BAGIAN 17
SEBELUM FAJAR
© NAYLTAE
2023.
.
.
HINGGA menuju malam, rombongan Julian belum juga kembali dari tempat mereka pergi. Rangga, Sehan, dan Tama bertiga di gubuk dengan kesibukan yang sunyi. Entahlah, Rangga terlalu asing dengan suasana ini sebab Sehan dan Tama terlihat acuh padanya. Dia berusaha memahami setiap perubahan anggota tim setelah kejadian ini. Tentu saja adalah hal yang wajar jika mereka berubah.
Sehan tidur seharian, begitu pun dengan Rangga yang tak pindah dari tempat duduknya. Sedangkan Tama berkeliling entah ke mana. Saat malam tiba, Sehan baru keluar dari dalam gubuk dan bergabung duduk di sebelah Rangga yang termenung.
"Lo enggak capek duduk terus?"
"Capek juga gue bisa apa," Rangga menjawab pertanyaan Sehan.
Sehan di sebelahnya duduk dengan rileks, menghela napas tenang sambil menatap ke arah yang sama dengan Ranggaㅡmulai memutar film dokumenter hidupnya di dalam otak. "Lo kangen rumah, enggak, sih? Kadang gue kepikiran buat pergi dari sini sendirian karena kalian keliatan baik-baik aja di sini."
Rangga menanggapi dengan tawa kecil. "Jelas pengen lah. Semua orang juga sama. Tapi kalo enggak ada jalannya, ya harus apa? Kita tunggu ada yang nemuin kita di sini."
"Udah seminggu lebih, loh. Lo yakin mereka nyari kita?"
Meski Rangga juga ragu, dia berusaha untuk berpikir positif. "Pasti. Kita atlet nasional, kalo lo lupa."
Kecuali Tama, tak ada satupun orang di sini yang berbagi isi pikiran yang sama dengannya. Semua orang terlalu berpikir positif, padahal dia mencari orang yang bisa dia ajak pergi untuk mencari jalan keluar. Dia tak suka orang-orang yang selalu menciptakan suasana baik seperti Arjuna dan Hadyan. Kini, Julian, sahabatnya,. juga mulai bertingkah demikian.
"Kalo lo udah enggak kuat di sini, mending lo ikut gue kabur aja. Mereka enggak akan ngasih jalan keluar buat lo. Mereka betah di sini."
Atas kalimat itu, Rangga menoleh menatap Sehan sambil menyelami isi pikiran pria itu dari raut wajahnya. "Kenapa pikiran lo cetek banget, sih? Enggak mungkin ada yang betah tinggal di sini, Han. Mereka keliatan seneng karena mereka mau bertahan hidup. Orang-orang kayak lo ini justru yang enggak bakal bisa bertahan."
Sehan tertawa. "Kalo emang gitu, sebahagia apapun mereka pasti tetep cari jalan keluar."
"Hadyan lagi buat perahu, kok. Itu jalan keluar."
Hadyan, lagi. Mendengar namanya Sehan sudah membayangkan menghajar pria itu hingga mati. "Kenapa, sih, semua orang merhatiin dia?"
"Kenapa, sih, hati lo selalu busuk?"
Pada rentang detik yang cukup lama, keduanya saling bertatapan. Membagi kebencian lewat masing-masing sorot. Kemudian, Rangga melanjutkan, "Gue perhatiin dari dulu lo selalu gini. Dulu sama Arjuna, sekarang sama Hadyan. Salah mereka sama lo apa, sih? Kenapa lo selalu enggak suka liat orang lain lebih menonjol dari lo? Jangan bilang lo Iri?"
Kalimat Rangga sukses menyayat kembali luka masa kecilnya yang belum sembuh. Pun walaupun ingin mematahkan argumen Rangga, otaknya terlalu sulit untuk merangkai kata sebab jawaban atas semuanya adalah benar. Semua ketidaksukaannya selama ini berakhir pada satu alasan: dia iri dengan perhatian yang diberikan orang-orang pada Arjuna, kaptennya, dan kini kepada Hadyan.
"Lo enggak kasihan sama diri lo sendiri karena selalu jadi beban?" Sebagai orang yang sakit, Sehan selalu balik menyakiti jika dirinya disakiti. "Gue bakal dengan senang hati kerja amal buat lo, bantuin lo pergi dari sini. Lo, gue, dan Tama bisa selamat. Kurang baik apa gue ngasih penawaran yang seratus persen menguntungkan buat lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Fajar
FanfictionCakrawala dan Arunika adalah sebelum fajar yang menanti fajar. Di pulau tak berpenghuni itu, mereka belajar bagaimana ego dikesampingkan demi menyelamatkan nyawa. Di pulau tak berpenghuni itu, mereka merasakan setiap rintangan seolah benang yang men...