18. Tentang Sehan

1.5K 300 67
                                    

BAGIAN 18
SEBELUM FAJAR
2023

.

.

.

SEHAN kecil bercita-cita menjadi seorang arsitek. Ayahnya selalu mengapresiasi baik hasil gambar Sehan, sehingga dia terdorong untuk terus meningkatkan kemampuan menggambarnya semata-mata untuk mendapat pujian dari sang ayah. Setiap malam, Sehan selalu menunggu ayahnya pulang untuk memamerkan hasil gambarnya hari ini.

Suatu malam, Sehan bertanya kepada ayahnya, "Yah, kalau mau jadi arsitek, harus ngapain dulu?"

Ayah Sehan mengusap pipi tembam anaknya. "Sekolah yang rajin dan pinter, abis itu kuliah. Kalo udah kuliah, Sehan bisa jadi arsitek."

Mulai hari itu, Sehan tak sabar menantikan dirinya tumbuh besar. Sebagai anak dari pasangan dokter, Sehan mendapatkan pendidikan di sekolah yang bagus. Sikap cerianya membuat dia memiliki banyak teman di sekolah. Sehan kecil adalah anak pintar yang tak pelit membantu teman-temannya mengerjakan pekerjaan rumah.

Di lingkungan rumahnya, Sehan tahu seorang anak laki-laki yang selalu terlihat berkeliaran di luar rumah tanpa mengenakan alas kaki. Namanya Julian. Tiap kali melihat Julian lewat di depan rumahnya, Sehan ingin sekali bermain dengan anak itu. Betapa menyenangkan hidup bebas dengan orang tua yang selalu siap menjaga di rumah. Sehan tak bisa bermain di luar sebab kedua orang tuanya jarang berada di rumah.

Pernah suatu hari Sehan meminta izin kepada ibunya untuk bermain di luar setelah pulang sekolah. Namun, ibunya bilang kalau setelah pulang sekolah dia harus belajar. Sehan tak boleh keluar rumah sebab tak ada yang menjaganya selain bibi pengasuh.

Sehan murung dari hari ke hari. Hal itu tentu saja membuat bibi pengasuh khawatir dengan keadaan Sehan. Dia takut anak itu kehilangan kecerdasan sosialnya. Maka, diam-diam tanpa sepengetahuan majikannya, bibi pengasuh membiarkan Sehan bermain di luar. Saat itu, Sehan yang berusia sepuluh tahun pergi mengendarai sepeda roda empatnya mengelilingi jalanan kompleks perumahan.

Di sana, di depan penjual roti keliling, Sehan bertemu dengan Julian dan gerombolan anak lainnya. Ingin menghampiri, namun Sehan tak membawa uang untuk membeli roti. Namun saat dirinya hendak berbalik kembali ke rumah, dia merasa tak salah mendengar saat ada teriakan memanggil.

"Woi! Bisa main bola, enggak?"

Sehan menoleh. Julian memanggilnya.

"Mana bisa main bola dia. Liat, sepeda aja masih naik yang roda empat," balas salah satu anak lainnya.

Kecuali Julian, anak-anak yang lain tertawa.

Hal itu tak membuat Sehan sakit hati hingga lari ke rumah lalu menangis. Selagi Julian tak ikut tertawa, rasanya bukan apa-apa. Sejak awal dia ingin bermain dengan Julian.

"Jangan ajak dia, Jul. Anak orang kaya. Nanti mamanya malah marahin kita kalo ketahuan main sama dia."

Itu memungkinkan. Jika ibu Sehan sampai tahu anaknya bermain di luar, tentu saja dia akan dimarahi. Namun kali ini Sehan betul-betul tak peduli. Ini adalah kesempatan emasnya untuk berteman dengan Julian. Kalaupun setelah ini harus dimarahi, dia tak akan menyesal karena sudah bermain dengan teman yang dia inginkan.

"Aku bisa main bola." Sehan menjawab, lalu mengayuh sepedanya mendekat ke arah rombongan anak di depannya. "Kalo aku bisa main bola, emangnya kenapa?"

"Kita kekurangan pemain. Kalo kamu bisa, masuk tim aku. Tapi enggak boleh kalah," jawab Julian dengan suara kecilnya. Anak itu terlihat keren dengan bola yang ada di pelukan tangan kanannya.

Sebelum FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang