34. s e l e s a i (end)

23 3 22
                                    

Aku bukan pengagum wanita cantik.

Namun ketika kulihat Mine entah bagaimana caranya bisa memakai yukata berwarna merah muda dengan rambut yang digelung, ada berbagai macam pujian dalam otakku. Tapi tak satu pun yang bisa aku ungkapkan.

Aku menggigit bibir. Kesulitan memalingkan tatapan dari senyum malu-malu Mine dan pipi merahnya yang membuat hatiku porak-poranda. Mine terlalu terlihat seperti bidadari. Tiba-tiba aku merasa tak layak bersanding dengannya.

Kenapa dia menyukaiku, ya?

Hanya karena aku lucu?

Sejak kapan seorang yang suka tidur dikatai lucu?

"Bagaimana, Hiro-kun?" Mine sedikit menaikkan pandangannya ke wajahku. "Apa ada yang ingin Hiro-kun katakan padaku tentang penampilan ini?"

Kok dia memancing.

"Banyak." Aku menjawab.

Mine sumringah. "Sebutkan satu-satu!"

"Tidak, ah." Aku berlalu, berjalan duluan menuju gerbang rumah.

Gadis itu menghantamkan tas serut yang digenggamnya ke punggungku. "Aku sudah rela meminta bantuan ke si Inumura untuk tampil cantik di depanmu, kok kau tidak menghargai, sih!"

Aku meringis. "Setiap hari kan kau sudah cantik."

"Kalimat itu lagi. Tidak kreatif banget, sih!"

"Ya sudah, ya sudah."

Rewel sekali dia.

Aku menggaruk-garuk rambut tanpa memandangnya. "Kau terlihat seperti bidadari. Rambutmu indah. Kulitmu berkilau. Pipi meronamu membuatku betah memandangimu lama-lama. Senyum dari bibir yang kau poles dengan pewarna bibir itu-"

"STOP!"

Mine berlari kesusahan dengan sandal geta-nya yang berkelotak-kelotak.

Aku menghela napas. "Salah sendiri, dipaksa jujur."

Di tempat pertemuan, baru ada Daniel dan Rieno-sensei. Kenji-nii menyuruhku dan Mine berangkat duluan sementara dia menyusul. Kalau Junko sih tidak perlu ditanya.

"Wow, Hiro. Kau ganteng sekali."

Tampangku menampilkan ekspresi jijik. "Bukannya Mine yang dipuji."

"Dia kan punyamu. Kalau aku bilang cantik nanti Mine berpaling padaku, dan kau jadi laki-laki menyedihkan lagi."

"Memang sejak kapan aku menyedihkan?"

"Sejak lahir."

"Maaf terlambat."

Kenji-nii yang bilangnya akan sedikit terlambat untuk menyiapkan mental nyatanya tiba tak lama setelah aku dan Mine. Dia memakai pakaian kasual sepertiku; kaus tanpa gambar dan celana pendek kargo. Juga sandal jepit yang menambah kesan santai.

Memang adik dan kakak sekali.

Rieno-sensei yang juga memakai yukata berwarna biru tua, menatap Kenji-nii penuh takjub. "Beneran ada. Beneran ada!"

Kenji-nii melirikku bingung.

"Dia kesenangan melihat ada lawan jenis yang seusia dengannya," jawabku.

Kenji-nii mengerjapkan mata ke arah Rieno-sensei sambil senyum. "Rieno-san usianya berapa?"

"Hush, Kenji-san. Tidak sopan menanyakan usia ke seorang wanita." Daniel memperingati iseng.

Namun Kenji-nii menanggapinya serius. "Begitu, ya? Maafkan aku." Dia menundukkan kepalanya ke Rieno-sensei.

"Eh, tidak apa-apa." Rieno-sensei menghadapkan dua telapak tangannya ke Kenji-nii. "Tapi sepertinya kau lebih muda."

the fiction girl want her story [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang