Matanya mengunci mataku. Tekadnya yang terlihat kuat seakan menyuruhku untuk terus membalas tatapannya seiring pertanyaannya belum juga kujawab.
"Shiragami-kun." Dia akan mengulang pertanyaan itu lagi. "Apa yang kau rasakan ketika mengetik cerita tentangku yang menyukai laki-laki lain?"
Kupalingkan wajah yang memang terasa berat. Keningku sampai berkerut dalam memikirkan jawaban-jawaban yang paling tepat untuk tanyaan itu.
Apa yang aku rasakan ketika menulis cerita tentang Mine yang menyukai laki-laki lain?
"Tidak tahu." Ucapanku yang keluar serupa gumaman. Meski jawabannya mengambang, keyakinan dalam suaraku cukup membuat Mine tak akan bertanya lagi.
"Sekali lagi, aku cuma iseng bertanya." Mine mengulangi kalimat yang telah diucapkannya. Lalu tiba-tiba dia menangkup kedua pipiku, membuatku kembali berurusan tatap dengannya. "Coba pandang aku. Apa menurutmu aku ini cantik?"
Astaga, jantungku!
"S-semua perempuan memang cantik, kan?"
"Apa kau selalu ingin menatapku lama dan lekat? Apa setiap memandang wajahku, hatimu merasa bahagia?"
Apa sih, Mine.
Aku segera menyingkirkan diri darinya, berjalan ke pintu dan berhenti di sana. "Iya. Hatiku memang sedikit sakit saat menulis tentang perasaanmu untuk lelaki lain. Tapi apa itu berarti aku bisa seenaknya menghentikan proses pembuatan ceritanya?"
Aku menunggu balasan darinya.
Tapi tak terdengar apa pun dari belakang sana.
Baru ketika kakiku terangkat untuk melangkah, Mine mengucapkan sesuatu. "Shiragami-kun. Mukamu tadi merah."
"Apa, sih."
Aku berlalu dari hadapannya. Dan selama beberapa saat, sepertinya aku akan mengurung diri dulu.
Kemudian aku memutuskan tidur. Semoga saja ketika bangun nanti perasaan dan pikiranku sudah menjernih.
Namun yang kudapati setelah kedua mataku terbuka adalah suasana kamar yang seperti tadi. Sepi, hening, dan kosong. Dari jendela sinar matahari sore menembus hingga ke keseluruhan kamar. Ada laptop juga yang telah tersimpan rapi di atas meja belajarku; tadi aku meninggalkannya di kamar Mine. Baik sekali dia mengembalikannya tanpa berusaha membangunkanku.
Ada apa sih dengan gadis itu? Akhir-akhir ini dia tampak berbeda.
Rebahan sebentar di tempat tidur, aku memutuskan untuk berjalan-jalan sore ke pinggiran sungai. Aku ganti baju terlebih dahulu, memakai jaket olahraga dan celana pendek. Bukannya aku suka berolahraga, hanya membutuhkan suasana segar saja.
Ketika aku berjalan melewati pintu kamar Mine yang terbuka, gadis itu juga sedang bergoleran tak jelas. Lalu dia menyadari kehadiranku yang hendak melakukan aktivitas di luar rumah.
Dia menyusul dengan terburu-buru.
"Jangan ikut." Aku berhenti untuk memberhentikannya juga. "Jangan ikut pokoknya."
Kuturuni tangga sambil berharap aku tak mendengar sahutan apa-apa darinya.
Sekali lagi, aku membutuhkan suasana yang segar.
Tapi meskipun dia berusaha memelankan suara langkah kaki pun, aku masih dapat menyadari kelakuannya yang berniat mengikutiku itu.
Aku menghela napas jengah. "Kemarin aku membelikanmu puding stroberi. Ada di kulkas. Makan sana."
"Sudah."
"Nanti akan kubelikan lagi asal kau jangan mengikuti ke mana pun aku melangkah hari ini."
Dia tidak menyahut. Aku mengartikannya sebagai iya karena setelah aku memakai sandal dan keluar, Mine tidak berada di belakangku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
the fiction girl want her story [end]
Romanceada gadis yang mengaku 'tokoh fiksi' di perpustakaan nomor dua yang hiro temui.