10. Rumah Sementara

1.7K 320 37
                                    

BAGIAN 10
SEBELUM FAJAR
©NAYLTAE
2023

.

.

.

"ARJUNA! Lo selamat juga?"

Di saat yang berdekatan, hujan seketika turun deras, di saat yang sama pula teman-temannya tiba. Air muka pria di depan sana, Hadyan, menggambarkan betapa terkejutnya dia melihat rombongan teman-temannya. Maka masih dengan keterpukauan Hadyan terhadap keajaiban di hadapannya, dia menyilakan semua orang berteduh di bawah atap teras gubuk.

Keterkejutan di antara mereka tak berhenti saat ada orang lain yang menyusul keluar dari dalam gubuk.

"Woi! Kalian!" Dia memekik, dalam hitungan detik langsung memeluk siapa saja yang ada di depannya, dan saat itu, Iqbal orangnya.

Iqbal adalah yang paling sulit memercayai semua kejadian yang sejak malam ini berturut-turut terjadi padanya. Dia tak membalas pelukan Tama, hanya berdiri dengan tatapan kosong yang bergulir bergantian pada semua teman-temannya. Dia sekeras mungkin memaksa dirinya percaya bahwa apa yang tengah dia lihat saat ini adalah nyata. Dia tak selamat sendirian.

"Gila! Kalian selamat semua?" Tama, pria itu dengan heboh menatap teman-temannya.

"Enggak semua, tapi sebagian dari kita selamat, termasuk dari tim Arunika." Jawab Julian.

"Iya, tim Arunika. Di sini juga ada Shafa."

Nadhifa terkejut, senang. "Shafa ada di sini?"

Tama mengangguk. "Iya."

"Di pantai juga ada Amel sama Rangga." Julian menambahkan.

Tentu saja, sebagai satu-satunya perempuan di antara mereka, dia jelas senang dengan kehadiran teman satu timnya. Gadis itu kemudian buru-buru masuk ke dalam gubuk. Para laki-laki membiarkan Shafa dan Nadhifa menangis, saling bertukar rindu di dalam sana.

Sedangkan Nadhifa pergi ke dalam dan membiarkan Julian merangkul sendiri tubuh berat Sehan, Tama yang melihat dua teman dekatnyaㅡSehan dan Julianㅡdalam keadaan tak baik-baik saja segera memberi bantuan. Setelah mereka menidurkan Sehan yang mungkin sudah kembali pingsan ke atas kursi kayu, Tama yang keheranan bertanya, "Ini Sehan kenapa?"

"Demam sama dehidrasi. Kata Nadhifa dia pingsan dari siang."

Tama menghela napas. "Kami juga enggak punya banyak air yang bisa diminum. Di sini enggak ada apa-apa selain perabotan tua."

"Perabotan tua juga berguna, kali. Daripada enggak ada sama sekali? Gue udah tiga hari bertahan hidup di pinggir pantai, enggak ada apapun yang bisa digunain buat masak. Tiap pagi nyari ikan di laut."

"Terus lo tinggalin Rangga sama Amel berdua?"

Julian yang saat itu hendak membuka kotak obat sejemang berhenti bergerak. "Bukan gue yang ninggalin mereka, tapi Arjuna."

Tama memandang sekilas Arjuna yang sedang duduk di depannya dengan sorot tak suka. "Kebiasaan. Egois."

Tak ada yang bicara selagi Julian sibuk memilih obat mana yang harus dia berikan kepada Sehan, dan Hadyan yang telaten menempatkan wadah-wadah besar untuk menampung air hujan. Sebab di situasi dan tempat seperti ini, air adalah hal utama yang dapat membuat mereka bertahan hidup di samping makanan. Mereka seolah tak senang dengan pertemuan ini, sebab satu-satunya hal yang dapat membuat mereka senang adalah kembali ke kampung halaman.

Arjuna duduk di sebelah Hadyan, menatap kobaran api dengan matanya yang berat. "Di sini, di bawah kaki gue, lo tahu kan ada apa?"

Hadyan menunduk, memperhatikan tanah yang kini tengah mereka injak. "Tengkorak manusia?" jawab Hadyan pelan.

Sebelum FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang