Original story by, Linda Howard💄💄💄💄💄
Telpon berdering, Sakura ragu-ragu apakah akan mengangkatnya atau tidak.
Seharusnya sudah tidak ada reporter lagi yang akan mengganggu, karena Karin sudah memberikan kisah mereka, tetapi kalau melihat waktunya, barangkali telpon itu dari orang yang mengenalnya dan baru saja mende6 namanya di televisi lalu ingin bicara dengannya.Seolah ketenaran lima belas menit yang meragukan entah dengan bagaimana bisa menular dengan pergaulan.
Ia tidak ingin mengungkit-ungkit kembali apapun tentang daftar sialan itu, ia hanya ingin daftar itu mati.Sebaiknya, mungkin saja itu Shion, Hinata, atau Karin.
Akhirnya ia menjawab pada dering ke tujuh bersiap-siap dengan aksen italianya dan berpura-pura menjadi orang lain."Bisa-bisanya kau lakukan ini padaku?" Bentak Gaara, kakaknya.
Sakura mengedipkan mata, berusaha ganti perseneling.
Ya Tuhan, apakah dia takkan pernah berhenti protes karena tidak ditutupi mobil ayah mereka? .
"Aku tak melakukan apa-apa padamu. Aku tak bisa apa-apa kalau ayah ingin meninggalkan mobil disini. Aku lebih suka kau yang dapat, percayalah, karena sekarang aku terpaksa memarkir mobilku di jalur masuk, bukan di garasi" ."Ini bukan tentang mobil itu!" Gaara setengah berteriak.
"Yang di televisi itu! Kenapa kau lakukan itu? Kau pikir akan membuatku kelihatan bagaimana?" .Ini semakin aneh. Ia berpikir cepat, berusaha mencari penyebab mengapa hal ini berdampak pada Gaara.
Tetapi satu-satunya yang dapat dipikirkannya adalah tidak memenuhi semua kriteria daftar itu dan ia tidak ingin Matsuri tau semua kriteria itu ada.
Sakura tidak mau sama sekali membahas tentang atribut fisik kakaknya.
"Aku yakin Matsuri tidak akan membandingkan" kata Sakura sediplomatis mungkin.
"Eh......aku sedang merebus air nih, dan kelihatannya sudah mendidih, aku harus_____" ."Matsuri? " Desak Gaara.
"Apa yang sudah dilakukannya dengan ini? Kau bilang dia terlibat dalam urusan.......daftar ini?" .Semakin lama sakin aneh. Sakura menggaruk kepala "rasanya aku tidak tahu, apa yang sedang kau omongkan," katanya akhirnya.
"Itu, yang ditelevisi itu!" .
"Terus kenapa? Apa pengaruhnya buatmu?" .
"Kau berikan namamu! Kalau saja kau sudah pernah menikah, kau takkan masih memakai Haruno sebagai nama belakang mu. Tapi tidak, kau masih lajang. Jadi namamu masih dengan namaku, itu bukan nama yang umum, kalau-kalau kau belum pernah tau! Bayangkan saja ejekan yang bakal kuterima di tempat kerjaku gara-gara ini" .
Ini memang sudah keterlaluan, bahkan untuk Gaara.
Biasanya ia tidak begitu menunjukkan ketakutannya.
Sakura mencintai kakaknya, tetapi Gaara tidak benar-benar yakin bahwa dunia berputar disekelilingnya.
Ketika ia di masih SMA setidaknya tingkah lakunya masih bisa dipahami karena ia jangkung, tampan, dan sangat populer diantara gadis-gadis.
Namun ia sudah lima belas tahun lulus dari SMA."Kupikir takkan ada orang yang tahu" kata Sakura sehati-hati mungkin.
"Itu masalah mu. Kau tak pernah berpikir sebelum kau membuka mulut besarmu____" .
Sekarang Sakura tidak berpikir, ia hanya melakukan apa yang muncul secara alami, "perduli setan" katanya dan membanting telpon.
Bukan reaksi yang dewasa, pikirnya, tapi memuaskan.Telpon berdering lagi. Tak Sudi aku menjawabnya, batinnya.
Dan untuk pertama kalinya ia berharap punya caller id, barangkali ia memerlukannya.Telpon berdering terus-menerus, ia menghitung sampai dua puluh, lalu menyambar telpon dan berteriak.
"Apa!" Kalau Gaara mengira bisa mengganggunya seperti ini, lihat apa reaksinya ketika ia menelpon Gaara pada jam dua pagi.
Dasar kakak laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. PERFECT
Fanfictionoriginal story by. Linda Howard Apa syarat-syarat pria sempurna? Itulah topik yang asik dibahas Sakura Haruno dan ketiga sahabatnya suatu malam di restoran favorit mereka : Mr. perfect haruskah tinggi tampan, penuh perhatian, dan hangat - atau hany...