Kami bertiga berjalan menyusuri area terlarang dengan keadaan lelah. Sejauh ini kami berjalan belum menemukan makanan yang dapat dimakan, juga tempat yang tepat untuk bermalam. Tanganku masih terus mengeluarkan api untuk membantu penerangan pada perjalanan ini. Perutku berbunyi menandakan aku sudah sangat lapar. Akibat besarnya bunyi perutku, Eleanor dan Pangeran Essam sampai menoleh sambil tertawa.
"Aku yakin, pasti ada sesuatu yang dapat dimakan di sekitar sini, tahan sebentar lagi, Vie." Ucapan Pangeran Essam berusaha menenangkanku. Aku mengangguk lesu, lanjut melihat sekitar, menerka-nerka apa yang bisa aku makan.
"Selain makanan, kita juga belum menemukan tempat untuk bermalam. Hutan ini terbuka, aku khawatir ketika kita tidur di bawah pohon besar itu, misalnya, kita tidak tau ada hewan apa saja di sekitar sini. Belum lagi tentang rumor hewan-hewan mengerikan mendiami tempat ini, bisa saja kita terbangun bukan di dalam hutan, namun di dalam perut hewan," ujar Eleanor dengan kesal. Jika aku lapar, maka Eleanor terlihat sangat lelah dan ingin segera tidur.
Di sini, hanya Pangeran Essam yang tampak gagah dengan pakaian khas berpetualang miliknya. Selain karena dia laki-laki sendiri, dia yang masih tampak bersemangat dan wajahnya berseri. Aura anggota kerajaan selalu melekat pada dirinya. Matanya masih terjaga, tidak pernah mengeluh seperti aku dan Eleanor. Dia selalu fokus dengan tujuan tanpa banyak bicara, mencari makanan dan mencari tempat untuk bermalam yang tepat.
"Sungguh? Sepanjang hutan ini hanya ada pohon-pohon besar!" Eleanor kembali mengaduh kesal.
"Kita pasti menemukannya, El, tenang saja," ujarku dengan suara pelan. Fokusku hanya mencari makanan. Bekal yang ibu bawakan dari rumah sudah habis ketika aku menghabiskan waktu bersama Eleanor sebelumnya. Kami benar-benar kekurangan pasokan makanan. Entah bagaimana aku bisa menahan rasa lapar ini lebih lama lagi.
Eleanor berhenti mengeluh. Kami melanjutkan perjalanan.
"Hutan ini sangat besar. Bisakah kita istirahat sebentar?" pintaku, lelah. Eleanor menyetujui ucapanku. Pangeran Essam menoleh, mengangguk. "Baiklah, kita istirahat sebentar."
Eleanor langsung menyandarkan tubuhnya di bawah pohon yang sangat besar, terlihat mengerikan bagiku. Tapi karena aku tahu Eleanor adalah gadis yang pemberani, maka itu tidak heran lagi. Sedangkan aku, lebih memilih duduk tak jauh dari Eleanor, masih berusaha mencari makanan di sekitar.
Melihat Pangeran Essam yang masih berdiri, aku bertanya. "Kenapa tidak duduk, Pangeran? Istirahatlah sejenak, tubuhmu juga perlu istirahat."
Pangeran Essam menatapku, tersenyum. "Tidak masalah, Vie. Aku akan tetap berjaga buat kalian. Balor bisa datang kapanpun, dan kita semua tidak boleh lengah. Salah satunya harus tetap waspada. Dan juga sepertinya malam ini kita tidak mendapatkan tempat yang begitu aman untuk bermalam. Mungkin di sini lebih baik. Kamu tidur saja, biar aku yang menjaga kalian berdua."
"Tidur di tempat seperti ini kami tidak akan bisa, Pangeran." Aku membalas.
"Lihat saja temanmu."
Aku menoleh ke belakang di mana Eleanor berada. Astaga! Temanku itu, sudah tidur lebih dulu dengan mulut setengah menganga. Ya ampun aku malu sekali. Eleanor ini! Bisa-bisanya dia tidur dalam keadaan seperti itu?
"Lucu sekali." Pangeran Essam tertawa kecil. Aku mengangguk, Eleanor selalu lucu dalam keadaan apapun.
"Tidurlah, Vie. Agar energimu terkumpul untuk esok pagi," kata Pangeran Essam sekali lagi.
"Aku tidak bisa tidur, Pangeran."
"Kenapa?" Pangeran Essam menatapku bingung.
"Aku ..., lapar." Aku menunduk, mengusap perutku yang rata. Seharian belum diisi apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN FOREST [COMPLETED]
Fantasi[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Vienne mengambil keputusan paling buruk dalam hidupnya, yakni menyusul Eleanor, temannya yang pergi dengan tujuan mencari Pangeran Essam yang dikabarkan menghilang tiba-tiba di tempat paling mengerikan wilayah Kerajaan Etter...