Tiba ujian kelulusan bagi kelas 12, empat hari sudah terlaksana, tentu saja Jevan tidak melewatkannya, namun ia masih belum berbicara satu sama lain dengan teman-temannya karena semuanya fokus pada ujian.
Selang satu hari setelah ujian, semua siswa berkumpul di auditorium karena acara kelulusan resmi dari sekolah.
"Congrats, Kat." bisik Edgar saat mereka keluar dari auditorium.
Katya tertawa kecil, "Kenapa harus bisik-bisik?"
"Gak papa si, btw mau masuk kampus mana?"
"Stanford kali."
"Yah..."
"Kenapa?"
"Jauhan dong."
"Lagian aku belum ada persiapan buat masuk ke sana, keluarga aku juga baru kumpul lagi masa aku tinggal, aku mau lanjut yang deket aja, di sini juga banyak kampus yang bagus kan?"
"Nah gitu dong, bareng gue lagi ya?"
"Bosen."
"Tapi gue kangen lo, Kat. Lo kan yang dulu ngejar-ngejar gue."
"Masa sih?"
"
Gak kebalik tuh?" sambar Auriga yang kemudian bergabung dengan mereka berdua.
"Tuh kan, aku gak akan percaya sama kamu lagi, Gar."
Edgar menatap Auriga kesal, namun Auriga hanya tertawa meledek lalu pergi menyusul teman kelasnya yang bersiap akan berfoto di dekat lapangan.
"Iya emang gue bohong, lo itu cuek banget dulu sampe gue binggung buat meluluhkan cewek kayak lo itu gimana, pantes aja selama ini gue pengen deket deket lo terus, ternyata emang perasaan gak bisa bohong ya."
"Kamu barusan gombal?"
"Katya, Edgar cepetan!" Teriak Rangga yang menyadari temannya belum lengkap untuk berfoto.
"Tadinya mau confess tapi gak jadi, Rangga ngerusak suasana, udah buruan kita iktu foto dulu."
Agak membingungkan untuk Katya, walaupun terlihat tak peduli dengan ucapan Edgar tadi, sejujurnya ia sangat memikirkannya.
Sesi foto kelasan beres, sekarang Katya bergabung dengan teman-temannya dari IPA 2, selayaknya selebrasi pada umumnya, mereka berfoto dan saling berbahagia bersama atas kelulusannya.
"Jevan!" Panggil Nara yang melihat Jevan duduk sendirian di tepi lapangan. Gadis itu melambaikan tangannya agar Jevan mendekat lalu mengajaknya berfoto karena Edgar, Rangga bahkan Auriga pun ada di sini, agak aneh jika Jevan yang paling dekat dengan mereka hanya diam.
"Gue baru liat lo selama tiga tahun sekolah di sini," ujar Yuri pada Auriga.
"Iya sih gue gak pernah masuk IPA 1 tapi setidaknya gue kenal teman seangkatan." Lanjutnya.
"Jangankan lo, gue yang teman sekelasnya aja baru bisa ngobrol sekarang." sambung Rangga.
"Masa sih?" Yuri agak heran dengan sosok Auriga yang tak pernah keliatan itu.
"Iya, lo betah tapi ya sendirian terus?" kini Rangga beralih pada Auriga.
"Betah betah aja." sahutnya singkat.
"Btw, jaket gue ketinggalan di rumah lo." ucapan Auriga membuat perhatian semuanya tertuju pada Luna, karena sorot mata Auriga menatap Luna.
"I-iya ketinggalan, nanti ambil aja."
Luna sudah yakin pasti memancing teman-temannya penuh kecurigaan karena perkataan Auriga sedikit ambigu.
"Kok bisa?" tanya Katya pada Luna langsung.
"Aneh nih aneh." sahut Nara.
Yuri menatap Luna meminta penjelasan, pasalnya di antara mereka berdua tak pernah terlihat interaksi satu sama lain, hanya sekali saat Auriga menunggu Katya di rumahnya. Selain itu mereka tidak tahu.
"Gila sih ada apa kalian?" tanya Edgar.
"Jangan salah paham, panjang banget ceritanya."
Auriga hanya tertawa kecil melihat Luna yang panik, ia membiarkan Luna menjelaskan hal yang sebenarnya.
Sementara mereka tengah mendengarkan Luna, Katya menarik lengan Jevan yang sedari tadi hanya menyimak itu menjauh dari mereka.
"Aku mau ngomong sama kamu." ujarnya pelan lalu Jevan mengangguk dan mengikutinya. Tak jauh, hanya beberapa langkah saja.
"Jevan, maaf.."
"Gue yang harusnya minta maaf sama lo, pada akhirnya gue tahu sendiri masalah apa yang lo hadapi waktu itu, pantes lo gak bisa cerita, dan lo nanggung ini sendirian."
"Ya gitu, tapi aku gak tega liat kamu yang kurang semangat kayak sekarang."
"Lebay." kata Jevan sambil mengusap-ngusap rambut Katya, "Gue cuma sedih aja, gue mau marah tapi gak tau ke siapa."
"Gak perlu marah, mending kamu pikirin masa depan kamu dan berbahagialah, kamu punya banyak teman termasuk aku yang nunggu kamu buat tersenyum."
Jevan tersenyum mendengarnya, "Awalnya tersentuh sama ucapan lo, tapi pas di akhir terdengar lo flirty, belajar dari siapa si?"
"Rangga."
"Haduh."
"Eh, btw makasih ya, Kat."Edgar bernapas lega melihat Jevan sedikit membaik setelah mengobrol dengan Katya, namun ia melihat pergerakan keduanya seolah akan saling memeluk satu sama lain, ia segera berlari ke arah Jevan dan alhasil yang di peluk Jevan adalah Edgar yang berhasil menghalangi Katya.
"Sialan!" umpat Jevan yang langsung menjauhkan tubuhnya dari Edgar.
"Gue wakilin Katya."
"Kasian banget lo gak pernah di peluk Katya ya?"
Tak hanya Edgar yang diam, Katya juga demikian, jika saja Jevan tahu keduanya bahkan tak terhingga berapa kali mereka memeluk satu sama lain mungkin tak akan berbicara seperti tadi, jika diingatkan kembali justru mereka akan canggung.
"Gue rasa pernah." gumam Jevan membaca situasi ini.
"Em- enggak, itu.. gak sengaja." sahut Edgar membuat pembelaan.
***
SELESAI.
Maaf kalau ada beberapa yang kelewat permasalahannya, next masih ada moment mereka untuk mengakhiri cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGIC VIOLET ☑️
أدب المراهقينMagic Violet (Fan fiction x Fantasi) ~•~ Katya hilang ingatan, ia hanya ingat dua tahun yang lalu, sejak lahir hingga 15 tahun entah bagaimana hidupnya dulu. Ada sesuatu yang menarik dalam dirinya, di SMA Cendrawana Katya menjadi sorotan karena mem...