Variety show grup MW dan Shazia pun sukses tranding di beberapa negara. Keromantisan Grey, Shazia dan keharmonisan hubungan antar member menjadi perhatian.
Suksesnya acara jelas membuat mereka senang, namun ya begitu. Resikonya mereka kian sibuk, banyak job yang menguras tenaga. Bebannya terasa kian berat.
"Mual?" Grey menyeka peluh di wajah Shazia yang pucat.
Brian menoleh, memperhatikan sang adik dengan seksama. "Sakit jangan di paksain," Brian mendekat, memperhatikan Shazia lebih lekat
Grey setuju.
Shazia bergerak bersandar di bahu Brian dengan lengan membelit perut kakaknya itu. Grey mencoba tidak cemburu. Dasar Shazia! Padahal suaminya ada.
"Cuma mual dikit," Shazia memejamkan matanya.
Brian mengusap kepala Shazia. "Masih ada waktu 5 menit sebelum berangkat, yakin mau lanjut?" tanyanya.
Shazia malah terkekeh seraya melepas pelukannya. "Sejak kapan bisa serius sama perhatian, jadi terharu," kekehnya tersipu menyebalkan.
Tanpa sadar Grey menarik bibirnya, tersenyum geli melihat Shazia yang tadinya sayu beberapa detik langsung berubah jadi lebay nan jenaka.
Brian mendatarkan ekspresinya. "Oh lo kuat. Kita berangkat!" tegasnya lalu beranjak ke tempat semula tanpa menghiraukan panggilan Shazia.
"Marah dia," bisik Grey dengan diakhiri kecupan singkat di pipi Shazia.
Shazia cekikikan lalu perlahan kembali layu. "Mual lagi," keluhnya seraya mengusap perut lalu bersandar di dada bidang Grey.
Grey merangkul Shazia, mengusap perutnya lembut hingga menghantarkan hangat yang membuat Shazia nyaman.
***
Grey dan Shazia tersenyum menatap staff yang balas ramah. Keduanya sudah selesai pemotretan untuk majalah ternama.
Grey terus membelitkan sebelah lengannya di pinggang Shazia selama mengayunkan langkah. Dia tahu Shazia sedang tidak baik-baik saja di balik tebalnya make up.
"Hallo, Shazia, Grey.." sapa Staff yang lewat.
Grey dan Shazia tersenyum hangat dan mangut pelan sebagai respon. Keduanya terus melangkah menuju ruang tunggu.
"Obat mualnya udah di minumkan?" bisik Grey seraya memperhatikan sekitar, Grey memastikan langkah Shazia aman dan perut berisi anaknya tidak menyentuh properti pemotretan.
Shazia menatap Grey yang begitu siaga menjaganya. Jantungnya kembali berdebar tak karuan. Rasanya Shazia kembali jatuh cinta.
Detik selanjutnya Shazia berpikir hal lain. Dia ingin makan sesuatu.
"Kak Grey, makan sushi enak kayaknya," celetuk Shazia.
"Hm? Sushi?" Grey pun membuka pintu, akhirnya dia bisa sampai.
"Hm," Shazia mengangguk lucu.
"Oke, kita pesen-"
"Mau di sana," Shazia menunduk ragu. "Di Jepangnya langsung." lanjutnya.
Grey terdiam. Dia tahu Shazia tengah ngidam, walau zaman sudah modern tapi alangkah baiknya tetap mengikuti budayakan?
Grey tidak mau anaknya ileran.
"Kita atur jadwal dulu, kita ngobrol sama bang Aji, Geisa terus pihak kantor," putusnya.
"Tapi ga jadi deh,"
Grey menghela nafas sabar, belakangan ini Shazia memang dasar suka plin plan.
"Nanti kalau ada libur liburan ya?" Shazia gelayutan manja di lengan Grey.
"Oke." Grey mengecup kepala Shazia sekilas. "Kamu pulang ya, aku masih harus ke acara satu lagi," jelasnya.
"Ikut!" rengek Shazia. "Mau liat kak Grey nari," lanjutnya dengan tampang imut.
"Kan bisa liat di tab, nanti kamu cape, pulang ya?" bujuknya lembut.
Grey menyebalkan, galak, dingin hilang sudah semenjak status berubah dan kehamilan Shazia.
Semua keburukan seolah tersedot oleh bayi dikandungan Shazia. Grey sontak menepis pemikiran itu, jangan sampai anaknya menuruni sifatnya itu.
"Engga! Mau liat langsung," rengeknya lagi dengan bibir ditekuk ke bawah manja.
Astaga! Gemoy!
Grey memeluk Shazia gemas sekilas. "Yaudah, tapi jangan terlalu semangat oke? Ga mual serius?" tanyanya memastikan.
Shazia mengangguk yakin.
***
"Jadwal kita ada yang di ubah, artinya kosong sampe dua hari." jelas Ando dengan fokus memeriksa jadwal di tabnya hasil dari diskusi Aji bersama atasan.
"Mau ke vila kak Brama," Shazia mulai merengek, bergelayut dilengan Grey.
"Udah di jual," celetuk Brama dengan masih menatap ponselnya, asyik bermain game.
"Yahh.." Shazia menekuk wajahnya.
Brian memukul lengan Brama. "Ade gue lagi bunting! Ntar anaknya ngiler mulu mau tanggung jawab lo? Gue tahu vila masih punya lo!" kesalnya.
Brama mendengus, mematikan ponselnya. "Mau ngapain sih?" sewotnya.
Shazia semakin menekuk bibirnya. Dia menjadi berkali-kali lipat sensitif. "Yaudah ga usah kalau ga ikhlas! Udah ga mau kok!" suaranya bergetar cengeng.
Ramdan, Ando, Brian, Grey sontak kompak menatap Brama tajam penuh kekesalan.
Shazia kalau sudah merajuk susah di bujuk. Kalau menangis susah dihentikan! Rewelnya melebihi anak kecil yang tidak di kasih maianan.
Brama menatap satu persatu member satu grupnya itu dengan tampang tanpa dosa. Bodo amat.