17 - Rencana Jovica

10 1 0
                                    

Ketika sampai di Amerika Delena langsung memeluk Ayahnya. Beliau sekarang sudah bisa berjalan, meskipun masih menggunakan tongkat. Ternyata perawat yang merawat Ayah Delena sangat mahir dalam melatih Ayahnya terapi.

"Miss Anita.." Delena menyebutkan nama perawat yang merawat ayahnya. "Kayaknya dia baik.." Delena mengatakan apa yang ada di fikirannya dengan hati-hati. Delena merasa ketika Delena pulang ke Indonesia, Ayahnya dan Miss Anita menjadi lebih dekat. Ayah Delena menjadi lebih ceria, dia banyak tertawa. Delena bahagia melihat perubahan Ayahnya itu.

Ayahnya tersenyum. Mengerti apa maksud Delena.

"Iya, sangat baik..tapi belum tentu bisa ikut ketika nanti kita pulang ke Indonesia" Ayahnya menjelaskan.

"Ayah ga bisa minta Miss Anita ngerawat Ayah di Jakarta? Atau Miss Anita ga mau?"

"Prosedurnya agak sulit, Miss Anita sudah bukan WNI, jadi kalau mau ikut ke Indonesia Pengurusannya cukup lama, lagi pula dia sudah punya keluarga disini. Ayah tidak mau membuat Miss Anita repot dan meninggalkan keluarganya. "Ayah Delena menjelaskan dengan lebih rinci. "Dan ayah juga belum bertanya apa dia mau ikut kita atau tidak.."

Delena tidak begitu mengerti soal kewarganegaraan. Dia sepertinya harus bertanya pada Marrion yang kuliah jurusan hukum.

Tapi Delena akan sedih kalau seandainya Ayahnya jadi merasa kesepian di Indonesia. Delena merasa Ayahnya sangat cocok dengan Miss Anita. Meskipun Delena belum bertanya apa-apa tentang Miss Anita, tapi jika seandainya Ayahnya dan miss Anita lebih dekat dari sekedar perawat dan pasien, Delena setuju-setuju saja. Delena tau sedikit-sedikit tentang Miss Anita dan keluarganya dari beliau sendiri.

Miss Anita itu janda tanpa anak kandung. Selama di Amerika dia bekerja sebagai perawat. Dia menikah dengan WNA, lalu pindah kewarganegaraan menjadi WNA, Miss Anita tidak memiliki anak, tapi mendiang suaminya memiliki 2 orang anak. Miss Anita tidak tinggal bersama mereka, tapi hubungan mereka cukup baik.


Selama dua bulan Di Amerika Delena jarang bertemu Byron. Dia hanya sesekali menghubungi lewat telepon atau message. Ketika Delena hendak pulang pun Byron hanya meneleponnya.

"Sombong amat yang lagi sibuk.." Delena langsung berbicara ketus ketika Byron meneleponnya.

Terdengar Byron tertawa. "Galak amat yang mau pulang kampung.." Katanya berbicara santai. "Are you happy?" tanyanya.

"Absolutly yes!! Gw happy akhirnya bisa pulang kampung, gw happy udah sembuh, dan gw juga happy nanti gw bisa kuliah!!" Delena menjawab dengan ceria.

"Lo happy kuliah apa happy ketemu si Hansel di tempat kuliah?" Byron memastikan. Padahal dia tau apa jawaban Delena.

"Dua-duanya..tapi lebih happy ketemu cowo gw sih.." Delena berkata sambil tersenyum. Sementara Byron yang mendengar kata 'cowo gw' merasa berat di hati. Kenyataan bahwa sekarang Delena hanya sahabatnya masih membuat Byron sedih. Dia masih menyukai Delena. walaupun dia tahu bahwa Delena hanya menyukai Hansel, dan bahwa sebentar lagi mereka akan selalu bersama.

"Lo udah kenalin dia sama bokap lu?" Byron bertanya.

"soon..nanti klo gw udah di Jakarta gw pasti kenalin. Tapi gw udah di kenalin sih sama nyokapnya. Dan nyokapnya baiikk bgt..gw seneng udah di kenalin, trus..gw juga.." Byron menjauhkan hpnya. Dia malas mendengarkan ocehan Delena tentang Hansel dan keluarganya. Byron memang sudah berniat melupakan Delena, dan merestui dia dengan Hansel. Tapi untuk mendengarkan secara detail tentang hubungan mereka, Byron belum siap.

"Good.." Byron hanya berkomentar pendek.

"terus..Hansel juga sekarang tinggal di Apartemen, gw kmaren bantuin dia pindahan.." Delena masih bercerita panjang.

Heart BeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang