02. Seluas Edaran Baskara

379 40 25
                                        

"Kau adalah sandaranku."

Suara subtil nan berasal dari program televisi membuat isak tangis seorang wanodya terdengar di rungu Misaki Mario. Taruna yang kerap dipanggil Lao itu menggeleng heran kepada Hana nan mana sedang menangis karena menonton drama romansa melankolis. Maira hanya mampu terkekeh sembari memerhatikan dua manusia nan tengah menghabiskan malam bersama. Lalu, tanpa merasa bersalah, sang adiratna menghapus luruhan air matanya dengan kaus lengan Lao. Respons taruna tersebut hanya hela napas.

Terhitung sudah empat bulan Hana menetap di panti asuhan ini, entah mengapa Lao harus dibuat sabar akan kelakuan sang puan nan cukup meresahkan. Contohnya saja Hana dengan polosnya memecahkan jendela panti asuhan tatkala bermain bola bersama beberapa bocah yang sama-sama membuatnya resah. Padahal Lao pikir, Hana dulu tidaklah ekspresif. Ah, jelasnya Kamizono Hana yang dahulu bisa dikatakan lumayan pendiam walaupun kadang wanodya cebol tersebut sering menantang orang untuk berkelahi.

Hana terisak pelan. "Pindahkan siarannya ke acara lain saja. Aku merasa terluka melihat pemeran utama perempuan dibuat mati di ending. Jika kenal dengan sutradara dramanya, sudah jelas aku akan menghajarnya sampai mampus," ucap Hana seraya masih belum hentikan tangisan sampai-sampai membuat Lao tertekan.

"Ini hanya drama, bukan kenyataan. Kau menganggapnya serius, Naka-chan." Lao mengembuskan napas, lalu mengelus perlahan punggung Hana 'tuk menenangkan adiratna ini. Hana bergeming dengan ruang berpikirnya nan tetaplah dijebak pada kenangan pahit pun manisnya bersama seorang tuan. Lantas kalimat yang ada di drama mengingatkannya kepada Cobra ketika mereka berbaikan dan melakukan sebuah obrolan cukup dalam.

Apakah ia merindukan Cobra? Tentu saja dirinya tak bisa berdusta manakala seorang insan menanyakannya. Sekarang pun keinginan untuk bertemu tidak mampu dihitung. Namun, Hana masih belum mempunyai keberanian menemui Cobra atau bahkan semua orang yang ia kenal di SWORD. Hana mengembuskan napas, kemudian mengulas senyuman nan mana seakan berkata dirinya sudah baik saja. Misaki Mario menatapnya dengan ekspresi kebingungan.

"Apa lihat-lihat?" seru Hana, nyolot.

Sementara di Itokan Diner tampak Cobra sedang membaca sebuah majalah. Seperti biasa pemuda itu memang jarang membuka suara kala teman-temannya membicarakan sesuatu. Di sana pula terlihat Aiko dengan Naomi yang tengah memasak menu baru untuk kedai ini. Namun, di anantara kesibukan insan Itokan Diner, mendadak seorang pemuda membuka pintu dan langsung memerhatikan tiap sudut ruangan sampai matanya menangkap sosok Aiko di dapur.

Tanpa mengatakan apapun, pemuda itu menghampiri perempuan Ito sebelum akhirnya menarik Aiko dari sana. "Reito-nii, apakah ayah dan ibu tahu rumahku di mana? Jika benar, itu adalah hal gawat! Aku harus bersembunyi dari mereka semua," ucap Aiko seraya menatap taruna bernama Reito dengan tatapan takut.

Cobra spontan berdiri dan menghampiri mereka berdua yang kini berjalan menjauhi Itokan. "Biarkan aku melindungi Aiko dan kita selesaikan masalah ini bersama-sama. Shinpai suru na, aku akan tetap berada di sampingmu dan menjagamu dari mereka semua," ujarnya sembari memegang tangan kanan Aiko. Sedangkan Reito mengangguk paham. Karena selain dirinya, Hino Junpei adalah pelindung adiknya sedari kanak-kanak. Ia tak usah khawatir.

"SERAHKAN ANAK PEMBANGKANG ITU PADA KAMI!"

Adalah suara Tuan Ito yang langsung menyambut kedatangan tiga orang itu tatkala mereka datang ke rumah Aiko. Dapat dirasakan dengan jelas oleh Cobra apabila tubuh sang perempuan bergetar ketakutan disertai gumaman maaf keluar dari labiumnya. Cobra menajamkan tatapannya kala ayah Aiko mencoba mendekat ke arahnya sembari memasang ekspresi marah. Namun, Cobra tanpa mengatakan apapun melayangkan sebuah pukulan pada Tuan Ito.

Cobra tersenyum miring. "Hancurkan aku sebelum dua tanganmu menyakiti Aiko," ucap Cobra yang memantik emosi ayah Aiko. Dan adiratna tersebut menatap ayahnya dengan jutaan semburat kebencian. Sedari dahulu, kedua orang tuanya memanglah selalu melakukan kekerasan fisik dan merusak mentalnya. Baik Aiko maupun Reito, dua bersaudara itu hancur sebab keluarganya.

𝑺𝑬𝑵𝑨𝑵𝑫𝑰𝑲𝑨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang