Grey terlihat asyik nonton televisi di atas ranjang, di samping Shazia yang kini tengah memainkan jakunnya bukan fokus pada televisi.
"Geli, sayang." Grey meraih jemari Shazia dan menggenggamnya agar diam tidak mengganggu konsentrasinya.
Shazia mengulum senyum tersipu seraya membenamkan wajahnya di bahu Grey, mengendus wanginya yang menenangkan dengan mengabaikan jantungnya yang bertalu-talu lebih hebat.
Grey mengangkat sebelah tangannya yang bebas untuk mengusap Shazia yang tengah ndusel di bahunya.
Semakin hari Shazia semakin manja, bagai kucing pada induknya. Astaga! Grey sampai tidak kuat terus diserang bumil yang menggemaskan.
Grey melepaskan genggamannya dengan kembali fokus ke depan televisi. Namun beberapa detik kemudian kembali tidak fokus saat telunjuk Shazia memutar tepat di puting walau terhalang kaos.
"Ahh.. Sayang!" Grey memelas, tingkah Shazia itu memancing.
Shazia cekikikan dengan kembali ndusel di bahu dan leher Grey.
Grey menghela nafas sabar. "Kamu lagi mau?" tanyanya lalu memeluk Shazia.
Shazia mendongak menatap Grey. "Mau apa?" tanyanya balik dengan polos.
"Menurut kamu?" Grey mengangkat alisnya dengan senyum penuh arti.
Shazia tersipu, kembali membenamkan wajahnya lalu dengan lucunya mengangguk tanpa mengangkat wahahnya menatap Grey lagi.
***
"Setiap sudut di pasang kamera, ga nyaman banget," curhat Shazia di saat semua berkumpul di ruangan asrama lama grup MW.
Ramdan mengamati sekitar, memang hampir setiap juru terisi kamera. "Cuma kamera, orangnya yang jaga ga ada, lebih bagus." balasnya.
Shazia mengangguk. "Terus ngapain? Canggung banget," keluhnya lagi.
Brama tersenyum mengejek membuat Shazia manyun. "Keliatan lo ga baca script, makanya buka bukan cuma di pegang doang," ejeknya.
Shazia semakin menekuk wajahnya muram. Sudah tahu hormon ibu hamil itu sensitif.
"Jangan di dengerin," Grey merangkul Shazia, mengecup pelipisnya.
Brian mendengus refleks.
Ando menyenggol Ramdan. "Lo udah pesen makanan?" tanyanya.
"Udah, tinggal nunggu dateng aja."
Shazia mulai membaca script lalu tersenyum devil. Dia diberi kesempatan untuk melakukan apapun terhadap grup MW? Kapan lagi!
Ramdan yang melihat senyum Shazia sontak merinding. "Woah, gue ga enak hati nih." celetuknya.
Shazia menatap Ramdan lalu Grey. "Aku mau make up," ujarnya.
Semua menatap Shazia.
"Mau make up in kalian maksudnya," Shazia melebarkan senyumnya. "Namanya ngidam!" lanjut Shazia saat tahu apa itu ngidam dalam script.
***
Brama yang biasanya dingin, datar tak terbaca, tak tersentuh kini terbahak melihat wajah Ramdan yang mirip jeng Kelin.
Brama menyentuh perutnya yang terasa sakit karena tertawa kencang. Tawa Brama pasti akan tranding saking langkanya.
Entah yang mana kepribadian asli Brama yang jelas agensi ikut andil mengubah pridadinya agar lebih disukai khalayak ramai.
Shazia sampai melongo lucu saat tahu kalau Brama bisa tertawa juga.
Grey melihat Shazia begitu sontak tertawa pelan, mengusap wajah Shazia yang melongo lucu itu dengan gemas.
"Aneh ya?" bisik Grey mesra, tanpa peduli kamera karena memang sekarang dia dan Shazia semakin mesra.
Shazia mengangguk dengan tawa pelan. "Lebih serem, tawanya kayak setan," bisiknya geli.
Dasar!
***
"Kak Grey, kalian kapan konser lagi?" tanya Shazia saat mendandani Brama yang terlihat enggan itu.
Mendandani Brama banyak debatnya membuat Shazia hampir menyerah namun dengan ancaman air mata pria itu pun pasrah walau hanya sesekali menolak dan berakhir di paksa.
"Tahun depan, awal tahun udah ada rencana." bisik Grey. "Jangan bahas itu, nanti bocor." lanjutnya.
"Oh iya, lupa ada kamera," cicit Shazia.
"Bodoh!" timpal Brama membuat Shazia menepukan bedaknya kasar di pipi Brama.
"Udah, ck!" tegur Grey.
"Brama mau di apain?" tanya Brian.
"Mau dijadiin, emh.. Chucky!" jawabnya riang.
Brama menatap Shazia datar.
Shazia balas menjulurkan lidah. "Pokoknya harus nurut! Siapa suruh tadi singgung script!" sindirnya seraya menepukan bedak di kening Brama cukup kuat hampir terhuyung ke belakang.
Grey menggeleng samar, Brama dan Shazia kenapa selalu tidak akur. Tapi Grey sadar, Shazia memang lucu kalau di ajak berantem. Awas saja kalau Brama menaruh hati pada istrinya.