00:07 : Phoenix.

181 24 30
                                    

"Stop!" seru Berlian yang merasa pusing sendiri mendengar sederet pertanyaan yang keempatnya ajukan setelah kepergian Arexon.

Keempat perempuan beda generasi itu langsung terdiam kala melihat Berlian yang tampak menahan marah.

Tarik napas. Hembuskan.

Berulang kali Berlian mendikte dirinya dalam batin untuk menyetok kesabaran lebih lagi. Dia masih tidak mengerti apa yang Ia lakukan di kehidupan sebelumnya hingga mendapatkan karma berupa dikelilingi manusia-manusia cerewet yang sayangnya begitu penting dalam hidupnya.

"Udah?" Mereka langsung mengangguk cepat.

"Ma, Lian nggak kenal dia siapa dan kalian gue nggak tau dia siapa jadi berhenti tanya-tanya karena gue juga bingung, ngerti?"

Mereka mengangguk kembali meskipun masih ada pertanyaan yang mengganjal dan hanya mampu mereka telan kembali meski sudah berada diujung lidah. Namun, menengok ekspresi Lian yang ingin menelan orang hidup-hidup mereka memilih bungkam, masih sayang nyawa.

"Aa iya, kita ke mari tadi kan mau ngasih ucapan selamat." Coslyn menyenggol lengan Velua untuk mengode dengan senyum canggung.

Velua yang mengerti sontak memeluk Berlian meski masih agak merinding sedikit. Aura temannya ini memang bukan main garangnya. "Wah, iya. Congrats ya bestie, gila lo tadi keren banget. Gue baru tau lo sekece itu, Carka aja kalah sama lo."

"Hm, gue tau."

Velua melerai pelukan setelah menoyor kepala Berlian karena sikap narsisnya, diganti dengan Jane yang merengkuh putri sulungnya dan mengelus kepala Berlian.

"Mama selalu bangga sama kakak. Kakak hebat banget tadi mainnya sampai lawannya K.O." Jane tidak berbohong. Putrinya ini sangat membanggakan, sebagai orang tua dia tidak akan menuntut anaknya dan membiarkan mereka memilih apa yang mereka inginkan. Tidak peduli meskipun dikritik karena tidak memiliki sikap anggun, Jane lebih menyukai Berlian menjadi dirinya sendiri. Wanita paruh baya itu justru menantikan adanya duel antara putrinya dengan anak mereka yang selalu dibangga-banggakan itu.

Berlian tersenyum tipis. "Terima kasih. Papa sama kurcil mana?"

Kurcil adalah panggilan Berlian untuk kedua adiknya. Tidak ada alasan istimewa yang mendasari, kata itu hanya spontan terucap dan menjadi kebiasaan.

"Tadi Krystal rewel minta snack, ya udah papa ajak mereka keluar jajan dulu. Nanti ke sini kok nemuin kakak."

Berlian mengangguk kemudian menyambut high five yang dilayangkan Coslyn dan Freya bersamaan dengan ucapan selamat dari keduanya.
.
.
.

Lain tempat, Arexon memandang tempat berkumpulnya dengan sang kawan yang hancur berantakan. Kepingan kaca berserakan, isi markas yang berhamburan dan 80% dari tempat ini sudah rusak.

"Ada yang terluka?" tanya cowok dengan tinggi 185 cm itu.

"Aman, Capt."

"Siapa pelakunya?"

Beberapa dari mereka menggeleng dan sisanya terdiam. "CCTV di dalam markas rusak, Capt dan saat kejadian beberapa dari kita lagi keluar cari makan."

Arexon memainkan lidahnya di dalam mulut mendengar laporan dari anggotanya. "Banu cek CCTV tersembunyi di gedung samping sisanya beresin kekacauan ini."

Mereka melakukan tugasnya dengan segera sambil bergotong-royong. Tak berapa lama Banu datang dengan kerutan bingung yang ketara.

Melihat itu Arexon yang baru saja merapikan sofa segera bertanya, "Ketemu?"

Banu mengangguk, "Kalau dari jaket mereka itu anggota Anthrax, tapi ketua dan wakil mereka, kan lagi sekarat sekarang di rumah sakit. Bisa jadi memang Anthrax yang ngelakuin dengan motif balas dendam dan nggak terima, tapi siapa yang mimpin mereka ngelakuin penyerangan dan ngasih mereka komando?"

Semua anggota Sigra's terdiam mendengar penjelasan Banu dan menerka-nerka dalam pikiran. Sedangkan itu Arexon fokus melihat tampilan video CCTV yang merekam kejadian sembari mengaitkannya dengan ucapan Banu.

"Bukan."

Semua atensi beralih pada ketua mereka yang baru saja berseru.

"Apa?" Aerius bertanya mewakilkan mereka semua.

"Kalian lihat salah satu orang ini. Mereka punya tato di leher belakangnya." Arexon menunjuk orang yang dimaksud dan mereka memperhatikan dengan seksama.

"Tato burung?" ucap salah satu anggota Sigra's dengan kurang yakin, tapi diangguki oleh Arexon.

"Ya, tato itu sebagai identitas dari geng Phoenix," pungkas Arexon menjawab keraguan mereka.

"Jadi ini ulah geng Phoenix untuk mengadu domba Sigra's dan Anthrax?"

Spekulasi yang tidak salah, namun tidak juga benar.

"Bisa jadi, iya. Bisa jadi dia memang mantan anggota Phoenix yang bergabung dengan Anthrax."

"Tapi bukannya Phoenix bubar tiga tahun lalu setelah ketuanya meninggal?" Peter mengeryitkan dahi. Semakin ke sini masalah justru semakin ke sana.

"Salah." Aerius menatap mereka dengan wajah lempengnya. "Ketua mereka belum dipastikan meninggal karena mayatnya tidak pernah ditemukan."

"Mereka udah lama vakum loh, nggak keliatan di jalanan lagi." Banu bersuara untuk mengeluarkan isi pikirannya yang kini terasa penuh.

"Nggak ada kabar bukan berarti bubar. Bisa jadi mereka hanya diam untuk menambah kekuatan. Lo tau, biasanya yang diam-diam menghilang dia bisa datang dengan kejutan besar." Aerius melirik Banu kemudian ketuanya yang dari tadi terdiam dengan mata terpejam.

"Untuk sementara markas bakal direnovasi dan kalian kalau mau kumpul kasih kabar aja tempatnya. Mungkin seminggu lagi tempat ini udah bisa kalian tempati." Arexon menyambar jaket dan membubarkan mereka, menyudahi pembicaraan mengenai Phoenix dan ketuanya yang sampai saat ini masih menjadi anonim untuk mereka.

"Menurut lo ketuanya Phoenix itu kayak apa?" bisik Banu pada Aerius yang ada disampingnya dan ditanggapi kenditan bahu oleh cowok itu.

"Kayak lo yang mirip setan."

....

Hallo, segini dulu ya untuk malam ini.

Gue kecapekan seminggu ini dan ini udah ngantuk abiez. See u, gaiseu

Jangan lupa vote n comment, CEFFAT-!!!

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Another Side : Berlian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang