Shazia terus merengek meminta gajinya selama wara wiri di televisi. Dia ingin menghirup uang hasil jerih payahnya sendiri. Dia tidak akan shopping, tapi dia tidak janji.
"Kak Grey!" Shazia akan terus menjadi lintah yang menempel sampai Grey muak dan menyerah.
Grey masih diam santai bersandar di kepala ranjang dengan tab di tangannya, memutar video hasil latihan. Dia tetap harus melihat apakah ada yang kurang atau tidak dengan kemampuannya menari maupun bernyanyi.
"Kak Grey!" rengek Shazia semakin menjadi, dia semakin berani ndusel di perut Grey agar diperhatikan.
Grey tetap diam, anggap saja dia sedang diganggu Ecan- kucingnya yang kini dia titipkan di penitipan hewan.
Shazia tak menyerah, dia mainkan jemarinya di layar tab itu dengan terus mendekat, sengaja agar Grey kegerahan karena AC Shazia matikan.
Benar-benar cosplay menjadi lintah darat.
Grey tetap tidak terganggu. Itu sangat menjengkelkan di mata Shazia. Shazia sampai menggeram marah lalu dengan kesal menekan setiap pipi Grey dan menggigit bibir yang berubah agak maju itu.
Barulah Grey memekik sakit setelah Shazia menjauhkan wajahnya. Bisa Grey rasakan ada darah di bibirnya walau tak banyak.
"Shh.. Shazia!" marah Grey seraya menyeka bibirnya.
Nafas Shazia memburu tak kalah emosi namun matanya basah. Si cengeng kembali.
Grey menghela nafas sabar, dia menelan kekesalannya. "Ga semua, mau beli apa?" tanya Grey.
"Semua! Gaji pertama aja," jawabnya lirih dengan membiarkan air matanya jatuh.
"Oke, turun!" usir Grey mengalah.
Shazia turun dari perut Grey, dia sampai tidak sadar duduk di perut Grey.
***
"Wah!" jerit Shazia dengan langsung berubah cerah saat Grey mengangsurkan uang dalam amplop yang cukup tebal.
Shazia sampai berjingkrak di kasur begitu kekanakan. Menerima amplop itu dengan semangat dan mulai berhitung.
Grey membiarkan Shazia, dia kembali duduk bersandar di kepala ranjang dan fokus pada tab lagi.
Tak lama Shazia memekik riang. "10juta?! Banyak banget," lalu kembali mendekat dan menabrakan tubuhnya pada Grey sampai tab Grey jatuh yang untungnya di bawah kasur ada karpet tebal.
Mentang-mentang tubuh kecil, Shazia begitu seenaknya loncat dan menabrakan tubuhnya agar memeluk Grey sebagai ucapan terima kasih.
Grey sampai menahan nafas menerima beban mendadak itu. "Ck!" Grey yang hendak mengomel urung saat Shazia menekan bibirnya ke bibir Grey beberapa detik.
"Kak Grey suka cium, jadi aku kasih sebagai ucapan makasih karena udah kasih ga-mph!"
Grey melahap bibir Shazia, menggerakan bibirnya walau tidak di balas Shazia. Grey merebahkan Shazia, menindih sebagian tubuhnya dengan terus menggerakan kepalanya, semakin dalam juga menciumnya.
"Engh.." Shazia menggeliat ingin berhenti, tangannya berusaha memukul lengan Grey namun tak lama Grey menguncinya sampai Shazia tidak bisa bergerak.
Uang dalam amplop yang tengah Shazia pegang pun kini terlepas.
Grey menarik ciuman menuntutnya itu, dia biarkan nafas saling beradu dengan nafas Shazia yang sama terengah.
Dada Shazia kembang kempis dengan wajah memerah lucu.
***
Grey merapatkan setengah tubuhnya di atas Shazia, dia mengulum bibir Shazia hingga sangat basah. Menyesapnya atas bawah bergantian lalu mengabsen jajaran giginya yang rapih, tak lupa mengajak lidahnya yang kaku bermain.
"Engh.." lenguh Shazia tanpa sadar saat mulutnya terus di sedot Grey.Grey memeluk Shazia, menggerakan kepalanya tanpa ingin berhenti bermain dengan bibir Shazia yang semakin manis.
Shazia meremas pelan bahu Grey yang lengannya berada di dalam kaos rumahannya. Usapan Grey menggelitik perut, membuat nafas Shazia semakin pendek dan gelisah.
Shazia menepuk bahu Grey saat nafasnya kian menipis dan Grey pun melepas pagutannya tanpa membuat jarak yang berarti.
Kedua nafasnya yang memburu saling bersahutan, hidungnya saling bersentuhan.
"Ga akan bisa berhenti, lanjut ya?" bisik Gret dengan suara serak penuh gairah.
Shazia menelan ludah, dia mendadak gelisah. "Ga tahu," cicitnya.
Grey tersenyum samar lalu mengecup kening Shazia lama. "Lanjut ya?" tanyanya lagi
Shazia menggigit bibirnya agak bimbang tapi bukankah mereka sudah suami istri? Savanah lebih kalah satu poin darinya. Pikir Shazia kekanakan.
Shazia pun mengangguk, Grey kembali mengecup kening Shazia lalu mulai mempersiapkan semuanya.
Mematikan lampu, membawa selimut lebih besar lalu kembali mengukung Shazia yang mengerjap gugup. Lucu.
Grey yang jadi diserang bimbang. Apa dia boleh mengambil haknya sekarang? Jujur dia tersiksa menahannya.
Grey hendak mencium Shazia lagi namun urung saat ingat dia belum membawa kondom. Tidak boleh gegabah.
Shazia mengerjap melihat Grey merangkak di atas tubuhnya ke arah nakas, tengah meraih sesuatu di sana.
"Kenapa harus makan permen?" celetuk Shazia.
Grey terkekeh pelan. "Ini itu pelindung, kondom. Ga di ajarin di sekolah?" tanyanya.
Shazia mengamati bungkusan di tangan Grey itu. "Bukan gini bentuknya, panjang kayak balon." jelasnya.
"Ini masih di bungkus, coba buka. Mau bantu pasang juga boleh," Grey yang berujar Grey juga yang meremang.
Astaga! Grey semakin tegang.
Shazia meraih bungkusan itu, membuat Grey menelan ludah. Serius Shazia akan memasangkannya?
Grey tersenyum tipis, menatap Shazia yang tengah berusaha membuka bungkusan itu. Grey meraihnya agar berhenti karena Shazia terlihat kesusahan.
"Buka dulu pakaiannya, mau di bukain atau-"
"Apa? Kok di buka?" beo Shazia
Grey tersenyum tipis mencoba sabar seraya menggeleng samar, kok bisa sesi bercinta sesantai dan semenggemaskan ini. Tapi Grey suka, lebih membuatnya tak sabar.
"Ya kalau- ya gimana ya," Grey menggaruk rambutnya.
"Malu, masa aku aja yang harus buka," cicitnya dengan semakin lucu.
Grey turun dari atas Shazia, dia melepaskan seluruh penghalang yang ada hingga celetukan terdengar.
"Ihhh ngeriiiii! Kok kelamin kak Grey ternyata sebesar itu!"
Astaga, Shazia!
Grey membekap mulut Shazia, ruangan ini tidak kedap suara. Jangan sampai yang lewat mendengar.
Gawat! Grey lupa soal tempat, harusnya di hotel. Tapi memang ini semua tidak direncanakan, mengalir begitu saja.
Part ini ada spesial partnya yang lebih detail di karyakarsa bagi yang mau ya, ngga pun ga masalah. Makasih♡