11. Aku Kehilanganmu

582 63 17
                                    

"Kau boleh pulang, katanya."

Mendengar penuturan yang dikatakan Hyuga Norihisa, sontak saja adiratna dengan pakaian rumah sakit itu mengulaskan senyuman untuk mengekspresikan perasaannya. Setelah menghabiskan satu minggu di ruangan membosankan ini, akhirnya ia bisa pulang dan kembali memijak distrik Sannoh Rengokai. Tentu saja ia merasa senang, bahkan tanpa sadar dirinya sudah menggoyang-goyangkan kepalan tangannya dengan penuh antusias.

Melihat antusiasme Hana yang terlampau berlebihan, Hyuga lantas mengalihkan pandangannya kepada sang perempuan dengan tatapan yang seolah mengancam. Hana menyengir lebar sebelum kembali merebahkan tubuhnya. Namun, beberapa detik selanjutnya, Hana tiba-tiba merasakan sesak napas disertai jantung yang berdebar lebih kencang dari biasanya. Gadis itu secara refleks memegangi dadanya seraya menatap langit-langit ruangan dengan tatapan kosong.

Hyuga membelalakkan matanya, kemudian tanpa mengatakan apapun langsung menekan tombol didekat brankar untuk memanggil dokter agar Hana segera ditangani. Panik tanpa henti berdatangan, membuat berbagai asumsi negatif muncul. Hyuga berdiam diri di luar ruangan tatkala beberapa pihak medis sedang menangani sang perempuan. Tak bisa dipungkiri, rasanya Hyuga benar-benar ingin menjatuhkan tubuhnya andaikata tak ada siapapun di lorong ini. Bagaimana jikalau Hana tidak bisa diselamatkan?

"Pasien mengalami henti jantung!"

"Lakukan CPR¹ padanya!"

"Baik!"

Kekhawatiran Hyuga membuncah drastis ketika indera pendengarannya menangkap suara-suara itu dengan jelas. Apakah Hana benar-benar akan meninggalkannya? Haruskah pertemuan mereka berakhir secepat kilatan cahaya? Mengapa semua ini harus terjadi? Hyuga kini hanya bisa diam sembari menatap kegiatan di dalam ruangan melalui jendela. Ia sedang berharap akan ada keajaiban datang kepada mereka yang tengah direngkuh oleh keputusasaan.

Hyuga mengusap wajahnya, kemudian menunduk dalam-dalam. Namun, derap langkah kaki dari sekelompok orang membuat atensi pemimpin Daruma Ikka itu berhasil teralihkan. Di depannya kini berdiri Cobra bersama anggota Sannoh yang lain. Pemuda berambut pirang itu memasang wajah khawatir saat menyadari bahwa Nakano Hana tengah berada di ambang kematian. Gadis mungil itu benar-benar terlihat berusaha melawan mautnya sendiri.

"Hana-chan," gumam Yamato.

"Apakah Hana-chan akan baik-baik saja?" tanya Chiharu; berharap temannya akan menjawab bahwa Hana pasti kembali sembuh. Walaupun pada akhirnya ia tak mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut karena mereka semua sama-sama meragukannya. Ingin berharap pun rasanya mustahil untuk dilakukan.

Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka hingga menampakkan sosok dokter yang baru saja menangani Hana. Pria berkacamata itu lantas menatap beberapa orang di sini dengan senyuman tipis. Sebuah lengkung bibir yang mereka harapkan adalah kabar baik mengenai seorang perempuan di dalam sana.

Cobra berinisiatif menanyakannya. "Bagaimana keadaan Hana? Apakah dia baik-baik saja?" tanyanya dengan nada yang terdengar mengharapkan keajaiban.

"Pasien memang sempat mengalami henti jantung. Namun, beruntung pasien masih bisa diselamatkan. Untuk beberapa hari ke depan, sepertinya pasien harus kembali dirawat sebagai antisipasi henti jantung terjadi lagi. Sebagai orang yang bertanggung jawab, mohon tandatangani suratnya, Hyuga-san," terang sang dokter.

"Baiklah. Terima kasih," balas Hyuga.

"Kami boleh melihat pasien, 'kan?" Pertanyaan itu berasal dari Tetsu yang sedari tadi hanya termenung.

Dokter tersebut menoleh kepada Tetsu. "Sekarang pasien sedang beristirahat. Pastikan Anda menjenguk di jam jenguk saja. Terima kasih, saya izin pamit," ucapnya ramah.

𝑺𝑬𝑵𝑨𝑵𝑫𝑰𝑲𝑨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang