8

348 45 1
                                    

Untuk sementara waktu, Build meminta dosen-dosen dan bos tempat dia bekerja untuk menghubunginya melalui ponsel Apo. Untung saja, semua yang Build kenal, juga mengenal Apo. Lagi pula siapa yang tidak tau tentang ApoBuild, soulmate yang tak terpisahkan.

"Jangan lupa memberitahuku kalau ada hal penting," Build kembali mengingatkan.

"Hn...," Apo hanya mengangguk-angguk. Ini sudah lebih dari 3 kali Build mengatakan hal yang sama.

"Po...," Build ragu untuk menyelesaikan ucapannya. Membuat Apo mengalihkan pandangan dari laptop ke wajah Build yang nampak khawatir.

"Apa? Bilang saja," kini Apo justru menutup laptopnya. Memberi Build atensi penuh.

"Soal uang sewa...," kali ini Apo yang memotong sebelum Build selesai bicara.

"Sudah kubilang jangan dipikirkan. Barcode sudah bilang kalau dia masih ada sedikit tabungan untuk bertahan hingga minggu depan. Lagi pula, minggu depan aku juga sudah gajian," Apo sedikit meninggikan suaranya. Lelah memberi pengertian yang sama berkali-kali pada Build.

"Aku janji, setelah dapat uang dari mengajar privat, aku akan lunasi semuanya," Build tetap saja Build. Dia tidak suka merepotkan orang lain. Terlebih Apo yang sudah terlalu sering berkorban ini itu untuknya.

"Ya... ya... ya...," Apo mengiyakan cepat. "Jangan lupa minta tambahan ke laki-laki 25 juta itu."

"Brengsek!" Build mengumpat cepat.

"Wkwkwk, dia kan orang kaya. Masa iya tidak memberi lebih ke mantan cinta satu malamnya," kali ini Apo tergelak.

"Cinta satu malam kepalamu!"

.

.

.

###

"Maaf, Tuan Ta sedang tidak di rumah," seorang pelayan wanita setengah baya tengah menemui Build yang kebingungan karna tak menemui murid privatnya. Build sudah menunggu sekitar 10 menit di ruang tamu. Para penjaga di depan tak ada yang memberitahunya tentang ketidakberadaan tuannya.

"Tapi, maaf. Hari ini Ta ada jadwal privat fisika dengan saya. Jadi, kenapa dia malah pergi?" Build sedikit kesal. Bagaimana bisa bocah itu dengan seenaknya pergi saat jadwal privat. Build sudah jauh-jauh datang ke rumah ini. Tarif ojek dari kampus ke rumah Ta juga lumayan.

"Maaf, saya kurang tau tentang jadwal privat Tuan Ta. Tapi, harusnya Tuan Ta sudah memberi kabar pada Anda sebelum pergi. Setau saya, dia tidak akan pergi begitu saja tanpa memberitahu Anda. Tuan Ta bukan anak seperti itu," pelayan itu membela tuannya.

Build mulai berpikir, mungkinkah Ta mengirim pesan di ponselnya yang rusak itu? Harusnya, kemarin dia mengambil kartunya. Memindahkan ke ponsel Apo dan mengirim pesan kepada laki-laki 25 juta itu agar sementara menghubunginya lewat nomor Apo. Build menepuk dahinya.

'Bodoh!'

"Baiklah. Mungkin dia memang mengirim pesan. Masalahnya, ponsel saya rusak. Tolong sampaikan padanya untuk menghubungi saya di nomor teman saya. Bisa saya minta kertas dan pulpen?" Build berniat pulang dan menjadwal ulang pertemuannya dengan Ta. Build juga sudah berencana meminta ganti rugi ongkos transpornya. Bagaimana pun, itu setara dengan harga 2 sampai 3 kali makan.

"Tidak perlu," tiba-tiba sebuah suara dari arah pintu memotong pembicaraan begitu saja. Build menoleh dan tidak begitu terkejut. Walaupun pertemuan ini tidak Build harapkan, tapi ini rumah pemilik suara itu. Bible, si laki-laki 25 juta. Jadi, Build sudah menyiapkan mental setiap kali akan ke sini. "Pantas saja kau tidak membalas pesanku. Jadi, ponselmu rusak?"

"Iya," Build menjawab sekenanya. Tak ingin terlibat pembicaraan panjang dengan laki-laki itu.

"Ikut denganku," Bible memberi isyarat agar Build mengikutinya. Namun, Build tak bergerak.

"Ke mana?" sebuah pertanyaan wajar keluar dari bibir Build.

"Beli ponsel baru," jawaban Bible membuat Build kesal.

"Tidak perlu. Ponselku hanya rusak. Sekarang sedang diperbaiki. Aku tidak butuh ponsel darimu," jelas Build merasa terhina. Meski dia sudah merendahkan diri malam itu, bukan berarti laki-laki di hadapannya ini bisa menginjak harga dirinya.

"Siapa yang bilang akan memberikannya untukmu? Aku hanya akan meminjamkannya," balasan itu makin membuat Build kesal.

"Aku juga tak butuh pinjaman darimu," ucap Build bertahan.

"Jangan GeEr. Aku hanya tidak suka mempersulit diri sendiri. Ta sering kali ada kegiatan di luar. Jadwalnya akan berubah setiap waktu. Kau tidak ingin datang dengan sia-sia lagi, kan?" kali ini nada bicara Bible jelas menjengkelkan. "Atau... memang ingin?"

"Siapa juga yang ingin datang ke sini? Kalau bukan karna menjadi tutor Ta, aku juga tidak sudi datang ke sini apalagi bertemu denganmu! Jangan asal bicara!" Build mulai mengomel. Bukan takut, Bible justru tersenyum. Makin membuat Build gerah. "Ya sudah. Ayo beli. Jangan bertele-tele!"

.

.

.

Mall nampak renggang. Hanya ada beberapa pengunjung berlalu lalang. Saat ini, Bible sedang melihat-lihat beberapa ponsel keluaran terbaru yang ditawarkan oleh pelayan toko. Sedang Build, dia tak mengeluarkan suara sejak di mobil hingga kini. Hanya mengekor kemana pun Bible melangkah. Melihat-lihat sekeliling, lalu menguap. Dia lelah. Juga bosan. Dia berpikir, harusnya dia pulang saja. Tidur dan melupakan semuanya.

"Yang mana?" Bible memperlihatkan dua buah ponsel ke hadapan Build. Keduanya bagus. Dan terlihat mahal.

"Terserah," Build tak tertarik sama sekali.

"Kau suka warna apa?" Bible bertanya lagi.

"Apa saja," Build menjawab dengan asal. Dia benar-benar ingin segera pulang.

"Kau suka yang besar atau yang panjang?" kali ini Build melotot. Pertanyaan macam apa itu?

"Terserah!" Build mulai kehilangan kesabaran.

"Yang ini saja," Bible terkikik sebelum akhirnya memilih satu ponsel berwarna biru.

.

.

.

"Kenapa berhenti?" Build hampir saja menabrak punggung Bible karna laki-laki itu berhenti secara mendadak.

"Makan dulu," Bible masuk ke sebuah restoran cepat saji.

"Aku pulang saja," kali ini Build tak ingin mengikuti laki-laki itu lagi. Membuat Bible menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Makan dulu," Bible mendekat lagi.

"Tidak perlu. Aku mau pulang saja," Build sudah siap pergi. Namun, Bible lebih cepat. Pergelangan tangan Build digenggam begitu saja.

"Aku baru saja meminjamimu ponsel baru. Lalu, kau pergi begitu saja?" perdebatan kembali dimulai.

"Aku tidak minta," Build berusaha melepas tangan Bible.

"Bahkan tidak berterima kasih?" Bible mengeratkan genggamannya.

"Apa maumu sebenarnya?" Build membuang napas berat. Laki-laki di hadapannya ini entah kenapa begitu ingin menyulitkan hidupnya.

"Makan. Aku lapar."

.

.

.

TBC

Is It Ok?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang