"Vie, bagaimana penampilanku? Apa terlihat aneh?"
Aku sudah lupa berapa kali Eleanor bertanya pertanyaan yang sama padaku. Aku selalu membalasnya. "Kamu sama sekali tidak aneh, El. Kamu cantik sekali menggunakan gaun itu, seperti tidak ada perempuan cantik selain Eleanor di desa ini."
Oh ya, akan ku beri tahu. Setelah petualangan kami kemarin mengalahkan Balor, Raja Elias membuat pesta besar untuk menyambut kedatangan kami kembali. Tidak banyak orang yang kembali dari hutan mengerikan itu, namun, kami berhasil kembali sekaligus mencegah Balor mengambil alih kerajaan. Dan ya, kalian bisa menebak, kami cukup menjadi topik hangat di wilayah Kerajaan Ettersen.
Vienne, Eleanor, dan Pangeran Essam, banyak yang tidak menyangka, bahkan ibuku sendiri, saat aku pulang ke rumah, dia memelukku erat, berkata terima kasih berulang kali padaku karena aku kembali dengan keadaan baik-baik saja.
Eleanor tersipu mendengar ucapanku. "Terima kasih, kamu juga sangat cantik dengan gaun merah itu." Kemudian Eleanor berbisik, "Bisa-bisa Pangeran Essam tidak berkedip melihatmu, Vie." Demi mendengar itu, aku tertawa. Tidak berkedip apanya? Justru harusnya Eleanor mengkhawatirkan dirinya sendiri. Melihat Eleanor secantik ini, bisa-bisa semua laki-laki menatap ke arahnya membuat Pangeran Essam terbakar api cemburu.
"El, aku punya rahasia buatmu." Aku tersenyum, senyum yang menurut Eleanor sangat mengerikan.
"Berhentilah tersenyum jelek seperti itu, Vie, mengerikan." Eleanor bergidik, tapi juga bertanya, "Namun apa rahasia yang kamu maksud?"
Aku menggodanya, "Beri tahu tidak ya?"
"Vie! Jangan membuatku penasaran." Eleanor merengut, dia duduk di sebelahku, mendesak, "Katakan."
"Hmm." Aku pura-pura berpikir, "Jika aku mengatakannya, ini akan sangat memalukan bagi Pangeran Essam."
Mendengar itu, mata Eleanor melebar, "Pangeran Essam juga tahu? Wah wah kalian jahat sekali padaku. Bukankah kita berpetualang bertiga? Kenapa dia hanya memberitahumu? Jangan-jangan benar firasatku, Pangeran Essam menyukaimu." Eleanor manggut-manggut.
Aku langsung menyergah, "Hei! Kamu salah."
"Apa?" Eleanor bertanya seperti dirinya sangat suci, jauh dari dosa.
"Pangeran Essam bukan menyukaiku, tapi dia menyukaimu, El." Mendengar itu, rahang Eleanor rasanya mau runtuh.
Biar saja aku memberitahunya, dari pada dia berpikir Pangeran Essam menyukaiku. Itu akan membuat hal lain, mungkin masalah lain. Aku tidak mau ikut-ikutan.
****
Aku dan Eleanor baru saja tiba di gerbang Kerajaan. Kami berdua berjalan santai memasuki halaman kerajaan, sesekali bersapa ria dengan penduduk yang datang. Kerajaan tampak sangat ramai dengan penduduk dan tamu-tamu dari kerajaan lain. Acara ini sungguh menakjubkan.
Aku menatap Eleanor yang masih saja tidak percaya dengan kalimat terakhirku. Wajahnya masih sama seperti terakhir kali ku beri tahu rahasia itu. Mulutnya setengah menganga dengan mata menatap kosong. Ya untuk kali ini bisa aku katakan Eleanor jelek sekali.
Eleanor masih bergeming, namun untuk beberapa detik dia bertanya, "Vie, itu serius?"
Aku mengangguk tanpa beban, sedangkan beban di Eleanor bertambah. Dia menepuk dahinya. "Baiklah, aku akan bersikap biasa saja. Ini terlalu mengejutkan. Bagaimana mungkin Pangeran Es—" Ucapan Eleanor langsung terhenti saat melihat Pangeran Essam tengah berbincang santai dengan seorang perempuan, sesekali tertawa. Pangeran Essam mengenakan pakaian khas untuk seorang pangeran. Badannya tegap, rambutnya tertata rapi, tampak gagah sekali melihatnya. Sampai sekarang pun aku masih tidak menyangka laki-laki itu, yang ikut berpetualang bersama kami beberapa hari lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN FOREST [COMPLETED]
Fantasi[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Vienne mengambil keputusan paling buruk dalam hidupnya, yakni menyusul Eleanor, temannya yang pergi dengan tujuan mencari Pangeran Essam yang dikabarkan menghilang tiba-tiba di tempat paling mengerikan wilayah Kerajaan Etter...