Shazia keluar dari sekolah barunya, terlihat riang karena hari pertamanya sekolah tidak terlalu buruk. Dia di terima dengan baik dan banyak sekali orang ramah.
"Shazia, mau gue anter?" tanya Angga— teman sekelas Shazia.
"Serius? Ga akan ada yang marah nih?" Shazia jelas tidak akan menolak, dia butuh tumpangan agar ongkosnya utuh.
Shazia menggerutu dalam hati saat mengingat betapa terbatas uangnya. Belanja pun mungkin akan pensiun.
"Elah, gue itu free. Naik, Sha!" serunya riang dan begitu bersahabat.
"Asyik, makasih ya." dengan polosnya Shazia naik.
Beberapa pasang mata jelas menatap kepergian mereka bahkan ada yang memotretnya dan tak lupa di sebarkan di grup sekolah.
Next, korban Angga.
Reputasi Angga sudah buruk, semua orang tahu. Dia itu simbol kebebasan. Benar-benar dekat dengan siapapun dan menyakiti siapapun yang sempat dekat akibat ghostingannya itu.
Selama perjalanan Shazia terlihat diam menikmati angin sepoy-sepoy. Cuaca juga tidak terlalu buruk.
"Alamatnya mana?" tanya Angga.
"Ke tempat kerja aja, jalan xxx.."
"Lo kerja? Hebat!" Angga memelankan laju motornya agar bisa ngobrol.
"Figuran doang, lewat dikit udah beres."
"Wih, calon artis!" heboh Angga.
Shazia tersipu. "Apa sih, masih jauh. Baru mulai juga." balasnya agak salah tingkah.
***
"Makasih, ya!" Shazia melambai pada Angga dengan begitu cerah.
Sesaat Angga terdiam, terhipnotis dengan tingkah bocah Shazia yang jarang dia temui di semua barisan perempuan yang dia dekati.
"Jangan sungkan, kalau mau gue jemput telpon aja. Udah di save kan?"
Shazia mengangguk. "Udah, sekali lagi makasih. Bye-bye!" lalu berlalu menuju set yang mulai ramai itu.
Angga menatap sekitar, dia cukup tahu dengan kegiatan mereka. Dia bahkan melihat sosok ayahnya di sana.
Angga tersenyum samar, takdirnya kali ini lucu. Dia di pertemukan dengan figuran yang bekerja di tempat ayahnya yang sedang berkarya.
"Bocah lucu, lo pasti jadi artis besar nanti. Liat aja.." yakinnya lalu meninggalkan tempat shooting film itu.
"Sore, kak. Saya Shazia." ucap Shazia pada perempuan yang memang merekrutnya menjadi figuran.
"Oh, Shazia." ramahnya, merangkul Shazia begitu akrab. "Ayo, kamu tunggu di sini nanti saya panggil." ramahnya.
Shazia mengangguk kaku lalu menatap sekitar, sepertinya mereka juga figuran. Namun kenapa makanan yang mereka bawa berbeda dengan nasi boxnya yang bermerk.
Shazia mengerjap pelan, dia tidak mengerti dan lebih baik makan saja. Perutnya juga sudah berbunyi.
***
"Oke, makasih, sayang." Brian menutup sambungan teleponnya lalu bersandar di jok mobil dengan lelah.
"Hari ini kita tampil di mall X, sekalian jumpa fans." jelas Ando seraya memaintan tab bermerk apel di gigit itu.
"Hm.." Brian membuka matanya. "Manager kita belum sembuh?" tanyanya.
"Besok ada waktu, kita jenguk. Masih perlu di rawat." jelas Ando lalu memijat keningnya.