eksistensi

144 14 0
                                    

siang ini terlalu panas. selain karena musim panas, pemanasan global makin parah terakhir kali aku baca di berita. bumi panas. kantin juga panas. berapa ratus siswa berpikir hari ini sangat panas. berapa ratus siswa juga berpikir mereka ingin es, makanan atau minuman apapun yang mengandung es (bukan mengandung dalam arti hamil). tidak heran kantin sekarang dipenuhi manusia-manusia ingin es. termasuk aku. namun untungnya aku keluar beberapa menit sebelum bel istirahat bunyi. berdalih ke kamar mandi, aku belok ke kantin. berkat itulah sekarang aku sudah punya dua es krim rasa vanila dan coklat, es jeruk, dan mi instan. sekarang tersisa es krim coklat yang belum kumakan. masih ada satu lagi yang belum kusebut.

coba tebak.

net not. salah.

ada yuta.

lengkap banget, 'kan?

jangan salah paham. kali ini bukan aku yang sengaja mengganggunya. yuta datang bersama temannya yang gembil dan berkacamata di tengah aku sedang makan mi instan. mungkin karena bagian terbaik dari sekolah ini sesak, tidak ada tempat duduk lain selain di depanku. itu pun sepertinya dia terpaksa. datang tanpa menyapa atau apa. namun ini sebuah kebetulan yang kebetulan. makan paling enak kalau sambil ada hiburannya.

yuta tidak peduli, pura-pura tidak sadar akan kehadiranku. terlalu sibuk membaca buku bersama temannya itu—kalau tidak salah, dia aslinya orang indonesia, namanya jamal. satu buku untuk berdua. ada label dan cap perpustakaan sekolah. di sampulnya, ada gambar makhluk jelek. matanya sebesar bola tenis, kepala botak, tulang pipi menonjol tapi pipinya cekung, dua lubang semut di atas bibir kecil, tubuh cungkring warna biru pucat dan tidak pakai baju. dilihat dari sisi mana pun, mahkluk di sampul buku itu ... apa bagusnya? bisa-bisanya dia jadi model sampul buku.

sebuah pepatah mengatakan, jangan menilai buku dari sampulnya. baca dulu judulnya. di atas model sampul ada tulisan warna kuning begini, 'the alien book bleh bleh....' ada lanjutannya, aku malas baca.

"dih, hari gini masih percaya alien?" aku mengejek, menggigit es krim yang dingin, manis tapi bikin gigi sensitifku ini ngilu. seperti ... nggak ada.

yuta berhenti membaca, memicing ke arahku, "emang kenapa?"

kalau diibaratkan dinamit, tali sumbunya yuta pendek sekali. baru dikasih api langsung meledak padahal belum sempat lari. tapi dia bukan dinamit, melainkan petasan. aku suka main petasan.

"alien tuh hoax."

"hoax, hoax, matamu kotak!"

"mataku limas. tapi aku masih bisa lihat yang di sampul bukumu itu," aku menunjuk bukunya, "itu bukan alien."

dia melihat sampul bukunya lagi, "ini mah kamu, sama-sama jelek!"
"lagian alien tuh beneran ada, tau!"

"nggak ada."

"ada! terus kenapa alam semesta seluas itu kalau kehidupannya cuma ada di bumi? bumi aja nggak ada apa-apanya."

"nggak ada, yuta. emang kamu pernah liat?"

"banyak kok! coba aja cari di internet banyak!"

"internet itu palsu. alien, ufo, apapun itu juga palsu. aku tanya, emang kamu pernah liat alien pake mata kepalamu sendiri? enggak, kan? atau kamu liatnya pake mata kaki?"

"pokoknya ada! mungkin mereka belum punya teknologi buat ngirim sinyal ke mana-mana. atau peradaban bumi yang masih terlalu primitif buat nemuin mereka. bisa juga bagi mereka nggak ada gunanya menginvasi bumi, jadi lewat aja. tapi mesti ada!"

"enggak ada."

"ada!"

"enggak."

"ada!"

Written In The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang