Grey menyudahi makannya saat merasa kepala pening akibat sakit hidungnya di smackdown kepala Shazia. Mungkin dia kena batunya karena menjahili Shazia si bocil manja tukang marah.
Gemes!
"Shazia belum ke sini?" Aji datang setelah selesai mengangkat telepon dari asisten atasannya.
"Di jalan," Brian menyahut dengan fokus ke ponsel. Dia sedang debat lewat pesan dengan atasannya agar publik diberi tahu kalau Shazia adiknya.
"Yan, masih berusaha? Gue tadi bicarain soal ide lo yang mau kasih tahu semua Shazia adik lo, tapi asisten si boss bilang kasihan Shazia. Dia pendatang baru, banyak skandal terus beban kerjanya pasti berat karena ada bayang-bayang nama lo.."
Brian berhenti mengetik. Dia tidak berpikir sejauh itu. Benar, Shazia yang berusaha tapi orang lain akan menganggap Shazia sukses karena bantuan orang dalam. Dia tidak mau itu terjadi.
"Anggaa!"
Suara rengekan Shazia terdengar membuat semua atensi beralih pada gadis SMA yang kini cemberut dan merengek pada seseorang di balik telepon.
"Tega banget! Katanya mau tolongin!" Shazia duduk di samping Brama dengan cueknya dan fokus pada rengekannya.
"Berisik!"
Shazia sontak mingkem dan menatap Brama. Shazia tersenyum canggung seraya berdiri lalu berlari kecil untuk duduk di samping Brian namun seseorang menarik pinggangnya hingga duduk di sampingnya.
Shazia mendengus setelah menatap wajah yang selalu menyebalkan itu.
"Angga aku matiin dulu," Shazia pun mematikan ponsel mengabaikan tatapan Grey padanya.
Shazia menatap semuanya satu persatu dengan perasaan tak enak. Wajah mereka terlihat kusut kecuali Grey yang memasang wajah tanpa dosa.
"Kita mulai," Ramdan memecah keheningan.
Damar duduk di dekat Aji, berbincang pelan seraya menunggu Ramdan memutar rekaman video kamera dashboard yang ada di mobil staff itu.
"Ahh.. Ahh.. Ohh.."
Grey sontak menutup mata Shazia saat menangkap video dewasa staff pemilik mobil yang terputar.
"Anj*ng!" seru Brama jijik melihatnya.
Ramdan panik, dia buru-buru mengklik yang lain. Sedangkan Brian, Ando, Aji dan Damar biasa saja.
"Lepas!" Shazia kembali kesal, dia ingin melihat. Jika pun melihat dia sudah boleh kok.
"Ntar mau, diem!" balas Grey santai dengan begitu menyebalkan.
"Kak Grey yang mau kali! Lepas ga!" Shazia menarik lengan Grey dengan teramat kesal. Matanya di tekan terlalu kuat.
Brian melihat Grey berang. "Jangan cari kesempatan!" serunya.
Grey mendesah malas lalu melepas tangannya dari mata Shazia. Beralih memegang pinggangnya yang hendak pindah.
Shazia ingin kembali protes namun urung saat tatapan Grey berubah tajam. Shazia menciut lalu memilih menatap kembali ke depan.
Suara Grey dan Shazia mulai terdengar dari video itu. Terlihat debat lalu berguling-guling tanpa peduli jarak di antara mereka yang intim.
Keadaan hening tidak ada yang bergerak. Hingga suara kecupan membuat semua kecuali Grey kompak menoleh pada Brian yang terlihat bertanduk, mengepalkan tangan lalu memukul pelan beberapa kali lengan kursi itu.
Grey dengan santainya menatap lurus ke depan sambil memainkan tusuk gigi di sela-sela gigi untuk membersihkan sisa-sisa makanan. Tanpa peka dengan bahaya.
Aji merangkul Brian yang hendak beranjak dan mengajak Grey bertengkar. Aji mengusap dada Brian.
"Anggap mereka emang beneran pacaran,"
Brian mengetatkan rahangnya. "Ga bisa! Lo seenaknya sentuh Shazia!" tunjuk Brian marah.
"Iya tuh!" kompor Shazia lalu menjulurkan lidah sekilas.
Brian semakin kebakaran. "Jadi dia sering sentuh lo, de? Sembarangan! Pelecehan! Gue ga akan—"
"Gue ga punya niat lain seperti yang ada di otak lo, Yan! Cek semua cctv, apa gue bertindak jauh, gue cuma cium dan itu pun bukan ciuman dengan tangan sibuk grepe-grepe!" Grey membalas dengan setenang mungkin.
"Bohong, waktu itu tangannya masuk sentuh perut!" Shazia kembali kompor dengan polosnya.
Grey sontak memejamkan mata. Dia pun pasrah, mungkin hidungnya akan kembali menjadi korban.
***
"APA?!" Brian berseru marah. "Nikah?! Gila! Shazia masih sekolah! Dia aktris pendatang baru yang belum punya prestasi apapun harus jadi istri?!" jeritnya tak terima.
Grey memijat hidungnya. Dia juga tak percaya dengan desakan netizen yang membuat pihak agensi kelabakan mendapat demo dan sebagainya.
"Mau sampai kapan kita di atur netizen? Nikah itu—"
"Keadaan memanas! Dengan menikahi Shazia, semua berita miring akan teratasi, promosi album pun menurun karena itu! Semua mundur jika lo ga maju Grey!" Aji sama frustasinya.
"Ini karena lo! Pembawa sial!" Brama menunjuk Shazia dengan muak.
"Maksud lo apa ngatain adik gue sial?" Brian tidak terima, menarik kerah Brama kuat. "Temen lo yang anjing! Ga tahu diri kalau tindakannya selalu diawasi!" amuknya.
Ando melerai dibantu Ramdan. Keadaan sudah tidak kondusif lagi. Ruangan yang dingin oleh AC kini terasa panas.
Shazia menangis di pelukan Damar. Dia tidak mau menikah, sekolahnya masa harus berhenti. Pokoknya tidak mau.
Shazia menarik ingusnya. "Kak Damar, mau pulang, apa ayah, bunda ga bisa dihubungi?" suaranya bergetar.
Damar mencoba tenang. "Kita lagi berusaha dan udah kirim satu orang staff buat susul orang tua kamu," jelasnya.
Grey terlihat sama tersulut, hendak bertengkar dengan Brian namun Ando menahannya. Benar-benar tidak terkendali.
Berita pun kian panas, fans MW yang hampir seluruh negeri itu sama memanas. Desakan keluarkan Grey makin menjadi, mereka menganggap Grey sudah kotor dengan meniduri anak remaja.
Keputusan pemimpin perusahaan sudah bulat. Dia melepas anak emasnya keluar atau mengklarifikasi bahwa mereka sebenarnya menikah diam-diam.
Tetap tidak masuk akal menikahi anak sekolah tapi setidaknya tuduhan Grey kotor dan kriminal terhapuskan karena ada status yang jelas.
Semua bisa di atur. Perusahaan yang menaungi Grey jelas akan mengeluarkan uang sebanyak apapun untuk mempertahankan anak emasnya.