21

557 78 23
                                    

Waktu berlalu begitu saja. Tak terasa, masa kontrak Build sebagai tutor Ta akan berakhir. Sejak Build menjaga jarak dengan Bible, yang terjadi justru Bible yang melangkah lebih jauh. Jauh hingga Build bahkan tak bisa melihat bayangannya. Dulu, entah bagaimana segala kebetulan mengitari mereka. Namun, setelahnya, meski Build sengaja memperpanjang jam mengajarnya, dia tetap tak bertemu Bible saat pulang dari rumah itu.

Venice sendiri juga ikut menghilang. Tangan mungil yang biasa mendorong pintu ruang dimana Build dan Ta belajar, kini tak pernah nampak lagi. Suara rewel yang meminta agar dibuatkan gambar bebek pun tak terdengar lagi. Lalu, secara tiba-tiba, Bas, bos baru Build juga batal mempekerjakannya secara sepihak dan bahkan memberi uang ganti rugi tanpa Build memintanya. Satu-satunya alasan agar Build dapat secara tidak sengaja bertemu Bible benar-benar telah dimusnahkan.

Kini, hanya Ta yang harus Build temui. Di ruang itu. Di rumah besar itu.

Build, merasa akhir-akhir ini hidupnya terlalu tenang. Tak pernah setenang ini sebelumnya. Projek bersama dosennya berjalan lancar, kesehatan neneknya makin membaik, keuangannya tidak memprihatinkan, dan tentunya tak ada lagi sepasang ayah dan anak yang mengganggunya.

Namun, kenapa dia tidak suka ketenangan kali ini?

.

.

.

"Phi, Phi Bib bilang dia akan membayar gajimu lebih awal. Dia khawatir tidak sempat memberikannya karna akhir bulan ini dia akan sangat sibuk," ucapan Ta menghentikan tangan Build yang sedang memasukkan buku dan peralatan tulisnya ke dalam tas.

"Bukankah dia bisa menitipkan padamu? Bulan lalu begitu," Build berdebar. Apa artinya, dia akan bertemu Bible lagi?

"Oh, jika Phi tidak nyaman, aku akan bilang Phi Bib untuk menitipkan padaku saja," Ta menjawab cepat. Dia tau bahwa kedua laki-laki dewasa itu sedang saling menjaga jarak entah karna alasan apa.

"Bukan!" Build tanpa sadar berteriak. Bahkan, Ta sedikit mundur dari duduknya karna terkejut. "Ehm... maksudku, tidak perlu. Tidak apa-apa. Tidak ada yang tidak nyaman. Tidak perlu dititipkan."

Ta bisa merasakan kepanikan dalam suara tutornya itu. Namun, tak berani menyimpulkan apa pun.

"O...oke."

.

.

.

###

Bible sudah duduk di sofa di ruang tengah. Menunggu Build turun dari lantai 2. Tangannya memegang amplop coklat berisi gaji Build. Gaji terakhirnya sebagai tutor Ta. Bible tau, setelah bulan ini berakhir, meskipun sangat ingin, dia tak kan lagi memiliki alasan untuk bertemu dengan laki-laki itu.

Usaha kerasnya untuk melupakan Build gagal total. Logikanya bisa memikirkan ide-ide agar tak bertemu entah secara sengaja maupun tidak. Namun, hatinya adalah pengkhianat terbesar. Ada gejolak yang tak bisa dijelaskan. Dia ingin melihat wajah itu lagi. Menghirup aroma tubuh itu lagi. Lalu, mendekapnya seerat hati.

Sudah lebih dari sebulan mereka tak bertemu. Saat sepasang mata itu menangkap tajam mata elangnya, Bible tak bisa lagi bersembunyi. Langkah kaki jenjang yang tengah menuruni tangga itu terasa jauh. Terasa lama. Bible ingin beranjak dari duduknya dan menubruk tubuh itu. Untung saja, kesadaran dirinya masih kuat. Bible masih bisa bertahan hingga detik terakhir.

"Ta bilang, kau ingin bertemu," tak lantang seperti biasa. Suara Build terdengar seperti mencicit di ruang tengah yang luas itu.

"Hn...," Bible mengangguk samar. Memberi kode agar Build duduk di sofa di hadapannya.

Setelah keduanya berhadapan, sunyi sejenak. Hingga akhirnya Bible menyerahkan amplop coklat itu.

"Gajimu bulan ini. Juga bonusnya. Jadi, tidak perlu meneleponku untuk mengatakan bahwa aku salah menghitung," penjelasan Bible ditelan mentah-mentah oleh Build sebagai tanda bahwa setelah ink Bible benar-benar tak ingin ada urusan apa pun dengannya.

Hatinya mencelos.

Mengambil amplop coklat dengan tangan sedikit bergetar.

Selama ini, tak ada yang bisa membuat Build bahagia selain uang. Lalu, kenapa amplop coklat ini membuat dadanya begitu pengap?

.

.

.

Halte bus itu sepi. Angin malam mulai bergerilya di lubang baju Build untuk menyapa kulitnya. Build mendekap tubuhnya sendiri. Dingin ini sama dengan tatapan laki-laki 25 juta itu. Begitu menusuk hingga ke tulang sumsumnya.

"Sial...," Build mengumpat pada dirinya sendiri saat tetes-tetes air itu membasahi tangannya. Membekap mulutnya sendiri agar tidak terisak.

Putus asa, Build mengakuinya. Dia telah jatuh cinta. Jatuh cinta pada laki-laki 25 juta yang pernah membayarnya.

.

.

.

"Halo."

"Tidak ada bus."

"Ha?"

"Di sini tidak ada bus yang lewat."

"Kau belum pulang?"

"...."

"Tunggu di situ. Jangan ke mana-mana."

.

.

.

TBC

Is It Ok?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang