11. Tempat Pulang

1.7K 330 18
                                    

BAGIAN 11
SEBELUM FAJAR
©NAYLTAE
2023

.

.

.

KALAU boleh berkata jujur dan mengungkapkan kesannya selama ini kepada Arjuna, dia akan mengatakan bahwa dia iri dengan watak Arjuna yang sempurna sekali. Namun, di samping itu dia akan mengatakan bahwa dia tak mau memiliki watak seperti Arjuna sebab itu merepotkan. Menjadi orang yang terlalu baik terkadang merepotkan.

Awalnya, Rangga biasa saja saat pelatih memilih Arjuna menjadi kapten. Toh, dia memang tidak pernah peduli dengan siapapun kaptennya asal kegiatan berlatih dan bertanding tim mereka tetap optimal. Namun beberapa bulan berjalan, Rangga menyadari bahwa ada yang aneh dari kepemimpinan Arjuna. Pria itu memimpin dengan baik, bahkan kelewat baik hingga dia khawatir dengan keadaan mental Arjuna.

Tidak kembalinya Arjuna malam ini setelah mengejar Julian bukanlah aksi yang membuat Rangga heran. Sejak saat Arjuna melangkahkan kakinya pergi, dia tahu masalahnya tak akan selesai dalam hitungan jam, terlebih urusannya dengan Julian.

Rangga canggung ditinggal berdua bersama Amel, itu sebabnya tak ada dari mereka yang tidur semalam. Amel khawatir dengan Arjuna, namun Rangga mencoba menenangkan Amel dengan mengatakan bahwa Arjuna adalah Arjuna; pria bertanggung jawab yang tak akan meninggalkan sebuah masalah sebelum terselesaikan.

Maka saat fajar menyingsing, Rangga yang sudah menganggap dirinya cacat hanya duduk di tempat yang sama sejak semalam sembari merakit tongkatnya sendiri untuk membantunya berjalan. Makin hari kakinya makin sakit dan lemas. Tak ada kesembuhan. Luka itu tetap basah. Bahkan Rangga terus melilitnya dengan kain karena terlalu memuakkan untuk dilihat.

"Gimana kalo gue nyusul Arjuna?" Masih menatap langit yang mulai terang, Amel bicara.

"Enggak usah. Lo enggak tahu tempatnya. Julian aja sampe dijemput segala karena dia takut anak itu nyasar, apalagi lo."

"Kita enggak bisa gini terus, Rangga."

Gerak tangan Rangga terhenti. Dia menoleh menatap Amel dari samping. "Terus lo mau apa?"

Amel tak menjawab secara verbal. Dia bangkit, mengumpulkan dedaunan dari pohon-pohon di sekitarnya dalam jumlah banyak.

Rangga menyaksikan Amel yang mulai sibuk membentuk huruf-huruf dengan dedaunan tersebut di atas pasir. Kalau lupa gadis itu milik temannya, rasa gemasnya mungkin tak sekedar dia rasakan dalam perasaan. Lalu di tengah itu, kesedihannya kembali muncul. Dia kembali ditampar dengan kenyataan bahwa sampai kapanpun Amel akan tetap jadi milik Arjuna.

"Rangga."

Mendengar suara lain selain suara Amel, dengan panik dia menoleh. "Astaga, Julian. Lo ngapain kabur, sih?"

"Gue enggak kabur, gue nyari Sehan." Matanya beralih pada Amel yang masih sibuk berkreasi dengan daun-daunnya. "Ngapain tuh anak?"

"Bikin sinyal?" Rangga mengangkat bahu. "Sejenis itu. Kayaknya dia mulai enggak betah."

"Terus ini lo ngapain?" Lalu beralih pada tongkat buatan tangan Rangga.

"Bikin tongkat." Rangga mulai menyadari ada sesuatu yang hilang. "Arjuna mana?"

Julian menghela napas berat. Dia meregangkan ototnya yang pegal karena berjalan menuruni gunung pagi-pagi sekali. "Mending lo ikut gue sekarang, di sana lo bakal nemuin jawabannya."

"Di sana mana?"

"Bawel. Ikut gue dulu." Kemudian, beralih kepada Amel. "Udah, Mel, enggak usah dilanjutin! Lo mau ketemu pacar lo, enggak? Ayo ikut gue!"

Sebelum FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang