Grey mengulurkan sebelah tangan untuk menghapus jejak basah di wajah Shazia, membuat Shazia menoleh ke arahnya.
Tatapan Grey jatuh pada bibir merah Shazia yang terbuka sedikit itu.
Shazia sontak menahan nafas kaget saat Grey berada di atasnya dan menabrakan bibir ke bibirnya.
"Emph! St—op!" Shazia mendorong Grey hingga ciumannya terlepas. Nafasnya terengah dengan masih syok.
Grey hanya diam menatap.
"Kitakan— nikahnya kontrakan! Maksudnya ngontrak! Eh bukan itu apa nikah kotak, ih terus salah!" Shazia menepuk manja kepalanya. "Otakku kemana!" jeritnya saat begitu kacau pikirannya.
Grey tersenyum samar melihat kehebohan Shazia yang berada di bawahnya itu.
"Nikah kontrak," Grey memberi jawaban agar Shazia berhenti berceloteh tidak jelas.
"Nah! Itu!" Shazia berseru lega.
"Hm,"
"Hm?" alis Shazia bertautan. "Udah tahu kita nikah gitu, kenapa malah kayak mau em—" Shazia menciut malu. "Nyatuin—mph!"
Grey sontak membekap mulut Shazia. Dia sudah tahu kelanjutannya. "Emangnya ada kontrak yang kita tandatangani?" tanyanya dengan senyum mengejek.
Shazia menautkan alis serius lalu menyingkirkan tangan Grey yang tidak sekuat sebelumnya. "Apa? Kok tunggu sebentar! Kok kayak di tipu ya?!" beonya dengan berusaha berpikir.
Grey tertawa pelan. "Ayah kamu nolak soal itu, agensi pun nurut aja mau ayah kamu, jadi kita ga tahu sampai kapan," jelasnya.
"Ha? Kok gitu! Ga mau!" Shazia mulai merengek manja lagi.
Grey mengusap rsmbut Shazia. "Telat! Makanya pinter sedikit!" ejeknya lalu bangun dan menjauhi Shazia.
"Ihh! Kok ga kasih tahu?"
"Siapa suruh cosplay jadi kerbau waktu meeting!" jawab Grey lalu melepas kaosnya untuk segera tidur.
Shazia mengepalkan tangan dengan bibir di tekuk kesal. "Pokoknya ulang! Nikahnya ulang!" desak Shazia seraya mengguncang tubuh Grey yang baru saja rebahan.
"Ck! Ngaco lo bocil!" Grey menjitak pelan kepala Shazia.
Shazia tetap mengguncang tubuh Grey, dia tidak mau menjadi istri Grey selamanya. "Terus nanti jodoh aku gimana kak Grey! Dia terhalang kak Grey!" paniknya begitu berisik.
Grey meringis samar. "Jodohnya berarti beruntung," balasnya.
"Ha? Maksudnya beruntung ga sama aku gitu?!" pekiknya marah.
Grey tertawa pelan. "Nah itu tahu," dia acak poni Shazia hingga berantakan.
Bibir Shazia mulai bergetar, matanya kian merebak basah. "Aku punya banyak keinginan, aku mau nikah kayak orang normal bukan sembunyi-sembunyi tanpa acara besar, aku mau nikah sama pangeran berkaki panjang yang cinta sama aku HUAAAAA!" tangisnya sontak pecah.
***
"Udah nangisnya?" tanya Grey yang masih memeluk Shazia yang sempat memukulnya itu.
"Hm.." Shazia mengerjap merasakan pening dan kantuk. Energinya sudah semua keluar.
"Kaki gue panjang, bocil. Cocok di panggil pangeran berkaki panjang, apa kurang panjang? Ada yang lain, lebih panjang," ujarnya ambigu.
Shazia tetap diam murung, dia benar-benar sedih saat tahu pernikahannya bukan pernikahan kontrak yang waktunya setahun atau dua tahun.
Grey menghela nafas. "Pernikahan bukan permainan," di sentil kening Shazia pelan. "Jadi kita terima jalan ini, untuk ke depannya liat nanti, hidup ga ada yang tahu.. Itu kata ayah kamu," lanjutnya.
Shazia mengerjap lalu mengangguk kecil. Uneg-unegnya sudah keluar, dia hanya ingin tidur. Masa bodoh dengan pernikahannya yang sudah terlanjur itu.
"Jangan tidur, ga mau malam pertama dulu?"
Shazia menghela nafas mencoba menahan ngantuknya. "Ini malam ke 17 tahun lebih 5 bulan 5 hari! Bukan malam pertama lagi, udah ya ngantuk," Shazia manyun agak sebal dan juga malas menanggapi candaan Grey yang padahal itu bukan candaan.
Grey menggeleng samar, otaknya dengan otak Shazia memang sangat berbeda. Ibarat pintar dan bodoh!
***
"Shazia, ayo kita sarapan," Grey mengguncang bahu Shazia dengan jengkel karena tak kunjung bergerak.
"SHAZIA!" geram Grey lalu mencubit hidung Shazia agar kesulitan bernapas dan bangun.
"AHK!" jerit Shazia terengah dengan mata terbuka cepat. "Ihh kak Grey!" jeritnya dengan suara serak khas bangun tidur.
"Ayo turun sarapan, ayah sama bunda juga mau pamitan,"
Shazia mengerjap. "Ah iya!" dengan segera dia turun dari kasur untuk mandi dan bersiap.
Grey membiarkan Shazia dengan kesibukannya, dia akan turun duluan dan berbincang dengan Boy.
"Mana Shazia?" tanya Boy.
"Sedang mandi, ayah." jawab Grey lalu duduk di kursi sebelah Boy.
Boy memicingkan tatapannya. "Apa kalian melakukan itu?" tanyanya penuh selidik.
Grey tersenyum lalu menggeleng. "Shazia masih kecil, ayah." jawabnya.
Boy mangut-mangut dengan mengulum senyum kecil. "Ayah tidak akan ikut campur urusan itu, terserah kamu karena itu kewajiban pasangan suami istri." balasnya santai.
***
Shazia memeluk Rapunza sekali lagi, dia berat kembali berpisah dengan orang tuanya.
"Udah, ntar telat ke bandara.." Brian menarik Shazia dari pelukan Rapunza.
Rapunza tersenyum, mengusap pipi Brian. "Bukannya mau kerja? Kenapa masih di sini?" tanyanya mengabaikan masalah yang masih belum jelas. Tentang Brian dan Savanah.
"Antar dulu bunda, masih ada waktu satu jam." jawab Brian.
Boy menepuk bahu Brian. "Hebat anak ayah, makin bersinar walau adik kamu agak mengacau di promosi tahun ini," kekehnya.
Shazia manyun.
"Dia aja tuh," tunjuknya malas pada Grey. "Shazia ga ada salah sedikit pun di sini," lanjutnya.
Shazia tersenyum senang, ada yang membelanya.
Boy tertawa pelan. "Yasudah, ayah sama bunda berangkat, kalian jaga kesehatan, harus lebih berhati-hati juga." nasehatnya.
Semua mengangguk, membiarkan Rapunza dan Boy masuk ke dalam mobil dan mobilnya pun melaju.
Rapunza menoleh menatap mereka sekilas. "Masih kangen sama mereka," ungkapnya.
Boy mengusap kepala Rapunza sekilas. "Kerjaan kita ga akan lama, kita pasti kumpul lagi, sayang." yakinnya.
Rapunza mengulum senyum. "Iya, kamu jangan lupa buat jadi mermaid di hotel nanti sebelum kita lanjut kembali kepedesaan.." kekehnya.
Boy mendengus geli, sudah berumur masih harus jadi mermaid dalam bathtub. "Tapi yang lama ya pelayanannya," bisik Boy genit.