54

180 102 145
                                    

Sagara mengelus punggung tangan Bella, terlihat kecemasan pada netra cokelat miliknya. Apa yang sebenarnya terjadi pada kekasihnya sehingga membuat dia sampai tak sadarkan diri seperti ini.

"Siapapun yang buat kamu sampai pingsan gini, aku bakal kasih dia pelajaran, sekalipun dia cewe."

Suara pintu terbuka terdengar dari dalam ruangan yang serba putih tersebut. "Bella, ya ampun kok bisa gini, kenapa?" tanya Ziya yang baru datang di susul oleh teman-temannya yang lain.

"Gar?" Ziya mengalihkan pandanganya kepada Sagara.

Sagara mengangkat bahunya, "Nggak tau, pas gue dateng Bella udah pingsan di taman belakang."

Jangan-jangan tadi Bella pingsan karena sakitnya kambuh? batin Ebi

"Bel, Bella," panggil Ebi halus seraya menepuk pelan pundaknya.

Satu panggilan, dua panggilan, tiga panggilan, tak mendapat respon dari Bella. Ebi menoleh kepada Sagara dan teman-temannya. "Kita bawa ke rumah sakit aja gimana? gue takut dia kenapa-kenapa."

Ebi yang sudah tahu akan penyakit yang di sembunyikan Bella belakangan ini menjadi lebih protektif pada Bella dan kesehatannya, bagaimana tidak, sepupu perempuan satu-satunya ini sudah hidup sendiri di usia mudanya. Jadi, jika bukan Ebi dan Ibunya, siapa yang akan merawat Bella.

"Gue setu---," ucap Riana terpotong karena kedatangan seseorang di tengah-tengah mereka.

"Yang tidak berkepentingan boleh keluar, biar saya bisa periksa Bella." Perempuan berjas putih itu berkata. Setelahnya satu persatu dari mereka meninggalkan ruangan UKS.

Riana menggigit bibir bawahnya, Ya Tuhan. Tolong lindungi dan jaga Bella. batinnya.

Setelah kurang lebih lima belas menit menunggu, pintu UKS terbuka, Dr. Dini –– Dokter UKS milik SMA Dirgantara–– keluar dengan senyum menyapa Sagara dan teman-temannya.

"Bu, gimana sama Bella?" tanya Ebi. Teman-temanya yang sedang duduk sontak berdiri dan mendekat kepada Ebi dan Dr. Dini.

Dr. Dini tersenyum, namun senyumnya berbeda, seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan dibalik senyumnya.

"Ebi, kamu sepupuan 'kan sama Bella?" tanya Dr. Dini

Ebi menangguk, "Iya bu, saya sepupuan sama Bella dari lahir."

"Ckk, Ebi." tegur Uzma menyenggol lengan Ebi.

Sang empu hanya tersenyum kikuk, kemudian menggaruk dagu-nya.

"Ebi ke ruangan saya sebentar," ucap Dr. Dini

"Saya ikut, boleh Bu?" tanya Sagara

Dr. Dini terdiam sebentar, "Yaudah Boleh, ayo."

"Yang lain kembali ke kelas, Bella biar di jaga sama petugas UKS."

"SIAP BU!!"

~°~°

"Jadi, selama ini Bella sakit leukemia dan udah stadium akhir, Bi?" lirih Sagara

Ebi menangguk berat, "Gue sama nyokap gue juga baru tau belakangan ini, Gar. Selama ini Bella nyembunyiin semuanya dari kita. Bahkan saat gue sama nyokap tau hal ini, dia masih minta buat rahasiain ini dari lo dan yang lain." jelas Ebi dengan kepala yang tertunduk.

Sagara mengacak rambutnya frustasi, kemudian duduk pada kursi kosong di samping Ebi. "Tapi, Bella masih...."

Ebi menggeleng, ia paham dengan apa yang dimaksud Sagara. "Gue gak tau Gar, tapi yang pasti Bella harus terus kemoterapi."

SAGARA (AKHIR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang