30. Perahu Hadyan

1.4K 319 44
                                    

BAGIAN 30
SEBELUM FAJAR
©NAYLTAE
2023

.

.

.

MESKI amat sangat terlambat, Julian berterima kasih kepada matahari yang membuat pagi ini jadi begitu cerah dan panas sehingga dia punya alasan untuk menghancurkan tempat berteduh sementara yang berdiri reyot di depan gua. Alasan lain karena Julian enggan melihat tempat dia dan semua orang biasa berkumpul sambil tertawa. Sekarang, satu gua mungkin akan cukup menampung mereka yang tersisa.

Tiap kali teringat wajah teman-temannya yang telah tiada, secara kurang ajar air matanya kembali menetes. Untuk menyembunyikan hal itu, Julian menyibukkan diri serta tenaganya untuk menghancurkan kerangka kayu dan daun-daun kelapa dengan brutal.

"Hal apa yang pertama kali bakal kalian lakuin setelah kita selamat nanti?"

Pada satu gerakan tangannya, saat matanya tak sengaja menatap arang kayu di sentral di bawah atap sementara, bagai pergantian babak pada drama Julian melihat suasana tiba-tiba berubah remang. Saat itu, mereka tengah menghabiskan sisa sore dengan mengobrol ringan sambil menyantap camilan malamㅡikan  bakar. Imajinasinya bermain, mengulang obrolan mereka di hari pertama mereka mengungsi ke tempat iniㅡdi hari kepergian Tama.

"Pulang ke rumah yang pasti." Sambil menggambar pola abstrak di atas pasir dengan ranting, Iqbal menjawab sedih. "Kayaknya gue bakal habisin sisa hidup gue sama keluarga. Setelah kejadian ini, gue berpikir kalo sebetulnya kematian bakal menghampiri kita kapan aja. Kita enggak tahu kapan momen terakhir kita sama keluarga."

Semua orang setuju dengan jawaban Iqbal, tetapi tidak dengan Sehan. Dia bahkan tak yakin apa kepulangannya akan disambut pelukan oleh satu-satunya orang tua yang tersisaㅡibunya. Agaknya, setelah ini dia akan masih bergantung pada Julian. Menumpang atap sekaligus kasih sayang dari orang tua sahabatnya itu.

"Kalian masih mau main voli setelah ini?" Arjuna bertanya. "Gue mau mastiin kalo bukan gue doang yang mau kita tetep main."

Jeda yang membentang antara pertanyaan Arjuna dengan jawabannya menandakan bahwa semua orang tak yakin tentang keputusan apa yang harus mereka buat setelah kembali nanti. Bukan pertandingan yang meyisakan trauma, melainkan perjalanan mereka.

"Kita bisa main lagi, tapi bukan sebagai atlet. Enggak perlu jadi atlet buat tetep main 'kan?" Rangga menjawab tanpa memperhatikan bagaimana teman-temannya yang lain berpendapat.

"Iya, kita bisa tetep main sama-sama." Arjuna tersenyum getir.

Saat itu, Julian ingat kalau dia langsung merangkul Arjuna kala air muka sang kapten berubah kecewa. "Kita enggak tahu gimana keadaan kita ke depannya. Makanya, selama di sini kalian enggak boleh stres. Trauma itu hal yang wajar, tapi kita bisa hindarin itu kalau kita terus solid kayak gini. Jangan terlalu nganggep kejadian ini beban. Anggep lagi liburan."

Sekarang Julian termakan harapannya sendiri. Saat drama di pikirannya berhenti bermain, menyadari betapa sekarang tempat ini begitu sepi, dia tahu tak ada satupun kepala yang akan baik-baik saja sekembalinya mereka dari sini. Tak ada lagi Arunika dan Cakrawala. Tak akan ada pertandingan selanjutnya.

"Kita enggak bisa main lagi..." Julian membiarkan air matanya mengalir deras di pipi.

"Julian?"

Atas panggilan itu, Julian buru-buru berbalik badan. Dia mengusap air matanya kala mendapati Sehan berdiri menatapnya dengan raut yang kini mulai berubah. Tatapan pria itu tak lagi dingin dan kosong. Sehan kembali menjadi Sehan yang selama ini biasa dia lihat.

Sebelum FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang