjn.

"Mana mungkin? Tiba-tiba begini tanpa ada masalah, kau pikir aku bodoh untuk percaya?" Jeff makin gencar melempar tatapan intens pada Build.

"Lupakan. Aku sudah terlambat," pada akhirnya, Build hanya kabur dari pertanyaannya sendiri. Meninggalkan Jeff yang bahkan kerutan di dahinya makin merambat ke sela-sela kelopak mata.

.

.

.

"Meja 12," Build segera menuju ke tempat yang dimaksud oleh rekannya. Membawa dua nampan berisi makanan dan minuman pesanan pengunjung kafe. Dengan cekatan, Build menuju meja yang berada di sudut kafe. Tepat menghadap panggung kecil. Dari sana, pengunjung dapat melihat penyanyi kafe yang rutin mengisi panggung kecil itu. Sudut itu terasa nyaman karna cukup berjarak dengan meja lainnya dan tak terlalu terbuka. Tempat favorit bagi mereka yang tidak begitu nyaman di keramaian, tetapi ingin menikmati suasana yang disajikan oleh kafe ini.

Build sudah berada di jarak yang mampu dijangkau mata dengan baik oleh pengunjung di meja 12. Namun, dia justru tertegun di tempatnya berdiri.

'Astaga, apa aku perlu datang lebih rutin ke kuil untuk memperbaiki nasibku? Akhir-akhir ini kenapa aku makin sial?' Build ingin mengubur wajahnya sendiri. Dia takkan bisa menghadapi pengunjung di meja 12 itu.

"Biu," suara kecil yang mencicit itu tertangkap oleh telinga Build. Memaksa Build untuk menunjukkan wajah cerianya. Lalu, memaksa kakinya untuk melangkah ke arah itu.

"Hai..., Venice," meski gugup itu ditelan bulat-bulat oleh Build, rupanya seseorang di meja itu bisa menangkapnya. Tangannya yang sedikit gemetar, berusaha sekuat tenaga untuk tak menumpahkan makanan dan minuman yang dia bawa saat memindahkannya dari nampan ke meja.

"Biu? Kau mengenal anakku?" seseorang di meja 12 itu menguliti Build dengan tatapan menghakimi. Build hampir tak bisa bernapas. Bagaimana cara dia menjelaskan tentangnya dan Venice pada mantan istri bosnya itu?

.

.

.

TBC

Is It Ok?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang