21. pantang menyerah sekali dia

12 3 16
                                    

Junko masih bertingkah.

Dia mungkin iri melihat interaksiku dengan Mine kemarin. Padahal dia bisa melakukannya dengan laki-laki lain. Tapi masih saja aku yang sudah ketahuan sifat aslinya yang ditujunya.

"Kau ini kenapa sih, Inumura-san? Kekurangan hiburan? Ya sudah ayo kita ke game center."

Gadis itu cuma berdiri menyandar ke dinding koridor saat aku baru tiba di depan perpustakaan nomor dua. Ruangannya tak pernah terkunci omong-omong. Si penjaga perpustakaan yang rajin membaca buku di sana tetap membaca buku di sana bahkan di saat semua siswa memilih bermalas-malasan.

Dari senyum miringnya yang tersungging, tangannya yang terlipat depan dada, gelagatnya yang seperti tengah menunggu, mana aku datang sendirian, sudah pasti Junko hendak kembali melanjutkan aksi senang-senangnya padaku.

"Kau, sama cewek itu, tidak berpacaran, kan?"

Aku tak tahu apa dia cuma menebak atau memang tahu berdasar tindak-tandukku dan Mine kemarin. Padahal bukankah aku dan Mine memang terlihat seperti sepasang kekasih biarpun kami tak mempunyai ikatan apa-apa?

Aku tidak menjawab pertanyaannya, berbelok masuk ke perpustakaan nomor dua. Dari situ Junko telah mendapatkan jawabannya. Aku menghela napas.

Junko menyusul ke tempat duduknya beberapa menit kemudian. Aku belum memejamkan mata untuk bersiap tidur, melainkan menelurusi rak-rak belakang meja baca, berharap menemukan novel cetak bergenre romansa.

Ya mau tidak mau, kan? Bukannya aku menyukai atau ketagihan membaca novel sejenis ini. Aku hanya ingin dan perlu memahami hal-hal yang Mine sukai ini. Untuk keperluan riset juga andai kata aku harus melanjutkan cerita yang masih tertunda itu.

Buku-buku di perpustakaan nomor dua lebih sedikit dibanding perpustakaan utama. Dari pinggirannya saja sudah kelihatan usang dan berumur panjang. Tetapi setelah kuamati dari atas, di bagian paling bawah ternyata ada segelintir buku berpunggung cerah namun lebih tipis seperti kurang diminati jadinya dipindah ke sini.

Aku mengambilnya satu.

Pada saat itu Junko tiba-tiba sudah berdiri di dekatku. "Kau menyukai genre percintaan?"

Apa?

Kami melihat judul dan sampul bukunya berbarengan. Bahkan anak kelas 4 SD saja tahu buku yang kuambil tersebut biasa disukai oleh gadis-gadis remaja.

Aku merasa harga diriku sedikit tercoreng. "Aku hanya melihat judulnya saja."

Alisnya naik satu. "Bukankah di punggungnya sudah tertera?"

Dalihku terlalu murahan.

"Bukan urusanmu." Kukembalikan buku yang hendak kubaca itu ke tempat asalnya, berniat langsung tidur saja.

Junko menertawakanku sambil berbalik badan. "Kalau mau baca ya baca saja. Tidak perlu gengsi dan tidak usah pedulikan aku."

Tumben.

Sebenarnya aku pun tidak benar-benar ingin tidur sekarang. Hari masih belum terlalu siang. Lebih enak kalau menghabiskan waktu dengan membaca buku dulu sambil menikmati udara sejuk dari pendingin udara. Kebetulan sekali mesin itu berada tak jauh dari meja yang biasa kududuki.

Mengikuti sarannya, aku lalu mengambil buku yang tadi dan langsung membacanya, mengabaikan tertawaan Junko selanjutnya.

"Hei."

Tapi dia tidak membiarkanku tenang dengan aktivitasku ini.

"Tidak sopan lho membaca buku di depan orang lain yang sedang mengajakmu mengobrol."

the fiction girl want her story [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang