"Aku ingin tau lokasi hutan terlarang. Aku yakin, Kakek Osh tau lokasi hutan terlarang itu."
"Astaga! Lokasi itu!" Kakek Osh memegang kepalanya, dia memijat pelipis. "Beberapa hari sebelumnya, ada dua anak muda yang bertanya lokasi itu kepadaku. Menyebalkan! Orang tua ini tidak mau lagi terlibat dalam masalah apapun!"
Eh? Dua anak muda? Pikiranku langsung tertuju pada Eleanor dan Pangeran Essam.
"Aku tidak tau apapun. Pergilah, jangan menggangguku lagi." Kakek Osh justru mengusirku. Aku menggeleng tidak mau.
"Tolong, Kakek Osh. Beritahu aku letak hutan terlarang. Aku hanya ingin menyelamatkan temanku, El. Dan aku yakin sekali, beberapa hari lalu, seorang perempuan yang menemui Kakek Osh adalah El, sahabatku. Aku ingin menolongnya, aku sudah berjanji pada ibunya untuk menemukan El."
"Astaga!" Kakek Osh kembali berseru. "Kamu ingin menyelamatkan temanmu yang sebelumnya menemuiku. Dan, temanmu itu justru berkata padaku untuk menyelamatkan Pangeran kerajaan yang menghilang. Ini situasi yang berbelit, kalian semua aneh!"
"Aku tidak tau tentang hutan terlarang, pergi sana, aku tidak mau menambah banyak korban."
Apa maksudnya? Aku terdiam, apa maksud ucapan kakek Osh?
"Korban? Apa maksud Kakek Osh?" Aku bertanya hati-hati.
"Heh anak muda. Harus ku katakan, boleh jadi temanmu dan anak muda laki-laki satunya itu tidak akan selamat jika menemukan hutan terlarang. Aku tidak ingin membahasnya, pergilah."
Sudah tiga kali Kakek Osh mengusirku, dan aku tetap menggeleng. Berujar tegas. "Aku tetap ingin tau lokasi hutan terlarang, Kakek Osh. Temanku dalam bahaya, aku ingin menyelamatkan temanku. Kami selalu saling melindungi, aku akan melindungi temanku. Tidak peduli seberat apa rintangan yang harus aku jalani untuk menemukan El, termasuk meminta Kakek Osh menunjukkan lokasi hutan terlarang."
"Kamu ini keras kepala sekali, anak muda!" Kakek Osh membentak. "Aku tidak ingin menambah korban lagi. Kamu sama keras kepalanya seperti temanmu itu! Dia tahan menunggu hingga tertidur di depan rumahku, bersujud, memohon-mohon di kakiku."
Mataku sudah berkaca-kaca. Eleanor sampai melakukan hal itu untuk menemukan hutan terlarang?
Jika itu bisa membuat Kakek Osh luluh dan menunjukkan lokasi hutan terlarang, maka aku akan melakukannya. Aku bersujud, menunduk.
"Aku juga akan melakukan hal yang sama dengan El, Kakek Osh. Aku tidak peduli semenyeramkan apapun hutan terlarang. Sungguh, aku hanya ingin menemukan El." Aku terisak, bahuku bergetar.
"Berdiri!" Kakek Osh menyuruh.
Aku menggeleng, tidak mau.
"Berdiri, anak muda!" Kakek Osh kembali menyuruh, suaranya membesar.
"BERDIRI, BODOH!"
Aku tersentak mendengar teriakan Kakek Osh. Sepertinya Kakek Osh benar-benar marah atas tindakanku barusan. Aku berdiri buru-buru, menunduk tidak berani menatap wajah kakek Osh.
"Jangan melakukan hal seperti kamu memujaku, anak muda! Itu tidak akan berguna! Aku tetap pada pendirianku. Aku tidak akan menunjukkan lokasi hutan terlarang kepadamu. Tempat itu bukan taman bermain. Kamu masih muda, tidak akan tau apa-apa tentang hutan terlarang. Para korban sebelumnya yang ditemukan tewas, entahlah hanya kepala atau bagian tubuh lainnya, itu adalah karena aku. Aku yang menunjukkan hutan terlarang. Dan aku juga tidak akan kaget lagi mendengar berita tentang temanmu juga seperti itu. Anak keras kepala itu pantas mendapatkan batunya!"
Aku menggeleng tegas. Tidak! Eleanor tidak akan menjadi seperti itu! Eleanor bukan anak lemah seperti yang lainnya. Anak itu mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki anak lain. Tekad. Ketika tekad Eleanor sudah bulat, tidak akan ada yang bisa menghalanginya. Aku sudah mengenal betul temanku itu.
"Tolong bantu anakku, Kakek Osh." Suara yang begitu aku kenali terdengar. Aku segera berbalik, kaget melihat Ibuku sudah berdiri di belakangku, baru saja tiba.
"Ibu."
Ibu tersenyum menatapku, aku segera berdiri di sebelahnya.
Kakek Osh terlihat terkejut bertemu Ibu. Aku menatap mereka bergantian. Ada apa ini? Kenapa Kakek Osh kaget melihat ibu?
"Laoise."
"Ini Vienne, Kakek Osh, anakku. Demi hal yang aku lakukan dahulu, tolong bantu anakku. Aku yakin mereka akan selamat hingga akhir. Aku percaya padanya. Kakek Osh tidak perlu mengkhawatirkan apapun dan merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi. Kematian, itu adalah takdir, bukan semata-mata karena Kakek Osh yang menunjukkan lokasi hutan terlarang." Ibu tersenyum tipis, anggun sekali.
"Kakek Osh dahulu pernah berkata padaku. Jika hutan terlarang bukan berada di desa ini. Hutan itu terletak di tempat yang sebenarnya tidak kita ketahui. Kita harus melewati sebuah tempat berpindah yang kita sebut portal, portal itu akan muncul dengan sendirinya. Hutan itu akan memilih pengunjungnya sendiri. Bukankah begitu?"
Kakek Osh terdiam. Tapi aku tercengang ketika ibu mengatakan hal demikian. Ibu tau banyak tentang hutan terlarang? Tapi kenapa ibu dari awal tidak memberitahuku?
"Ibu tidak tau banyak tentang hutan terlarang, Nak. Hanya satu dua. Ibu juga tidak tau letak hutan tersebut." Ibu tersenyum, seperti bisa membaca pikiranku.
"Itu benar, Laoise. Benar sekali. Hutan itu akan menunjuk siapapun yang pantas untuk mengunjunginya. Hutan itu tidak dapat di masuki kecuali kehendak hutan tersebut." Kakek Osh diam sejenak. "Banyak yang tewas di sana sebelum benar-benar masuk ke area hutan terlarang. Mereka seolah-olah pernah melihat hutan terlarang, tapi nyatanya tidak, mereka hanya berdiri jauh dari hutan terlarang."
Ibu mengangguk. "Aku tau itu berbahaya, Kakek Osh, aku tau sekali. Aku juga tidak ingin anakku pergi ke sana. Tapi anakku ingin sekali menyelamatkan temannya. Aku yakin, mereka pasti akan segera kembali. Tolong beritahu lokasinya, Kakek Osh. Demi pertolongan yang aku lakukan dahulu."
"Aku tidak ingin meminta Kakek Osh membalas budi, tapi anakku sudah berusaha keras untuk memintamu menunjukkan lokasinya. Yang terjadi selanjutnya, biarlah terjadi. Aku selalu percaya hal baik akan datang selama niat kita baik."
Kakek Osh menghela napas. Dia menatapku, kali ini lebih lembut. "Baiklah, Nak. Aku tidak bisa menolak permintaan Ibumu yang dahulu pernah menyelamatkan orang tua ini dari kematian dengan ramuan terbaiknya. Dan juga kamu yang menyerap api-api di dapurku sebelum rumah ini terbakar."
"Aku akan menunjukkan lokasi hutan terlarang. Aku harap kamu bisa memenuhi harapan ibumu untuk segera kembali dengan selamat."
Aku menangis, kali ini tangisan bahagia. Aku mengangguk cepat.
"Pergilah ke arah utara wilayah. Ke arah hutan. Jangan terkecoh, hutan itu bukanlah hutan terlarang sesungguhnya. Kamu akan melewati sesuatu yang dahulu dilewati pemburu lain yang telah tewas, mereka adalah orang-orang yang tidak dapat melewatinya. Aku harap kamu bisa melewatinya. Bantu temanmu, dia sedang dalam kesulitan, dan temukan Pangeran kerajaan yang menghilang, itu misi mulia yang aku anggap untuk kalian jalani."
Aku mengucapkan terima kasih untuk yang kesekian kali. Aku telah lupa dengan semua bentakan, hinaan, atau fitnah yang sudah Kakek Osh lakukan padaku sebelumnya. Aku sungguh berterima kasih pada Kakek Osh.
"Terima kasih, Kakek Osh."
"Aku akan bilang sama-sama ketika kamu kembali setelah menjalankan misi itu."
Aku mengangguk, tidak apa. Aku akan berusaha, demi Eleanor, dan demi menemukan Pangeran Essam.
Aku menoleh menatap ibu, memeluknya erat. "Ibu, terima kasih."
Ibu membalas pelukan. "Iya, Nak. Ibu percaya padamu," kata ibu dengan seulas senyum menawan di wajahnya.
Ibu merogoh kantong, mengeluarkan sebuah botol kecil. "Untukmu, Vie."
Itu sebuah ramuan yang ibu racik sebagai seorang tabib. Aku menerimanya, terdiam sejenak, besok-besok aku akan mengerti ini ramuan apa. Aku memeluk ibu sekali lagi, mengucapkan terima kasih.
Jalanku untuk menemukan Eleanor semakin dekat. Banyak rintangan yang akan kami lalui setelah ini.
****
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN FOREST [COMPLETED]
Fantasy[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Vienne mengambil keputusan paling buruk dalam hidupnya, yakni menyusul Eleanor, temannya yang pergi dengan tujuan mencari Pangeran Essam yang dikabarkan menghilang tiba-tiba di tempat paling mengerikan wilayah Kerajaan Etter...