to the moon

343 41 7
                                    

Alternative Universe

Lee Taeyong
Nakamoto Yuta

.

.

.

.

"Aku penasaran bagaimana perasaan Armstrong saat pertama kali mendarat di bulan," celetuk Yuta. Kulit dagunya beradu dengan pagar besi yang dingin, matanya menerawang jauh ke atas. Di mana satelit alam bumi menampakkan diri pada fase penuh dengan percaya diri.

Pemuda itu pergi ke atap untuk melihat bintang dengan bidang pandang lebih luas dibanding dari kamar sempitnya yang membosankan. Namun hanya beberapa titik bintang terang yang dapat terlihat dari pusat kota Seoul. Terlalu banyak polusi cahaya dan polusi udara. Bulanlah yang sedang beruntung karena tidak ada gumpalan awan tebal yang menghalangi cahayanya sampai ke bumi.

Selain bulan, dia juga mendapat—uhm ... Yuta menganggapnya teman baru yang datang entah dari mana, beberapa menit setelah Yuta berdiri di sana. Orang itu memperkenalkan diri sebagai Taeyong. Mereka memiliki alasan sama untuk ke sana, membuka percakapan yang kemudian mengalir begitu saja.

Sebelah alis Taeyong naik mendengarnya, "Hanya Armstrong? Dia pergi bersama Aldrin dan Collins. Dan ada banyak lagi yang aku tidak ingat namanya."

"Oh," Yuta lupa. Ya, mereka semua hebat tidak terkecuali. Hanya saja sekolah lebih sering menyebut Neil Armstrong yang sangat ikonik sebagai manusia 'pertama' yang menginjakkan kaki bulan.

"Aku penasaran bagaimana perasaan para astronot yang mendarat di bulan." Yuta mengulang.

"Tanyakan itu pada dirimu sendiri saat kau menginjakkan kaki di tanah selain bumi."

"Tentu saja aku senang."

Yuta membayangkan dirinya yang di bulan. Hampir seperempat juta mil jauhnya dari peradaban terdekat. Kedengarannya menyenangkan. Namun dia akan sendiri. Tidak ada yang bisa dimintai tolong mengambilkan tisu saat persediaan di toilet habis. Meski kalau dia tidak membersihkannya pun tidak akan ada yang protes. Dia melanjutkan dengan bibir mengerucut, "Tapi agaknya itu terlalu jauh dari rumah."

Taeyong menyangkal, "Tidak sejauh itu, hanya perlu waktu kurang dari dua detik—"

"—dengan kecepatan cahaya," Yuta menyela. Nadanya terdengar sinis dan meremehkan. Taeyong tidak menjawab ataupun membela diri. Argumen Yuta akurat, tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi.

Yuta memalingkan wajah dari lawan bicaranya. Kembali memandang bulan yang perlahan merangkak naik.

"Aku ingin ke sana."

"Kalau begitu pergilah."

"Setauku, NASA punya misi mengirim awak ke bulan dalam waktu dekat. Tapi bagaimana caranya aku mendaftar jadi astronot dengan otak ini?"

Sebuah sindirian keras untuk diri sendiri.

"Bukan hanya NASA yang bisa membawamu ke bulan."

"Lalu apa?"

Taeyong tersenyum simpul, "sebetulnya ini rahasia." Dia mengayunkan tangan, memberi isyarat agar Yuta mendekat. Tangannya ia letakkan di samping mulut meski tidak ada yang akan menguping pembicaraan. Hanya ada mereka berdua di sana.

"Aku. Ke bulan denganku. Dan itu gratis."

"Memangnya kamu punya roket?"

"Sekalipun punya aku tidak akan membutuhkannya. Karena aku bisa menentang teori relativitas."

Written In The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang