7

371 37 0
                                    

Brak!

Build membanting pintu kamar begitu memasukinya. Lalu, melempar tasnya asal dan menjatuhkan tubuhnya ke ranjang.

"Shit!" umpatnya sambil memukul udara kosong di hadapannya.

"Hey! Kau kenapa?" Apo yang sedari tadi hanya mengamati, tak tahan untuk berkomentar.

"Brengsek! Dia pria brengsek, Po!" Build sedikit berteriak membuat Apo merasa dialah yang sedang dimaki.

"Who?" Apo mengernyit. Build akhirnya menoleh ke arahnya. Tatapannya penuh kekesalan.

"Dia. Laki-laki brengsek itu," Build menggenggam jemarinya sendiri dengan erat.

"Who?" Apo masih tak mendapat jawaban. Kini dia ikut kesal.

"Dia!" Build malah menjerit.

"Iya! Siapa? Dia siapa, Biuuu?" Apo ikut berteriak. Frustasi.

"Laki-laki 25 juta," ucap Build. Kali ini suaranya mengecil.

"Hah?" Apo berusaha mempertajam pendengaranya. Build mengubah posisinya. Kini dia duduk bersandar pada tepian ranjang. "Maksudmu... hah?"

"Apooo! Kau tidak pikun, kan?" Build makin kesal. Mood-nya anjlok. Padahal, 2 jam lagi dia harus bertemu dosen untuk kelanjutan sebuah projek.

"Dia memesanmu lagi?" Apo asal menebak. Sialnya, satu bantal melayang ke wajahnya.

"Kau gila apa?" Build siap melempar guling juga.

"Hey! Hey! Hey!" Apo memberi tanda agar Build berhenti melakukan niat melemparnya. "Aku kan tidak tahu. Jangan asal menyerangku!"

Build batal melempar gulingnya. Kini, dia memeluk guling itu. Wajahnya masih berkerut. Tidak sedap dipandang.

"Kau tahu, dia sudah punya anak," ucapan Build terdengar seperti gumaman. Tapi, Apo masih bisa menangkapnya.

"Oh. Lalu?" Apo masih belum paham arah pembicaraan ini.

"Kenapa responmu hanya begitu?" Build terlihat kecewa.

"Hah? Kau ingin aku merespon bagaimana?" Apo makin bingung.

"Dia sudah punya anak, Po!" Build kembali berteriak. Apo ingin sekali menjejalkan sesuatu ke mulut Build.

"Iya, kau sudah mengatakannya. Lalu kenapa?" Apo ikut berteriak lagi. Kamar itu menjadi berisik.

"Tentu saja, tentu saja... memang tidak aneh?" Build menjadi kikuk.

"Apa yang aneh dengan punya anak?" Apo malah melempar pertanyaan kembali.

"Dia sudah punya anak, tapi...," Build tak melanjutkan ucapannya.

"Tapi? Aaa, sudah punya anak tapi tidur dengan orang lain?" Apo mengangguk-angguk. Mulai mengerti apa yang dipikirkan roommate-nya. "Jangan pura-pura polos. Itu kan hal biasa."

"Tapi, dia tidak terlihat seperti ayah yang buruk," Build mengusap lehernya sendiri. Tiba-tiba, dia merasa tidak nyaman membicarakan hal ini.

"Aku tidak tahu batasan dan standar ayah yang baik atau buruk. Bukankah baik dan buruk itu semu?" Apo menggedikkan bahunya.

Build nampak berpikir. Dia juga tahu pasti tentang apa yang baru saja Apo katakan. Lagipula, bukan ranahnya untuk menilai seseorang itu adalah ayah yang baik atau buruk. Dia hanya kesal. Mungkin juga kecewa dengan apa yang telah dia ketahui. Baginya, ini tetap terasa tidak benar. Dia bukan juga orang yang baik. Namun, dia merasa bahwa dirinya semakin buruk setelah mendapati kenyataan ini.

"Hn..., kau benar. Tapi...," Build menelan kata-kata yang ingin dia ucapkan.

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Dia yang datang padamu. Kau tidak tau tentang dia yang sudah menikah atau punya anak. Toh, urusan kalian sudah selesai malam itu, kan? Apalagi yang perlu kau khawatirkan?" Apo memindahkan tubuhnya untuk duduk di sisi Build. Menepuk ringan bahu kiri Build beberapa kali. "Dan lagi, dari mana kau mendapat info itu?"

Is It Ok?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang