twenty two

3.4K 379 19
                                    

Theresa Patricia

Memberi tahu orang tua ovi adalah satu-satunya keinginanku. Aku ingin mendapat restu dari mereka, sehingga aku bisa mencintai anaknya tanpa batas.

Adanya keluargaku disini membuat ku tekad untuk mengatakan bahwa kami pacaran. Aku tahu keadaan akan kacau, apalagi ini birthdayku. Namun satu hal yang tak ku sangka adalah apa yang terucap dari mukut lovi.

PUTUS. Ia meminta putus. Aku panik setengah mati. Aku tidak terpikir bahwa ovi akan meminta ini sambil menangis. Aku berusaha mempertahankannya. Aku tak ingin putus, aku sangat mencintainya.

Aku menggenggam erat tangan ovi. Tanganku mulai berkeringat, aku gelisah ovi memohon dan meminta maaf padaku. Apa yang harus aku lakukan, melepas tangan ini tak pernah tersirat di hati dan pikiranku.

Melihatnya nangis sesenggukan hatiku semakin perih. Perlahan aku melepas tangan ini. Aku menangis bersamanya. Hatiku sakit, aku yakin ovi pun sama sakitnya. Aku tak bisa memaksanya bertahan denganku, aku memahami kekhawatirannya, ketakutannya.

Aku melepasnya pergi. Mataku nanar melihat ia menangis di pelukan mami. Kaki ku lemas, aku tak kuasa melangkah pergi dari bandara. Aku terduduk lemas ketika tak lagi melihat ovi. Aku menangis sendirian disana.

Aku kembali sendiri. Kali ini bukan karena ovi di kanada. Tapi karena hatiku sudah hilang. Rumah ini seperti lenyap di telan bumi.

Tak ada yang bisa kulakukan selain kembali seperti semula. Saat aku benar-benar sendirian. Aku bekerja seperti biasa, datang dan pulang.

"Sehat?" Kak joy menemaniku santai sore ini. Aku diam menikmati kopiku.

"Kamu jangan sering menyendiri sa, aku ada kenalam psikolog bagus. Ini kalau kamu mau ketemu" kak joy menyodorkan kartu nama di meja. Aku mengerutkan keningku.

"Aku sehat kak" jawabku ketus.

"Dari luar sehat, dalamnya siapa yang tahu" ceplos kak joy. Aku menghela napas berat memandang kartu nama itu.

"Tidak ada salahnya ketemu beliau. Mungkin dengan cerita, hati kamu lebih lega"

Aku menggigit bibir bawahku. Menimbang apa yang dikatakan kak joy.

"Kamu udaj telpon mami?, udah 2 minggu loh ini"

"Gak ada hal penting yang mau dibahas"

"Hmm, kamu juga bisa sekedar ngobrol sama mami. Mami khawatir sama kamu. Tolong telpon mami diangkat"

Aku memang tak mengangkat telpon mami sejak mereka balik kanada. Aku masih teringat saat terakhir di bandara mami meluk ovi.

"Mau ke bar nanti malam?" Ajak kak joy, aku menggeleng.

"Ayolah, kamu perlu minum"

Aku diam, ku lihat gelas kopiku. Terakhir minum aku saat dibali. Aku mengangguk menyetujui ajakan kak joy.

Aku memakai pakaian santai, celana hitam gombyor, baju kaos hitam dan topi hitam. Kak joy memaksaku memakai dress, namun aku sedang tak mood untuk dandan.

Sesampainya di bar, kak joy langsung bergabung dengan teman-temannya. Aku memilih duduk sendiri memesan minuman.

"Malam ini jangan mabuk ya kak" aku mengingat ucapan ovi. Aku memesan lagi dan lagi, suara ovi terngiang di telingaku.

"Baru 1 jam disini sa, pelan-pelan minumnya"

Aku menoleh. Ashel duduk disampingku.

"Are you ok?"

"Apa yang kamu lakuin setelah putus dengan devan?" Tanyaku. Ashel tersenyum.

"Ini, seperti kamu" ucapnya menunjukku yang kacau. Ashel menahan tanganku, dan meletak gelasku.

I Get Tachycardia When I'm With you (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang