19 - Last fight

29 7 0
                                    

Aku terbangun ketika Eleanor menepuk pundakku pelan. Demi mendengar suara aneh, aku segera terduduk, mendapati salah satu dinding tanah yang bergetar. Perlahan, dinding itu membentuk lingkaran hitam. Tiga orang muncul, menggunakan pakaian hitam. Aku yakin sekali, itu pasti pengikut Balor. Dan aku juga baru sadar, ternyata seperti itu mereka membawa kami ke dalam sini.

Salah satu dari tiga orang tersebut membawa tiga porsi makanan, memberikannya pada kami dengar kasar.

"Makanlah, setelah ini Tuan Balor akan membawa kalian." Setelah mengatakan itu, ketiganya kembali melintasi portal yang kemudian menghilang seperti sedia kala.

Eleanor memandang makanan itu dengan curiga. "Setelah makan ini, kita tidak mati, kan?" tanyanya.

"Aku rasa tidak, mengingat jika Balor ingin kita mati, Balor bisa membunuh kita lebih awal," balasku.

Pangeran Essam mengangguk, tampak setuju denganku.

"Tapi, makanan ini terlihat tidak cukup layak untuk kita makan." Aku bergidik menatap makanan itu, menyentuhnya sedikit.

"Ini sangat tidak layak. Seperti makanan kuda. Aku yakin sekali, kuda pun malas memakannya." Eleanor melanjutkan, menjauhkan makanan itu dari dirinya.

"Mau bagaimana lagi? Aku sudah lupa sejak kapan kita terakhir makan. Perutku sampai memberontak karena menahan lapar terus." Meski terlihat malas menatapnya, tanganku perlahan menjulur untuk mencobanya, namun Pangeran Essam dengan cepat menahan tanganku.

"Biar aku yang mencobanya lebih dulu," katanya yang membuat mataku sontak melotot.

"Apa? Tidak-tidak, aku yang—" Terlambat, belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Pangeran Essam lebih dulu memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya.

Mataku kembali membulat sempurna. Tapi, melihat ekspresi Pangeran Essam tampak heran, aku jadi bertanya-tanya.

"Rasanya aneh. Asin, manis, asam, semuanya tercampur. Tapi aku pastikan, ini bisa dimakan. Rasanya tidak seburuk bentuknya." Pangeran Essam berujar, kembali memasukkan sesuap makanan itu lagi ke mulutnya.

Aku mencobanya juga. Ternyata benar, makanan ini memang rasanya aneh sekali, juga tidak enak, tapi ini masih bisa dimakan. Aku mulai menikmati rasa tidak enak ini karena perutku yang lapar.

Aku juga menoleh ke arah Eleanor yang belum juga mencobanya. Piringnya masih penuh, aku menyikutnya pelan, berbisik, "Cobalah."

Dengan ragu-ragu Eleanor mulai menyendok makanan putih dan coklat itu, memasukkannya ke mulut. Melihat ekspresinya, dia berlari menjauhi kami, muntah di sana tidak tahan dengan rasa makanan itu.

Setelah selesai dengan urusannya, Eleanor kembali, bersungut-sungut. "Bentuk dan rasanya sama-sama buruk."

Aku tertawa, itu benar.

"Jika kamu benar-benar lapar, kamu bisa memakannya, El," kataku, masih tertawa.

"Aku sudah tidak lapar lagi." Eleanor duduk, menyandar pada dinding tanah, melipat kedua tangannya.

****

Salah satu dinding tanah kembali bergetar. Aku terkesiap, ini persis seperti sebelumnya, dimana sebuah portal muncul dan kali ini, empat orang memasuki ruangan pengap ini.

Aku menatap wajahnya bingung, mereka tampak tidak sehat, mukanya pucat, layaknya mayat hidup.

"Ikutlah, Tuan Balor tidak akan suka lama menunggu." Mereka masing-masing menarik kami. Aku, Eleanor, dan Pangeran Essam tidak ada yang memberontak. Kedua tangan kami diikat dengan tali. Tali itu kuat sekali, setiap aku memberontak, itu akan mengikatku semakin kuat. Baiklah, aku mencoba tenang, tali itu pun mengendur.

FORBIDDEN FOREST [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang