21. Datangnya Bantuan

1.4K 298 17
                                    

BAGIAN 21
SEBELUM FAJAR
© NAYLTAE
2023

.

.

.

KARENA suasana hatinya begitu buruk sejak kemarin, Julian jadi banyak memisahkan diri dari teman-temannya bahkan hingga pagi ini. Saat semua orang masih tertidur, dia lebih dulu bangun dan menyambut matahari pagi sebelum matahari menyambutnya. Dia melakukan apa saja yang bisa dikerjakan: menyusun ranting, hingga menengok perahu Hadyan yang sama sekali belum berbentuk.

Rangga membuatnya mengangkat kembali luka lamanya sehingga dia semakin dilanda bingung. Harus dia apakan Arjuna. Dia benar-benar tak ingin merendah diri untuk berbaikan dengan pria itu.

"Julian."

Saat itu, Julian tengah melihat-lihat kayu untuk perahu saat Sehan datang memanggil namanya. "Oi. Udah sembuh lo?"

Sehan mengangguk. Dia menyusul duduk di sebelah Julian. Kini, mereka sama-sama siap menyambut fajar.

"Kemaren lo sama Arjuna ngapain aja? Kenapa bisa tiba-tiba akur begitu?"

Sehan diam sejenak, memutar kilas balik waktunya dengan Arjuna sambil memikirkan jawaban yang tepat untuk dia berikan kepada Julian. Sebetulnya, saat membuka mata, Sehan merasa dirinya lahir menjadi orang yang baru. Dia merasa seolah beban yang menghimpit dadanya hilang begitu saja. Saat membuat mata, Sehan jadi lebih bersyukur sudah diberi kesempatan selamat bersama teman-temannya.

"Arjuna enggak ngapa-ngapain. Gue cuma kepikiran aja dia udah dua kali buang-buang waktu buat nolongin gue."

Julian menoleh ke arah Sehan. Tanpa dia duga, kini Sehan mulai menyadari apa yang akhir-akhir dia sadari.

"Lo kadang muak enggak, sih, kalo dia udah terlalu baik gitu? Kan kita jadi bingung. Mau benci, tapi dia baik. Maksud gue, kalo mau brengsek, brengsek sekalian, biar kita enggak merasa bersalah karena benci sama dia."

Sehan tertawa singkat. Julian tetaplah Julian. Sebesar apapun kebencian, pria itu akan mengemasnya dengan cara yang menyenangkan. "Tapi alasan gue benci sama Arjuna beda sama alasan lo. Kalo boleh jujur, gue bahkan udah lupa sama kejadian yang lo ceritain kemarin. Gue benci sama Arjuna karena dia kapten. Gue benci karena semua orang perhatian sama dia."

Julian mengerutkan kening. "Sebentar. Lo denger gue kemarin ngomong apa?"

Sehan mengangguk. "Lo ngobrol sama Rangga."

"Arjuna juga denger?"

Lagi, Sehan mengangguk. Tepat setelah itu, Julian langsung mengusap wajahnya frustasi. "Astaga, kenapa tiba-tiba gue ngerasa bersalah gini, sih."

"Enggak apa-apa. Emang faktanya begitu. Arjuna enggak tahu diri kalo dia sampe marah."

"Tapi, kan..."

Setelah ini, Julian tak tahu harus bersikap seperti apa di hadapan Arjuna. Selama ini dia memang bersikap ketus kepada Arjuna, namun sebisa mungkin dia tak mengungkit masalah itu secara langsung di hadapan Arjuna sebab kebencian dari seluruh anggota tim saja sudah cukup menyakitkan. Sekarang, dengan bodohnya dia malah menguras isi hatinya hingga habis tepat di sebelah telinga Arjuna.

"Woi! Ngapain lo berdua pagi-pagi buta duduk di sana?"

Keduanya menoleh, mematung mendapati Arjuna berdiri di belakang mereka.

"Ngapa liat-liat? Cari makan! Mau sarapan, enggak?"

Pria itu bersikap seolah tak terjadi apapun, dan hal itu makin membuat Julian merasa bersalah. Karena rasa bersalah itulah Julian dengan patuh bangkit dari duduk dan berjalan menuju belakang gubuk guna mengambil wadah. Namun belum sempat tangannya menyentuh benda itu, dia berhenti melangkah dan berbalik, "Bentar, kan cari makan bukan tugas gue?"

Sebelum FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang