Shazia dan Grey terus wara wiri di berbagai acara. Jadwalnya kian padat hingga perhari sampai 3 acara di tempat yang berbeda dan cukup menguras tenaga.
Respon netizen di luar ekspetasi, sangat banyak orang yang menyukai mereka sebagai suami dan istri muda.
Acara yang mereka hadiri selalu trending, viral, dengan views yang tidak kaleng-kaleng. Tak hanya Shazia dan Grey, grup MW pun kian bersinar, album yang dipikir kacau pun ludes dengan prestasi yang luar biasa.
Hari ini jadwalnya tak kalah padat. Hingga Shazia dan Grey pun sampai di kegiatan terakhir di hari ini. Keduanya harus menghadiri sebuah acara talk show yang lebih santai dengan banyak game di dalamnya.
Namun sepertinya keadaan tidak mendukung.
Grey menyentuh bibir Shazia yang pucat dengan ibu jemarinya. Shazia pun mendongak dengan pandangan yang redup tidak berbinar seperti biasanya.
"Kenapa?" tanya Grey dengan serius, alisnya menyatu dengan pandangan berbinar khawatir.
Shazia menghela nafas pelan, terlihat lemas. "Ga enak badannya, Kak Grey.." jawab Shazia dengan suara lirih.
Grey tetap mengusap bibir pucat itu, dengan bodohnya dia berharap bibir itu berubah semerah biasanya.
Grey menarik pelan kepala Shazia agar bersandar padanya. Mereka tengah berdiri menunggu mobil yang sebelumnya terpakir di basement gedung tempat mereka bekerja.
"Pusing kepalanya," suara Shazia terdengar bergetar menahan tangis manjanya.
Grey hanya mengusap belakang kepala itu dengan tanpa kata. Dia hanya menatap lurus, menunggu mobilnya datang.
Shazia jelas akan kelelahan. Mengingat betapa manja hidupnya dan harus bekerja dengan jadwal yang tak main-main selama hampir dua minggu ini.
Bisa di hitung jari kapan dan berapa jam mereka tidur. 3/2 jam bahkan 30 menit sehari itu pun tidak di kasur tapi di mobil saat perjalanan menuju acara selanjutnya.
"Kenapa, Shazia?" tanya Geisa menyambut setelah pintu mobilnya terbuka.
Grey lebih dulu mengatur posisi Shazia agar masuk dan duduk di jok belakang yang lebih panjang tidak berjarak itu.
"Selimut di mana, Sa?" tanya Grey pada Geisa.
"Itu, di tas item," tunjuknya. "Shazia, sakit?" tanyanya pada Shazia langsung.
Shazia hanya mengangguk lemah tanpa bisa membuka mulutnya. Tubuhnya kian terasa lemas.
"Tiduran," Grey membawa kepala Shazia untuk rebahan di pahanya.
Shazia tidak menolak, hanya diam merasakan tubuhnya yang tak bertenaga.
"Kita ke rumah sakit," putus Grey saat melihat kepasrahan Shazia yang membuatnya khawatir.
"Acara kita mepet, Grey. Selama perjalanan di bawa tidur mungkin bisa fit lagi," balas Geisa tak berperasaan.
Serba salah sih. Geisa kasihan tapi dia harus tetap profesional.
"Gue bisa datang tanpa Shazia,"
"Di kontrak jelas, harus kalian berdua!"
Grey mengepalkan tangannya. Dia pikir Shazia akan di istimewakan karena kini lebih populer darinya. Tapi salah, Shazia sama seperti dirinya yang dijadikan budak.
Yang katanya anak emas jelas Grey tidak merasakan dia di emaskan, di spesialkan. Justru semakin di tonjolkan maka semakin besar beban kerjanya. Dia bekerja bagai kuda!
Grey menatap Shazia yang terpejam dengan kian pucat. Apa dia gagal menjaga Shazia sesuai permintaan Boy?
***