08. Saat Matahari Pulang

1.7K 332 9
                                    

BAGIAN 08
SEBELUM FAJAR
©NAYLTAE
2023

.

.

.

DARI sekian banyak kemungkinan, Arjuna sama sekali tak pernah berpikir akan berhadapan dengan hal sejenis bom di tempat ini. Tentu saja ini tak kalah buruk dari binatang buas pemakan daging atau hantu gunung. Ranjau adalah benda yang bisa meledak, menghancurkan sebagian hutan ini termasuk Julian yang ada di atasnya.

"Gue nginjek sesuatu." Awalnya, Arjuna menebak benda apa yang membuat seseorang tak bisa bergerak ketika diinjak.

"Ranjau. Kayaknya gue nginjek ranjau." Setelah Julian melanjutkan kalimatnya, dia sama sekali tak bisa menggerakkan tubuh. Bahkan untuk beberapa saat, dia lupa untuk bernapas.

"Jun, bantuin gue!" Wajah Julian memerah, siap menangis.

Ini adalah kali pertama Arjuna berhadapan dengan ranjau. Kali terakhir dia mendengar kata itu adalah saat menonton film bersama Amel. Dia tak tahu harus berbuat apa.

"Coba lo jalan pelan-pelan."

"Gila, ya? Udah terlanjur gue injek, kalo gue angkat kaki, gue meledak! Lo juga bakal ikut meledak!"

Arjuna makin kebingungan, kepalanya berkeliling ke sana kemari entah mencari apa. Di hutan sepi dan gelap ini, dia yakin hanya ada Julian dan dirinya. Sedikit mustahil berteriak meminta bantuan. Maka, dengan langkah hati-hati dan teliti, dia berjalan menapaki tanah yang terlihat aman dari ranjau, sambil bertanya-tanya bagaimana bisa ada yang memasang ranjau di pulau sepi begini.

"Ranjau tanam, ya? Lo nginjek kotak?"

Pelan-pelan Julian menggeser kakinya untuk memastikan. Kemudian, dia mengangguk. "Iya, bentuknya kotak."

Ketika tepat berada di depan Julian, di bawah kaki pria itu Arjuna mendapati kotak ranjau yang bentuknya mirip dengan yang pernah dia lihat di film. Julian benar. Pria itu sudah terlanjur menginjaknya. Seandainya bergerak dan tak sengaja membuka tutupnya, ranjau ini akan meledak. Arjuna menghela kasar saking bingungnya. Dia tak mau mati dengan cara seperti ini.

"Lo jangan banyak gerak, gue mau gali tanahnya."

Julian panik. "Lo bilang mau apa? Gali? Enggak usah macem-macem."

"Diem. Gue bisa..." Arjuna tak yakin, "...kayaknya."

"Enggak! Gue enggak mau! Jangan diapa-apain." Kalau bisa bergerak, Julian ingin sekali menendang Arjuna agar menjauh.

"Jangan gerak-gerak, bego! Nanti kaki lo geser."

"Lo pergi aja sana, enggak usah sok pinter!"

Arjuna tak peduli. Meski keringat dingin, dia tetap berusaha menggali sedikit demi sedikit tanah yang mengelilingi kotak ranjau yang Julian injak. Sebisa mungkin dia tak menghasilkan banyak gerakan yang dapat memicu benda itu bergerak. Dari film yang dia tonton, yang perlu dilakukan hanya mencabut benda mirip peniti yang ada di sekitar ranjau. Setelah itu, kalau lancar, dia hanya perlu melempar ranjau jauh-jauh sehingga meledak di tempat yang jauh pula.

Tentu saja kegiatan ini tak bisa selesai dalam waktu yang singkat. Karena terlalu hati-hati, waktu yang dibutuhkan Arjuna untuk berpikir hingga menggali dengan ketakutan nyaris menyentuh setengah hari. Hutan yang gelap ini jadi makin gelap karena matahari kini mulai turun, tak lagi ada di atas kepala mereka.

"Jun? Gue pegel." Julian sudah tak sanggup berdiri.

"Bentar. Dikit lagi." Sejak tadi juga Arjuna berkali-kali menggaruk tangannya yang digigit serangga. Semut hutan menggigit lebih sakit dari semut biasa.

Sebelum FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang