BAGIAN 37
SEBELUM FAJAR
© NAYLTAE
2023.
.
.
SATU tahun kemudian
Arjuna menggapai mimpinya yang lain: hidup sebagai manusia normal yang bebas melakukan apapun tanpa merasa sesak karena jadwal yang mengikat. Kini, Arjuna adalah mahasiswa biasa dan menjalani hari-hari yang biasa pula. Pergi di pagi hari, kuliah, berkegiatan di Unit Kegiatan Mahasiswa Kampus Palang Merah Indonesia, dan pulang ketika sempat. Sebisa mungkin Arjuna tak membiarkan jam dalam harinya kosong agar tak ada kesempatan bagi kenangan-kenangan pahit itu singgah ke kepalanya.
Menjadi mahasiswa di umurnya yang terlambat membuat Arjuna sedikit kesulitan bergaul dengan teman-teman barunya. Ditambah, setelah kejadian itu nyaris tak ada yang tak mengenalnya di kampus. Akibatnya, di beberapa minggu awal Arjuna kesulitan beraktivitas secara bebas di kampus. Namun, dia bersyukur sebab semua orang menyambutnya dengan amat sangat hangat.
Kali ini tak seperti biasa, setelah mata kuliah terakhir Arjuna tak pergi ke Pusat Kegiatan Mahasiswa sebab ada hal lain yang harus dia lakukan bersama teman lamanya. Ketika berjalan menuju tempat parkir, setiap orang yang berpapasan dengannya memberi sapaan berupa senyum ramah. Demikian Arjuna membalas dengan cara yang sama.
Terkadang, Arjuna menyayangkan karena harus menjadi populer lewat cara tragis itu.
"Jun!"
Berhenti melangkah, Arjuna kemudian menoleh.
"Mau ke parkiran, ya?" Doni, teman satu kelas Arjuna menyamai langkah. "Bareng, gue mau ke ruang dosen."
Arjuna mengangguk setuju tanpa bicara.
"Oh, iya. Sekalian mau ngasih ini." Doni menyerahkan sekotak makanan dengan secarik surat. "Dari adek gue. Dia ngefans banget sama lo dari dulu, pendukung setia tim kalian."
Hadiah, lagi. Meski berkali-kali menjelaskan bahwa dirinya bukan lagi atlet yang pantas dipuja, tetap saja tangannya tak pernah kosong dari pemberian orang-orang. Bahkan, rasanya jumlahnya jadi lebih banyak daripada saat dia masih menjadi atlet dulu. Namun, Arjuna tetap menghargai setiap pemberian dengan menerimanya. "Makasih banyak. Sampein ke adek lo."
"Pasti. Dia pasti seneng banget hadiahnya diterima."
Arjuna hanya tersenyum.
Hingga terhitung sepuluh langkah, keduanya diselimuti hening. Arjuna tak biasa memulai percakapan, hal yang membuat Arjuna kerap terlihat kaku dan canggung saat berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya. Namun, tak ada yang keberatan dengan itu. Semua orang maklum dengan keadaan Arjuna.
"Lo masih dapet tawaran buat balik jadi atlet?"
Ah, Arjuna hampir lupa dengan hal itu. Sebetulnya, Arjuna masih sering mendapat tawaran untuk kembali bermain di tim nasional. Mereka bilang, di antara tiga yang selamat, dia adalah satu-satunya yang masih memungkinkan untuk kembali bermain. Namun, bagaimana Arjuna bisa bermain tanpa anggotanya? Bagaimana dia bisa bermain bersama rekan yang bukan Cakrawala?
"Iya, dan enggak bakal gue terima."
Doni menghela napas. "Bukannya berniat menyinggung, tapi semua orang kangen liat lo main di pantai, Jun. Begitu juga gue."
"Mending kita enggak usah bahas ini." Arjuna berhenti melangkah dan menunjuk lorong di sebelahnya. "Nah, ruang dosen ke arah sana. Kita pisah di sini, ya. Take care. Semangat berhadapan sama dosen, Penanggung Jawab Mata Kuliah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Fajar
Fiksi PenggemarCakrawala dan Arunika adalah sebelum fajar yang menanti fajar. Di pulau tak berpenghuni itu, mereka belajar bagaimana ego dikesampingkan demi menyelamatkan nyawa. Di pulau tak berpenghuni itu, mereka merasakan setiap rintangan seolah benang yang men...